Walid Abad ke-7 dan Ah*k Abad ke-21


Walid bin Al Mughiroh, kisahnya terabadikan dalam surah Al-Muddatstsir ayat 11-30 sejak abad 7 masehi yang lalu. Dan sekarang, di abad 21 masehi juga tertuliskan kisah seorang bangsawan kafir di Jakarta yang tak jauh berbeda dengan yang pertama. Dua duanya diawali dari posisi mereka sebagai musuh Islam, penentang dakwah dan kebenciannya terhadap Al Quran.

 Ah*k, begitulah si Aduwwullah itu biasa di panggil. Merasa kuat karena punya duit, merasa sombong karena punya kekuasaan dan merasa hebat karena menjadi harapan kuffar dan musyrikin. Inilah Persamaan karakter antara Walid dan si Ah*k.

Walid bin Al Mughiroh sebetulnya tahu dengan kebenaran Al Quran, tapi kekuasaanlah yang menyebabkan hatinya mati. Hal itu tercermin dari ucapannya ketika mendengar ayat-ayat Al-Quran langsung dari lisan baginda Rasulullah SAW. Inilah ucapannya yang begitu masyhur itu, 
" Demi Allah, kata-kata yang diucapkannya sungguh manis; bagian atasnya berbuah dan bagian bawahnya mengalir air segar. Ucapannya itu sungguh tinggi, tak dapat diungguli, bahkan dapat menghancurkan apa yang ada di bawahnya..". 

Sekali lagi, karena rakus akan kekuasaan maka Walid mengesampingkan fithrah dari jiwanya. Dia malah mengatakan bahwa Al-Quran itu hanyalah 'sihir yang dipelajari'. Lalu turunlah firman Allah: 

ذرني ومن خلقت وحيدا
"Biarkanlah aku bertindak terhadap orang yang telah Aku ciptakan sendiri." (Al-mudatssir: 11).

Surat Al-Mudattsir ayat 11-30 begitu gamblang menceritakan bagaimana awal dari penentangan si Musyrik ini terhadap Al-Quran, dan juga bagaimana akhir tragis dari hidupnya yang diseret ke neraka Saqor.

Ah*k bukanlah orang Quraisy, berbeda dengan Walid yang asli keturunan Quraisy dan dari kabilah terpandang Al-Makhzumy. Maka kalau dari sisi kebangsawanan, antara Ah*k dan Walid sangatlah jauh. "Kalau Walid Asli pribumi (pakai shod), sedangkan Ah*k bukan". Begitulah istilah Nusantaranya.

Kisah Ah*k dimulai dengan ucapan mulut obor nya, karena tamaknya akan kekuasaan dia mengatakan kalau Al-Quran itu alat untuk pembohongan. Lebih tepatnya pada surat Al-Ma'idah ayat 51. 
"Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya."  Ucapan Ah*k

Maka Allah-pun murka terhadapnya, dengan melalui hamba-hambanya yang ikhlas Allah turunkan rasa was-was, kegundahan dan ketakutan yang mendalam di hatinya. Ini semua barulah permulaan. Bukan tidak mungkin dia akan sekarat dengan tragis sebagaimana Walid juga sekarat, hanya dengan menginjak anak panah saja, kakinya membusuk dan kemudian di seret ke neraka Saqor dan hangus di dalamnya. Inilah kabar gembira untukmu wahai penista!.

Cerita tidak berhenti sampai disini. Ancaman bagi manusia-manusia ataupun media yang membela si penista agama ini adalah sebagaimana kisah Abu Lahab. 
"Tabbat yadaa abii lahabiw watabb"  (QS. Al-Lahab). Yang saat itu juga berperan sebagai media dan pembela si penista. Yang mati dengan badan yang membusuk, bau menyengat dan dikubur dengan dilempari pakai batu, karena tak ada yang mau mendekat karena baunya.

Sungguh tragis akhir  hayatmu wahai musuh Allah!

Oleh: Sahir Wasim (Direktur Institut Dakwah Tauhid)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »