Khutbah Idul Fitri 1437 H - Ust. H. Faris Jihady, Lc


Memaknai Ramadan untuk Individu dan Masyarakat

oleh : H. Faris Jihady, Lc
(Alumni KAMMI LIPIA, Sekjen KAMMDA Jakarta 2011) 


الله أكبر 9X

الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا إله إلا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده

الحمد لله رب العالمين، حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه كما يحب ربنا ويرضاه، نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ به من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له

أشهد أن لا إله إلا الله رب رمضان وشوال وجميع الشهور والأعوام، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله خير من صام وقام ودان بالإسلام صلى الله وسلم وبارك عليه وعلى آله وأصحابه وأتباعه إلى يوم الدين.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Segala pujian marilah kita panjatkan ke hadirat Allah Ta'ala, Pemilik Semesta Alam, Pengatur segala urusan makhlukNya, pengatur penggantian siang dan malam, pengatur pergantian tahun dan bulan, Tuhan pemilik waktu, baik itu Ramadhan, Syawwal dan seluruh bulan lainnya. Atas segala karuniaNya kita bisa menghela setiap desahan nafas dalam Islam, Iman, Ramdhan, dan Hari Eidul Fitri yang indah ini.

Kita bersyukur pada Allah yang telah mengantarkan kita pada hari ini, saat kita telah paripurna menyempurnakan shiyam (puasa) dan qiyam (shalat tarawih), serta zakat fitrah kita. Hari dimana kita disunnahkan melantunkan takbir, tahmid, dan tahlil semata untuk Allah Subhanahu wa ta'ala sebagaimana panduan Al-Quran setelah kita melaksanakan puasa Ramadhan
ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ماهداكم ولعلكم تشكرون

Hendaknya kalian menggenapkan bilangan puasa itu, kemudian membesarkan Allah Ta'ala dengan takbir sesuai yang telah ia tunjuki, dan agar kalian bersyukur

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Pertama, khatib mengingatkan diri khatib sendiri dan hadirin sekalian untuk selalu meningkatkan ketaqwaan kepada Allah dan ketaatan kepadaNya, karena sesungguhnya selesainya kita menyelesaikan ibadah puasa, tarawih dan zakat fitrah tidaklah berarti kewajiban ibadah kita sebagai hamba telah selesai. Karena sesungguhnya kewajiban beribadah adalah kewajiban yang melekat sejak ruh kita ditiupkan dan dilahirkan ke atas muka bumi ini, hingga kita menghadap Allah kelak dan mempertanggungjawabkan tugas tersebut di hadapanNya.

Allah berfirman dalam surat alhijr 99
واعبد ربك حتى يأتيك اليقين

Karena sesungguhnya kita diperintahkan bukan untuk menjadi Ramadhaniyyin (hamba-hamba yang beribadah pada Ramadhan saja), kita bukanlah hamba Ramadhan, namun kita diperintahkan untuk menjadi Rabbaniyyin (hamba-hamba yang beribadah pada Allah semata di setiap saat).

Ma'asyiral Muslimin, Jamaah Shalat Idul Fitri yang berbahagia

Tentu saja hari ini adalah hari yang selayaknya kita berbahagia, kebahagiaan yang fitri (sesuai dengan fitrah), sekaligus kebahagiaan yang syari' (dianjurkan oleh Syariat), betapa tidak, bukankah Rasulullah saw telah menjanjikan, bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan saat berbuka, dan kebahagiaan saat menghadap Tuhan, hari ini kita berbahagia hari ini karena kita telah berbuka setelah berpuasa 30 hari, dan seharusnya kita selalu berdoa dan berharap pada Allah agar kita juga berbahagia saat menghadap Tuhan kita, Allah SWT.

Kebahagiaan hari ini nyatanya tidak bisa dibandingkan dengan kebahagiaan apapun, karena kebahagiaan hari ini berarti bahagia karena keberhasilan menyempurnakan kewajiban, kebahagiaan karena janji Allah kita akan diselamatkan dari api neraka, dan kebahagiaan karena didekatkan dengan surga.

Dahulu para ulama menamakan Hari Idul Fitri adalah Yaumul Jawaiz (hari pembagian hadiah), hari dimana manusia berbondong-bondong keluar ke lapangan dalam keadaan terampuni, sebagaimana ungkapan ulama besar dari kalangan tabi'in AzZuhri, Ulama lain Muwarriq Al-Ijli berkata, bagai dilahirkan ibu mereka, putih bersih tanpa dosa.

Orang beriman bahagia pada hari ini, ia bahagia karena dekat dengan AlQur'an selama 1 bulan penuh, bahagia karena berhasil mengendalikan syahwat makan minum dan seksnya, bahagia karena berhasil menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan berdiri bermunajat pada Allah melalui shalat Tarawih, bahagia karena mengkhatamkan ALQur'an di bulan turunnya AlQur'an.`

Sudah sepatutnya, di penutup Ramadhan ini dan permulaan Syawwal, patut kita mengevaluasi Ramadhan kita kemarin, apakah benar kita layak menjadi orang orang yang berbahagia? Orang-orang yang membanggakan kemenangan? Atau dalam bahasa kita من العائدين والفائزين?

Karena sesungguhnya sebagaimana kita sebutkan di atas, kebahagiaan sebenar tatkala kita berhasil mengevaluasi capaian Ramadhan kita dengan rekor dan capaian terbaik. Kalau kita bahagia dan gembira semata karena sudah selesai puasa 30 hari tanpa capaian-capaian terbaik, shalat tarawih terbaik, khatam quran terbaik, sedekah terbaik, berhijab terbaik, patut kita pertanyakan diri kita, jangan-jangan kebahagiaan dan kemenangan kita semu dan tidak berarti apa-apa.

Dalam AlQur'an Allah mendefinisikan kemenangan yaitu;
فمن زحزح عن النار وأدخل الجنة فقد فاز

Sesiapa yang telah dijauhkan dari neraka, dan dimasukkan ke dalam surga, sungguhnya dia telah menang dan beruntung

Seiring dengan kebahagiaan dan kegembiraan yang menyeruak di hari ini, dan tentu saja kegembiraan dan kebahagiaan ini adalah sesuatu yang dibenarkan dalam agama, patut kiranya kita mengiringkannya dengan kesedihan, kesedihan karena momentum emas baru saja berlalu, momentum panen kebaikan, keberkahan, pahala dan ampunan baru saja lewat

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Dalam tradisi salafusshalih (para pendahulu kita dari generasi awal umat ini, yang merupakan generasi terbaik) generasi sahabat, tabi'in dan tabi'ittabi'in, mereka berusaha keras menutup momentum Ramadhan ini dengan amal terbaik, amal puncak yang mereka persembahkan di hadapan Allah.

Tidak cukup dengan mempersembahkan amal puncak dan amal terbaik, mereka kemudian berharap dengan sangat agar Allah menerima amal mereka, dan sangat sangat khawatir jika amalan mereka ditolak.

Allah berfirman tentang mereka; "dan orang-orang yang telah mempersembahkan amal mereka, hati mereka sangat takut bergetar pada Allah" surat almu’minun57. Rasulullah ditanya oleh Aisyah, "apakah yang dimaksud ayat ini adalah mereka yang berzina, mencuri dan berbuat jahat ?” kata nabi, "bukan, mereka adalah orang orang yang selalu shalat, puasa dan bersedekah, dan mereka khawatir amalan mereka diterima".

Ali bin Abi Thalib mengomentari ayat ini; hendaklah kalian lebih bersemangat dalam memohon diterimanya amal lebih besar dibandingkan dari amal itu sendiri. Fadhalah bin Ubaid berkata, "seandainya aku tahu bahwa amalku diterima meskipun sebesar biji sawi, itu lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya".

Karena itulah sebagian mereka memiliki kebiasaan berdoa kepada Allah untuk mempertemukan Ramadhan sejak 6 bulan sebelumnya, kemudian setelahnya berdoa pada Allah selama 6 bulan juga agar amal mereka diterima.

Inilah mereka, mereka yang kualitas amal ibadahnya jauh lebihb aik dan di atas kita, selalu merasa takut. Kenapa mereka merasa takut? Karena mereka khawatir merasa rugi, khawatir menjadi orang-orang yang terhalang dari ampunan Allah padahal pada saat yang sama banyak sekali peluang dan cara untuk mendapat ampunan Allah.

Rasululllah bersabda
الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة...

Juga bersabda
من صام رمضان

من قام ليلة القدر

من قام رمضان

Tinggal kita memilihnya dengan cara apa kita mendapat ampunan Allah, amal ibadah apa yang menjadi keunggulan kita. Shalat kah? Tarawih kah? Baca quran kah?

Setelahnya agar semangat Ramadhan ini terus terpelihara, Allah perintahkan kita untuk selalu istiqamah, karena orang yang berhasil dengan Ramadhan bukan semata berlebaran, berbaju baru dan berhalal bi halal. Namun yang dapat terus merawat semangat beribadah sebagaimana beribadah di Ramadhan, karena Allah sediakan Ramadhan selama satu bulan, agar kita dapat menebus kekurangan kita selama 11 bulan lainnya, dan agar kita dapat terkondisi dengan suasana Ramadhan di 11 bulan setelahnya.

Dalam rangka merawat semangat ibadah ini, Allah perintahkan kita untuk berpuasa 6 hari Syawwal setelah berlebaran, yang nilainya sama dengan berpuasa satu tahun. Agar kita tidak menjadi orang-orang yang membalas dendam akibat syahwat makan minum yang tidak terkendali setelah berpuasa.

Allah juga perintahkan kita untuk menegakkan shalat lima waktu berjamaah, sebagaimana kita terbiasa ke masjid pada Ramadhan, hendaknya kita setelah Ramadhan rawat shalat kita. Saat kita terbiasa tarawih di Ramadhan, hendaknya kita rawat shalat malam kita, meskipun hanya 3 rakaat witir sebelum tidur. Allah perintahkan kita untuk selalu mentilawahi dan merenungkan AlQur'an, sebagaimana kita memiliki program tilawah harian pada bulan Ramadhan sudah sepatutnya kebiasaan baik ini kita lestarikan selepas Ramadhan.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Apa yang kita bicarakan tadi adalah bagaimana sepatutnya kita bersikap sebagai individu dalam menutup Ramadhan dan menyambut Syawal ini, yaitu memadukan antara kebahagiaan yang sifatnya fitrah manusiawi ini dengan kesedihan dan pengharapan. Kesedihan disebabkan oleh berlalunya momentum emas paling berharga dalam usia kehidupan kita, sekaligus pengharapan agar amalan yang telah kita laksanakan pada Ramadhan kemarin diterima Allah Ta'ala.

Lalu bagaimana seharusny kita menyikapi berlalunya Ramadhan sebagai umat yang kolektif? Bagaimana seharusnya makna Ramadhan bagi umat? Terlebih di saat ini sedang mengalami saat-saat yang terpuruk, disibukkan oleh berbagai persoalan. Sebagian dari tubuh ummat ini mengalami kezaliman dan penganiayaan, sebagian lain disibukkan oleh materi dan syahwat.

Ramadhan, bagi ummat ini sepatutnya memiliki tiga makna penting;

1) Tanqiyah (seleksi), 2) Tamayyuz (keunggulan dan diferensiasi), 3) Tarbiyah (pendidikan)

Pada makna Tanqiyah (seleksi), Ramadhan sepatutnya berperan menyeleksi dan menyaring ummat ini dari unsur2 yang mengotorinya, banyak orang mengaku beragama Islam, bagian dari Islam namun sama sekali tidak berpikir, berperilaku cara Islam, tidak pula memikul beban kaum Muslimin. Dalam situasi senang, lapang, takkan tampak mana emas mana loyang, takkan tampak mana pemikul beban dan mana penambah beban, karena itulah Ramadhan disyariatkan, sebagai ujian hakiki bagi barisan ummat ini. Di dalam Ramadhan ini ada banyak kesulitan yang menjadi ujian; antara lain,

- ia merupakan fardhu (kewajiban), dan tabiat manusia adalah selalu ingin menghindari dari kewajiban dan tugas.

- Selain itu Ramadhan disyariatkan selama satu bulan penuh, tidak diperkenankan seseorang tidak berpuasa kecuali karena udzur yang betul betul diizinkan

- Ramadhan menguji kita untuk keluar dari kebiasaan. Makan minum dan hubungan suami istri adalah halal, namun dalam Ramadhan tiba2 semua itu diharamkan. Apakah kita siap untuk keluar dari kenyamanan dan kenikmatan?

- Yang lebih dari itu, adalah berpuasa dengan puasa yang hakiki sebagaimana diinginkan Allah, yaitu berpuasa lisan dari perkataan dusta dan kotor, dan berpuasa perbuatan dari menyakiti sesama.

Dari sinilah ujian sebenarnya berlaku, sesiapa yang lulus dari ujian ini dialah yang mampu memikul beban ummat ini, memimpinnya dan membawa ummat ini menuju kejayaan. Tidak mungkin orang yang hanya mengisi puasa dengan menonton televisi, buka bersama namun lupa shalat tarawih, tenggelam dalam sosial media akan lulus ujian dan memikul beban kaum muslimin. Hanya dengan orang orang berkualitas lah ummat ini dibangun dan dibangkitkan, dan kembali mengambil kejayaannya.

Pada aspek kedua, Tamayyuz (keunggulan dan kekhasan). Ramadhan mengajarkan kita sebagai ummat untuk berbangga dengan kekhasan kita sebagai kaum Muslimin. Adakah umat lain yang sama denga kita berpuasa 30 hari? Tidak ada. Adakah umat lain yang bertarawih berturut2 30 hari? Tidak ada.

Perasaan memiliki keunggulan dan kekhasan ini sangat penting dalam membangun identitas kita sebagai umat, karena pada dasarnya umat ini ditakdirkan sebagai khairu ummah (umat terbaik), ummat pelopor, dan bukan ummat yang hanya pengekor dan ikut2an atau bahkan tenggelam dalam cara hidup dan budaya orang lain. Janganlah kita malu dengan identitas keislaman kita, dengan AlQur'an kita, dengan syiar kita, apalagi minder dengan itu semua. Dengan rasa kekhasan dan keunggulan inilah kejayaan dan kebangkitan umat dapat diraih.

Terakhir, pada aspek ketiga, Tarbiyah (pendidikan). Ramadhan mendidik kita agar menjadi ummat yang mampu memimpin dan memikul amanah.

Ramadhan mendidik kita untuk;

- Responsif dan bersegera terhadap seluruh perintah Allah, tanpa banyak bertanya dan menunda-nunda, apalagi ragu-ragu. Tidakkah kita mendengar ayat yang selalu diulang, yaa ayyuhalladzina aamanu kutiba 'alaikumussiyam?

- Taat pada perintah Allah tanpa perlu mempertanyakan alasannya. Pernahkah kita mempertanyakan kenapa Ramadhan yang dipilih Allah untuk puasa 30 hari? Kenapa bukan muharram, sya'ban atau bulan lain? Kenapa harus dari fajar sampai maghrib? Kenapa tidak dari fajar sampai ashar atau isya? Tentu saja tidak pernah. Semua itu mengajarkan kita untuk selalu taat pada semua perintah Allah dan kita semua tidak lain hanyalah hamba yang diminta total melaksanakan perintahNya

- Mendidik kita untuk mengendalikan syahwat kita. Rasul saw pernah bersabda, "sesiapa yang menjaminkan bagiku terjaga apa yang ada antara kedua pipinya (mulut dan lisan), dan antara kedua pahanya (kemaluan), aku jaminkan baginya surga. Kenapa mengendalikan syahwat sangat penting bagi ummat ini? Ummat yang sedang berjuang bangkit dari keterpurukan, kemunduran dan kemiskinan takkan bisa dipikul oleh orang yang tak bisa mengendalikan syahwatnya, baik syahwat mulut dan syahwat bawah perut. Orang yang terbiasa puasa, maka secara alamiah terkondisi untuk selalu berusaha menjaga lisan dan kemaluannya.


بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم واستغفروه إنه هو الغفور الرحيم

Penutup

Sebagai penutup marilah kita memanjatkan doa dan pengharapan kepada Allah Ta'ala agar seluruh ibadah kita diterima Allah di penutupan Ramadhan ini, agar kita menjadi ummat yang betul2 terseleksi, teruji, memiliki kebanggan serta terdidik oleh Allah Subhanahu wata'ala.

Selanjutnya, pada penghujung khutbah idul fitri 1436 ini, marilah kita bersama-sama menundukkan kepala dan merendahkan hati kita seraya bermunajat dan berdoa kepada Allah SWT, Pemilik Segala Keagungan:



الحمد لله رب العالمين حمدا كثيرا يوافي نعمه ويكافئ مزيده

يا ربنا لك الحمد ولك الشكر كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطانك

اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Dekat dan Maha Mengabulkan doa.
اللَّهُمَّ إِنَّا عَبِيْدُكَ بَنُوا عَبِيْدِكَ بَنُوا إِمَائِكَ نَوَاصِيْناَ بِيَدِكَ مَاضٍ فِيْناَ حكْمُكَ عَدْلٌ فِيْناَ قَضَاؤُكَ

Ya Allah sesungguhnya kami adalah hamba-Mu, anak dari hamba-hamba Mu, ubun-ubun kami ada di tangan-Mu. Segala takdir-Mu terhadap kami telah Engkau tetapkan, dan sungguh betapa adilnya ketetapan itu atas kami.
نَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ

Kami memohon kepada-Mu dengan semua Nama yang Engkau Miliki, yang telah Engkau Namakan untuk Diri-Mu, atau telah Engkau ajarkan kepada salah seorang di antara makhluk-Mu, atau Engkau Turunkan dalam Kitab-Mu, atau Engkau simpan dalam Ilmu yang Ghaib di sisi-Mu
أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قُلُوْبِناَ وَنُورَ صُدُوْرِناَ وَجَلاَءَ أَحْزَانِناَ وَذَهَابَ هُمُوْمِنا

Kami mohon, jadikanlah Al-Qur’an sebagai penyejuk hati kami, cahaya bagi dada kami, penghapus duka dan kesedihan kami, dan pelipur kegundahan jiwa kami.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ

Ya Allah, perbaikilah agama kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami, karena ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami, karena ia menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين

Ya Allah Ya Tuhan Kami, sesungguhnya Kami telah berbuat zalim terhadap diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak ampuni kami dan sayangi kami, sesungguhnya kami termasuk orang orang yang merugi
ربنا اغفرلنا ولوالدينا وارحمنا كما ربونا صغارا

Ya Allah ya tuhan Kami, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, sayangi mereka sebagaimana mereka telah didik dan sayangi kami sewaktu kecil.

Rahmatilah guru-guru kami, saudara-saudara kami, dan pemimpin-pemimpin kami.

Ya Allah bimbinglah pemimpin kami untuk berlaku adil dan menegakkan syariat Mu, lindungi mereka upaya-upaya musuh-musuh agama yang menggelincirkan.

Ya Allah ya tuhan kami, tolonglah kami saudara-saudara kami yang sedang mengalami kesulitan penderitaan, dan kezaliman di belahan manapun dari bumi Mu ya Allah, sesungguhnya engkau maha mendengar setiap bisikan aduan mereka ya Allah 
 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »