Al Wa'yul Qur'aniy


والقرآن الكريم والسنّة المطّهرة مرجع كل مسلم في تعريف أحكام الإسلام. ويفهم القرآن طبقا لقواعد الّلغة العربية من غير تكلّف ولا تعسّف، ويرجع في فهم السنّة المطّهرة إلى رجال الحديث الثّقات. (حسن البنّا رحمه الله)

"Al Quranul karim dan Sunnah yang suci merupakan sumber referensi setiap muslim untuk mengetahui hukum-hukum Islam. Memahami Al Quran mesti sesuai dengan kaidah bahasa arab dengan tanpa Takalluf (memaksakan) dan Taassuf (menyimpang), dan mengembalikan pemahaman sunnah yang suci kepada para Rijaalul Hadits yang Tsiqoh (Kredibel). -Hassan Al Banna- 
•••••••••

Sebagaimana biasa, untaian nasihat dari Al Imam Asy Syahid Hassan Al Banna selalu menjadi bahan perenungan untuk para pembacanya. Karena memang ia ditujukan kepada seluruh kaum muslimin dan disampaikan dengan bahasa yang tegas dan lugas. Sehingga pesan inti yang dimaksudkan dapat dipahami dengan mudah dan cepat. 

Apatah lagi hal nya dengan para pembaca yang berasal dari mereka yang sudah faham pokok-pokok ilmu agama atau bagi mereka yang sehari-harinya berkutat dengan Ulum Syar'iyyah, nasihat beliau diatas menjadi salah satu dari sekian banyak pengingat yang kuat dan menghujam lubuk hati mereka. 

Bahwa urgensi Kitabullah, Al Quranul Karim dan As Sunnah An Nabawiyyah dalam kehidupan tiap muslim memiliki timbangan yang khusus, keduanya menjadi ukuran paling utama dalam memahami kaidah hukum Islam. Integralitas hukum Islam yang sudah disepakati keberadaannya bersumber dari dua masdar tersebut. Bagaimana Islam memandang hidup ini seluruhnya, dari aspek paling sederhana hingga yang paling rumit. Dari sejak bangun tidur sampai tidur lagi, Islam mengatur semuanya. 

Meminjam Istilah yang digunakan Prof Dr Yunahar Ilyas dalam salah satu buku karangannya, Cakrawala Al Qur'an. Ya, seperti apa takaran berpolitik dan mengatur negara bagi seorang muslim, Al Quran menjadi cakrawala strateginya. Sebagaimana seorang muslim dituntun untuk beradab di dalam kamar mandi, karena Al Quran menjadi cakrawala ber-taaddub-nya. Singkat kata, Al Quran sebagai sumber hukum dan As Sunnah sebagai penjelas dan penguat seyogyanya menjadi sumber cakrawala pemikiran seorang muslim. Dan hal ini menjadi sebuah aksioma tersendiri baginya, menjadi sebuah kebenaran yang tak perlu pembuktian lagi.

Tentu untuk menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai cakrawala berfikir tidak bisa begitu saja terwujud, jika tidak dekat sedekat-dekatnya dengan Al Quran; dengan rutin membacanya, dengan sibuk menghafalnya, dengan menambah kajian pemahaman terhadapnya, dengan berusaha mengamalkannya dan dengan 'izzah menyebarkan ajaran yang ada di dalamnya. 

Firman Allah swt dalam surat Al An'am: 38

"...مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ"
"... Tidaklah Kami Alpa terhadap sesuatu pun dalam Al Kitab dan kepada Tuhan merekalah mereka dikumpulkan" 

Syaikh Abdurrahman As Sa'diy menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa Al Kitab yang dimaksud di ayat tersebut adalah Al Qur'an. Ayat inilah yang menjadi salah satu hujjah seorang muslim ketika ia berkeyakinan bahwa Al Quran adalah sumber hukum, pengetahuan, dan pelajaran yang paling universal. 

Sehingga dalam legitimasi hukum, tidak ada yang lebih tinggi dari Al Quran. Akal dan seluruh produk hukum yang terbuat darinya, sudah dipastikan tunduk di bawah firman Allah Yang Maha Bijaksana. Dan jika didapati ada kerancuan dalam nash-nash yang berasal dari wahyu-Nya, ketahuilah bahwa yang cacat bukanlah Nash tersebut, namun akal manusialah yang tidak akan pernah berkapasitas untuk memahami seluruh hikmah dalam pensyari'atan hukum-hukum Allah di atas muka bumi ini. 

Lagipula, tatkala seorang muslim mengkaji kitabullah, mau tidak mau ia akan mengkaji sunnah nabinya. Dan ketika ia mengkaji sunnah nabi, mau tidak mau ia juga akan membaca sirah nabi dan para sahabatnya yang Allah ridhoi sepanjang zaman, yang dari sana akhirnya para ulama salafus shalih meng-ekstrak berbagai macam hukum yang secara shorih tidak didapati dalam Al Quran maupun As Sunnah. 

Secara sederhana rangkaian pengkajian diatas sudah pernah dicontohkan oleh salah seorang sahabat nabi, Muadz bin Jabal ra, yang disebut oleh Rasulullah saw sebagai orang yang paling mengerti tentang halal dan haram dari umatnya.

Ketika ia diutus menjadi juru dakwah ke Yaman, serangkaian pertanyaan profit and test ia lalui di hadapan Rasulullah saw. Jawabannya begitu memuaskan Rasulullah saw, karena ia akan memutuskan permasalahan yang ia temui nanti dengan Kitabullah. Jika tidak didapati disana, ia akan menggunakan Sunnah Nabinya, jika tidak didapati pula disana, ia akan ber-ijtihad dengan segenap kemampuannya. 

Begitulah selayaknya seorang da'i dan aktifis Islam bersikap. Tidak terombang ambing diatas sumber peng-hukuman yang lain selain sumber Islami. Dan pada penghujung pemikirannya dengan Al Quran sebagai cakrawalanya, ia akan menemukan di dalam nuraninya apa yang saya sebut dengan Al Wa'yul Quraniy (kepekaan qur'ani). 

Kepekaan muncul secara alamiah dari hati nurani acapkali menemukan banyak permasalahan di dalam hidup. Dan kepekaan seorang da'i dan aktifis islam yang pegangan hidupnya adalah Al Quran, mengantarkannya pada tutur kata yang Islami, sikap dan gesteur yang Islami, dan penawaran solusi atas permasalahan yang dihadapi dengan cara-cara Islami. 

Kepekaan ini menjadikannya lebih dewasa karena hatinya sudah tersentuh oleh makna Ilahiyah yang terkandung dalam ayat-ayat qouliyyah maupun kauniyyah. 

Makna yang terkandung dalam untaian kalimat: 

"الإسلام يعلو ولا يعلى عليه..." 
"Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam" 

Makna yang mengarahkan seluruh pendengaran, penglihatan, perasaan, dan pikirannya kepada sumber segala hikmah, Al Quran. 
Makna yang membawa para pemeluknya menembus batas-batas kemuliaan ukhrowi dan duniawi. 

Makna yang membebaskan mata hati manusia dari penghambaan manusia terhadap manusia menuju penghambaan manusia terhadap Pencipta manusia. 
Makna yang mengiring seluruh umat manusia pada kedamaian yang sentosa dan keadilan yang kekal abadi.

Makna yang melepas sekat-sekat manusiawi yang sempit menuju ikatan keyakinan yang paling luas. 

Makna yang menyingkirkan orientasi pragmatis nan materialistis manusia yang fana pada orientasi semata ibadah lillahi ta'ala. 

Makna yang mampu mengangkat umat Islam berjaya memimpin peradaban dunia selama 13 abad!! 

Lalu setelah semuanya, masihkah umat Islam tertipu oleh kefanaan dunia yang lamanya tidak lebih panjang dari satu jam pada siang hari jika dibandingkan keabadian akhirat? 

Firman Allah 'Azza wa Jalla dalam surat An Nahl: 89

"وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ"

"(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." 

Wallahu a'lam bis Showab.

Oleh : Saihul Basyir

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »