Al Hanifiyyah As Samhah



"Sesungguhnya manusia yang hidup di dalam bangunan-bangunan yang berisikan aqidah yang rapuh, maka jangan kau hancurkan bangunan-bangunan tersebut. Akan tetapi bangunkanlah untuk mereka istana-istana yang dipenuhi oleh ajaran agama kita tentang toleransi dan kemuliaan. Maka mereka akan meninggalkan bangunan rapuh tersebut menuju istana yang mulia." (Hassan Al Banna- Risalah Baynal Amsi wal Yaum) 

Indah nian nasihat Imam Asy Syahid diatas tatkala beliau menekankan pentingnya posisi tiap kader yang mentasbihkan dirinya di jalan Dakwah fi Sabiilillah. Bahwa hakikat mereka adalah-meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Syekh Hasan Al Hudaibiy-Dua'aat Laa Qudhoot. Mereka adalah para penyeru bukan pem-vonis. 

Para penyeru yang mengajak kepada keluhuran akhlak, dan merangkul para mad'unya dalam kelembutan ukhuwwah. Bukan kepada kerasnya hati dan matinya nurani. Bukan pula kepada bekunya wajah dari senyum dan kakunya pundak dari rangkulan sapa. 

Semuanya selaras dengan Isi dan kandungan dari tujuan risalah Islam itu sendiri disampaikan kepada manusia. Untuk memanusiakan manusia dan mengarahkannya kepada penghambaan kepada Allah SWT semata. 

Allah 'Azza wa Jalla berfirman: 

"Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu..." Ali Imran: 159 

Syaikh Abdurrahman As Sa'di berkata ketika menafsirkan ayat ini dalam Tafsir As Sa'di-nya: "Ketika akhlak yang luhur dijadikan sebagai pokok Agama, maka ia akan menarik manusia kepada jalan Allah dan membuat mereka cinta berada di dalamnya. Karena ia bersamaan dengan pujian dan memiliki ganjaran khusus. Sebaliknya, ketika akhlak buruk menjadi pokok ajaran agama , maka ia akan membuat manusia lari darinya, dan membuat mereka benci terhadapnya. Karena ia bersamaan dengan celaan dan memiliki iqob yang khusus. Maka kepada Rasulullah saw yang ma'shum saja Allah swt berpesan seperti itu, apalagi kita yang dibawahnya?"

Imam Hasan Al Bashri menambahkan sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya: "Inilah akhlak Muhammad saw ketika ia diutus dengan ayat ini, serupa dengan ayat yang lain di Surat At Taubah: 128 ; sungguh telah datang kepada kalian Rasul dari kaummu sendiri, Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min" 

Aduhai mulianya dambaan umat manusia seluruh alam sallallahu alaihi wa sallam, ketika beliau bersabda: "Sesungguhnya aku diutus membawa ajaran yang lurus dan toleran, dan aku tidaklah diutus untuk membawa ajaran bid'ah para rahib", karena mendapati laporan dari Aisyah Ra bahwa sebagian sahabatnya keras dan ketat terhadap diri mereka sendiri dengan tidak memakan daging dan menjauhi istri-istri mereka. Hal ini sebagaimana yang dicantumkan oleh Ali Ibn Abu Bakar Al Haitsami dalam Majma'uz Zawaaid wa Manba'ul Fawaaid dari periwayatan Imam Ath Thabrani. 

Pemahaman inilah yang seyogyanya dimiliki oleh kita (kader.red), agar di kemudian hari kita tidak kesulitan untuk membangun basis di jaringan awam -rabthul 'aam- dengan mad'u seluas-luasnya. Karena barangkali ajaran yang kita serukan belum bisa mereka terima disebabkan tiap kali mereka menemui kita, mereka mendapati kita dalam keadaan Fadzhan Ghaliidzol Qolbi

Dan tempatkan toleransi dalam beragama sebagaimana mestinya, sebagaimana fitrah umat Islam ini menjadi Ummatan Wasathan, umat pertengahan alias moderat. Tidak seperti para pegiat liberalisme dan pluralisme yang salah kaprah dalam memperaktekkan 'toleransi umat beragama-nya'. Demi terwujudnya kelompok yang disebut oleh Allah dalam Surat Al Maidah: 54 ketika memuji Abu Bakar Ash Shiddiq Ra yang tegas memerangi orang-orang murtad dan penafi zakat "..kaum yang Allah cintai dan mereka mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mu'min, dan keras terhadap orang kafir, mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut kepada celaan para pemaki.." 

Juga ketika Allah swt meninggikan posisi Nabi Muhammad saw dalam Surat Al Fath: 48 dengan menyebut namanya secara eksplisit kemudian menyertakan orang-orang mu'min yang bersamanya karena mereka -Asyiddaa'u Alal Kuffari Ruhamaa'u Baynahum. Bukan sebaliknya; bertali kasih dengan orang kafir namun bermusuh misuh sesama mu'min. Ketika sikap yang ditampilkan oleh mereka tersebut dipertanyakan, mereka berdalih dengan 'Islam Rahmatan lil 'Aalamiin'. 

Akhirnya, perjalanan para 'penyeru bukan pem-vonis' akan bertemu dengan jalan para nabi yang mulia dan rasul yang terpuji karena beratnya tantangan dan dahsyatnya cobaan di jalan dakwah berhasil mereka moderasikan dengan karakteristik umat mereka masing-masing. Dan kita, orang-orang beriman adalah produk dari proses panjang tersebut.

Maka wajib bagi kita untuk terus bersyukur atas tertancapnya keimanan dalam relung kehidupan kita dan keyakinan akan ganjaran besar yang menanti di akhirat kelak terus melahirkan lezatnya keimanan untuk diri kita sendiri dan orang-orang yang kita ajak. 

Karena alangkah mulia mereka yang termasuk dari tiga golongan yang disebut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang telah mencicipi manisnya Iman. Mereka yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari apapun, Mereka yang tidak mencintai saudaranya kecuali karena-Nya dan Mereka yang benci kepada kekufuran karena tahu apa yang menunggu di baliknya dari azab neraka (Muttafaqun 'Alaih).

Wallahu A'lam


Oleh : Muh. Saihul Basyir (Kadept Kaderisasi KAMMI Komisariat LIPIA)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
29 Juli 2016 pukul 05.04 delete

ما شاء الله

Reply
avatar