Mengawali Kebangkitan


وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡ‍ٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka,  dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. 24:55)
Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya, ketika Allah menuturkan dengan lembut janji-Nya pada ayat di atas akan kemenangan yang pasti diraih oleh orang-orang beriman di atas muka bumi ini. Marilah kita mentadabburi janji Allah tersebut, merenungi akan kebenaran isi Kalamullah. Dan mendalami makna kemenangan, seperti apa kemenangan yang Allah janjikan kepada orang-orang beriman? Dan apa korelasinya dengan kondisi kita saat ini sebagai umat muslim yang lahir dan tinggal di Indonesia? Yang menjadi mayoritas tetapi pengaruhnya tidak sebanyak jumlahnya, karena golongan minoritaslah yang mengendalikan umat Islam saat ini, akankah umat Islam mendapatkan janji Allah tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan  di atas, mari kita kaji sejenak ayat Allah diatas, seperti disebutkan oleh Al Imam Husain bin Masud Al Baghawi dalam kitab Tafsinya, Maalimut Tanzil atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Tafsir Al Baghawi, tentang Sababun Nuzul ayat tersebut. Bahwa Rasulullah saw. tinggal di kota Makkah setelah turunnya wahyu yang pertama selama sepuluh tahun bersama para sahabatnya, dan meminta mereka untuk bersabar atas siksaan orang-orang kafir atas mereka. Dan mereka Rasulullah bersama para sahabatnya- tidak terbangun di pagi hari untuk kemudian melewati harinya hingga sore hari kecuali mereka dalam keadaan takut dan cemas. Hingga akhirnya turunlah perintah kepada mereka untuk berhijrah ke Madinah. Dan di sanalah turun pula perintah untuk berperang di jalan Allah, karena takutnya mereka akan peperangan, sampai-sampai mereka tidak pernah menjauh dari senjata mereka, hingga berkatalah salah seorang dari mereka: kapankah datang hari dimana kita merasa tenang dan kita bisa meletakkan senjata kita? maka setelah itu, turunlah ayat ini (Al Furqon: 55).
Perhatikanlah bagaimana ayat ini diturunkan oleh Allah swt di dalam kondisi genting peperangan yang berkepanjangan dan seakan tiada habisnya untuk menghibur Nabi saw. dan sahabatnya. Dalam buku-buku sirah dijelaskan bahwa Rasulullah saw. bersama kaum muslimin terus melakukan peperangan secara defensif dari sejak perang Badar hingga berakhirnya perang Ahzab yang ditutup dengan peperangan dengan Bani Quraidzoh dan pengusiran mereka pada tahun kelima hijriyah. Ini menunjukkan betapa dahsyat ujian yang dihadapi oleh kaum muslim saat itu. Dan setelah melewati ujian tersebut mulailah tampak janji kemenengan itu akan mereka raih, tatkala Rasulullah saw. mengatakan: 
"الآن نغزوهم ولا يغزوننا..." 
 “Sekarang, kita yang akan memerangi mereka dan mereka tidak memerangi kita...” maka masuklah umat Islam dalam fase baru penyebaran dakwahnya, menjadi lebih ekspansif.
Kemenangan-kemenangan yang umat Islam raih di waktu-waktu berikutnya menunjukkan bahwa mereka berhasil mendapatkan janji yang Allah sebutkan di atas berupa kemenangan dan kekuasaan di atas muka bumi. Dan kita sama-sama tahu, bahwa pada masa Utsman Bin Affan ra. saja wilayah kekuasaan umat Islam sudah mencapai Persia. Secara otomatis terpenuhi pulalah janji Allah yang lain dalam ayat yang sama, yaitu peneguhan agama Islam di atas muka bumi ini dan bergantinya ketakutan dengan keamanan dan kedamaian dalam diri umat Islam, hingga Izzah Islam semakin hari semakin bertambah. Allahu Akbar!
Namun, jika kita melihat korelasinya dengan apa yang terjadi saat ini di Indonesia, akankah janji kemenangan dalam ayat Allah di atas menjadi sebuah kenyataan yang jelas sejelas bulan purnama di malam hari? Akankah umat Islam di negeri ini meraih janji Allah berupa peneguhan agama mereka? Akankah bangsa Indonesia terbebas dari rasa khawatir dan ketakutan akan kehancuran negara ini? Dengan sebuah ironi; bahwa sebagaimana saya sebutkan di awal, umat Islam mayoritas namun kendali mereka dibatasi oleh kekuatan non-muslim yang minoritas? 
Terlebih khusus dengan apa yang sedang menjadi perhatian umat sebulan terakhir, yang menjadi bahan pikiran media massa dan rakyat, yang menyedot energi hampir seluruh elemen di negeri ini, yang menguras kekhawatiran para pemuka agama hampir di seluruh pelosok negeri, yang membakar ghiroh (kecemburuan) yang ada dalam dada umat, yang menggerakkan hati nurani hampir dua juta manusia untuk berkumpul di pusat negara pada peristiwa 411 (4 November), tentang penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur non-aktif Ibu Kota, DKI Jakarta. Ketika ia menghina agama terbesar masyarakat Indonesia saat ini dengan mengatakan bahwa masyarakat tidak boleh dibohongi oleh surat Al Maidah ayat 51. Perkataan yang dengan mudah diterjemahkan oleh kaum terpelajar, bahwa Al Quran surat Al Maidah ayat 51 mengandung makna yang dusta dan bohong! Yang berarti pula ia menghina Al Quran! 
Dorongan besar dari dua juta rakyat pada peristiwa 411 yang bergerak menuntut agar ia dipenjarakan karena ulahnya tersebut baru dikabulkan oleh Polri sebagai penegak hukum utama di negeri ini, dengan menjadikannya sebagai tersangka, tidak ditahan dan hanya dicekal keluar negeri! Sementara statusnya sebagai calon Gubenur tetap ada, bahkan ia malah dengan optimis mengatakan akan menang satu putaran pada Pilkada DKI 2017 nanti. Belum habis sampai disitu, pada peristiwa terbaru ia bahkan dengan terang-terangan menuduh gerakan umat Islam 411 adalah politis dan bayaran! Ia mengungkapkannya ketika salah satu media asing terkenal mewawancarainya dengan merinci bahwa tiap peserta aksi gerakan 411 dibayar lima ratus ribu rupiah, Laa Hawla Wa Laa Quwwata Illaa Billah!
Pertanyaan yang muncul berikutnya, mengapa seorang non-muslim seorang diri sepertinya berani dengan lantang mengejek umat Islam dan memfitnah mereka? Mengapa seorang nasrani saja seakan tidak takut mati berhadapan dengan jutaan umat muslim? Mengapa seakan ia yang seorang diri memiliki Izzah sedangkan umat Islam tampak tidak memiliki apa-apa kecuali kehinaan? Memang patut disyukuri bahwa peristiwa 411 menjadi sebuah prestasi yang cukup membanggakan, karena umat Islam saat itu begitu kompak berpakaian serba putih, datang dari berbagai penjuru kota bahkan luar jawa membawa panji-panji tauhid, mengibarkan bendera ormas ke-Islaman berkumpul menjadi satu, tumpah ruah memutihkan Jakarta untuk membela kitab suci dan agama mereka! Gerakan tersebut kemudian menjadi catatan sejarah sendiri, karena menjadi aksi massa terbesar sepanjang sejarah reformasi Indonesia.
Namun, setelah itu mengapa gerakan tersebut sedikit banyak berhasil diredam oleh penguasa yang jelas berpihak pada si penghina? Mengapa gerakan aksi lautan massa 411 seakan menjadi buih-buih yang tampak banyak namun lama kelamaan hilang tak berbekas? Mengapa kekuatan politik umat ini seakan tidak berkekuatan dan berpihak kepada Islam? Singkat kata, sebenarnya mengapa umat Islam begitu lemah?
Padahal faktanya, sejarah bangsa Indonesia ini ditulis dengan darah para Syuhada Islam. Padahal kenyataannya, sejarah mencatat bangsa ini dibangun di atas semangat umat Islam. Padahal  sebenarnya, sejarah mencata  bangsa ini diperjuangkan oleh pengorbanan yang sungguh besar yang dikeluarkan oleh tokoh-tokoh umat Islam. Dari sejak waktu dimana negara kesatuan ini belum terbentuk, dari sejak zaman Sultan Hasanudin, Pangeran Dipenogoro, Pengeran Fatahillah, Pangeran Antasari, Teuku Oemar, Cut Nyak Dien berperang melawan penjajahan Portugis dan Belanda. Dari sejak waktu dimana negara ini belum merdeka, ketika Tjokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asyari, KH Muhammad Nuh berjuang melawan tirani penjajah dan memperjuangkan kemerdekaan. Dari sejak KH. Agus Salim, M Natsir dan Buya Hamka mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih bahkan dengan tidak takut mati mereka berani melawan kekuatan-kekuatan penindas nan otoriter yang justru muncul dari anak-anak negeri sendiri?! Maka pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini akan selalu dan hanya akan bisa dilakoni oleh umat Islam, bukan yang lain! 
Lantas kemudian, apa yang salah dari umat Islam saat ini? Mengapa umat Islam-Indonesia-saat ini tidak mampu mendulang kesuksesan sebagaimana para pendahulu mendapatkan kemenangan? Syaikh Yusuf Al Qorodhowi, seorang ulama dan pemikir asal Mesir, mencoba mengurai permasalahan inti yang dimiliki oleh umat Islam. Beliau menjelaskan sebab mengapa umat Islam saat ini berada pada jurang kemunduran dalam bukunya Ash Shohwah Al Islamiyyah Baynal Juhudi wat Tathorruf (Kebangkitan Islam di antara Konservatisme dan Modernisme). Disana beliau menjelaskan bahwa umat Islam saat ini lemah karena mereka jauh dari Islam itu sendiri. Kaum muslimin tidak memiliki kekuatan berhadapan dengan musuh-musuhnya karena mereka jauh dari agama mereka. Dan kaum muslimin kehilangan Izzah mereka di hadapan umat non-muslim karena mereka tidak memahami kesempurnaan Islam dan  (apalagi) menerapkannya. 
Lebih jauh, Ketua Persatuan Ulama Islam se-Dunia ini menjelaskan ada lima macam jauh yang saat ini menimpa umat Islam. Pertama, jauhnya mereka dari keimanan. Kedua, jauhnya mereka dari masyarakat dan sosial. Ketiga,  jauhnya mereka dari politik. Keempat, jauhnya mereka dari hukum-hukum Allah. Dan kelima, jauhnya mereka dari peradaban dunia. Jika kita perhatikan dari lima macam jauh yang menimpa umat Islam, semuanya mencakup aspek-aspek masalah besar yang selama ini ada di hadapan umat, namun mereka tidak menyadarinya. Atau ada sekelompok dari umat yang menyadarinya namun tidak memiliki solusi untuk memperbaiki masalah yang ada. Atau ada sedikit dari golongan yang menyadarinya dan memiliki solusi, namun tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melaksanakan perbaikan yang mereka inginkan sedangkan kebenaran tanpa kekuatan akan lumpuh dan kekuatan tanpa kebenaran akan zhalim. Lalu, apalagi pilihan jalan keluar yang dimiliki oleh umat Islam? Akankah umat Islam meraih janji kemenangannya?
Sebagai seorang muslim kita harus percaya akan janji Allah swt yang ada di dalam Al Quran, karena hal tersebut merupakan bagian dari keimanan. Keimanan itu jua yang akan menumbuhkan rasa optimisme dalam diri kita dan menghapuskan perasaan putus asa. Itulah mengapa putus asa sangat dekat sekali dengan kekufuran. Dan optimisme sebagai buah dari keimanan selalu mengantarkan kita kepada jalan keluar. 
Marilah kita simak sekali lagi apa penuturan Allah swt tentang bagaimana meraih kemenagan yang Ia janjikan kepada orang-orang beriman yang ternyata ada dalam rangkaian ayat-ayat yang sama dari surat An Nur: 54-56 

قُلۡ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا عَلَيۡهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيۡكُم مَّا حُمِّلۡتُمۡۖ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهۡتَدُواْۚ وَمَا عَلَى ٱلرَّسُولِ إِلَّا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ ٥٤ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡ‍ٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ٥٥ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ٥٦ 

“Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.(QS. 24:54-56).
Dari rangkaian ayat di atas, makin jelaslah jawaban bagi pertanyaan dan kebingungan kaum muslimin, bahwa kunci-kunci kemenangan setidaknya berdasar ayat di atas harus dimulai dengan: 
- Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
- Menunaikan kewajiban seperti yang diperintahkan
- Meningkatkan keimanan dengan beramal shalih
- Ikhlas beribadah dan menjauhi kesyirikan
- Memperbanyak sujud dengan shalat
- Memperbanyak amal sosial dengan menunaikan zakat
- Berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad saw.
Pertanyaan berikutnya, sudahkah umat Islam di Indonesia ini melaksanakan perintah-perintah Allah di atas? Merupakan sebuh ironi, jika umat ini bermimpi tentang kemenangan namun shalat dan zakat saja masih sering dilalaikan. Merupakan sebuah ironi, jika umat ini bermimpi tentang kemenangan, namun Kitabullah dan Sunnah Nabinya hanya menjadi hiasan lemari dan dinding. Sungguh jauh bara dari panggang. Seruan ini bukan hanya ditujukan untuk aktifis gerakan dakwah Islam, tapi untuk seluruh orang yang mengaku ber-Islam dan beriman. Seruan perbaikan ini bukan hanya milik para pejuang Islam. Seruan perbaikan ini justru untuk membuktikan siapa yang benar-benar berjuang untuk Allah dan siapa yang berjuang untuk dunia.
Dan pada akhirnya, waktu terus berjalan dan menjalani sunnatullah yang sama untuk para pendahulu di hari kemarin dan untuk para pendatang di masa depan. Bahwa kehancuran akan mendatangi sesiapa yang sombong dan tidak taat pada aturan main Allah, dan kemenangan serta kedamaian akan menyelimuti sesiapa yang tunduk setunduknya hanya kepada Allah. Seperti pula sunnatullah yang juga pasti berlaku, waktu akan semakin mendekatkan kita pada kematian dan hari akhir. Oleh karena itu, pastikan dimana posisi beridirinya kita saat ini, apakah bersama para pejuang kebenaran, ataukah bersama para pejuang kebatilan. Awas, Syaithan adalah seburuk-buruk musuh! 

Oleh: Saihul Basyir (Kadept. Kaderisasi KAMMI Lipia)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »