Arkaanul Istibdaad : Rukun-Rukun Kehancuran


Al Quran Al Karim turun kepada Rasulullah saw untuk disampaikan isinya kepada seluruh alam semesta, seluruh manusia. Agar seluruh manusia mengambil pelajaran darinya, karena ia merupakan kitab petunjuk hidup. Life Guidance, petunjuk hidup di dunia dan akhirat, petunjuk agar kita selamat dari fitnah di dunia dan dari azab di akhirat.

Termasuk dari petunjuk yang ada di dalam Al Quran adalah adanya kisah-kisah para Nabi dan Rasul yang nyata terjadi dalam lembaran sejarah kehidupan manusia. Kisah-kisah kepahlawanan yang terkisah dalam Al Quran bukanlah dongeng, ia memang kisah nyata yang terjadi, sehingga nilai-nilai kepahlawanannya pun juga nyata, ia nyata terjadi dan nyata untuk diamalkan. Inilah yang kemudian menjadikan bahwa Al Quran bukanlah buku sejarah, walau di dalamnya ayat-ayat yang berbicara tentang sejarah lebih banyak dari ayat-ayat Ahkam (hukum-hukum). Karena tujuan penyebutan sejarah tersebut dalam Al Quran adalah untuk dijadikan pelajaran.

Dan dari banyaknya kisah tersebut ada sebuah kisah agung yang terulang banyak dalam Al Quran, yakni kisah Musa dan Firaun. Kisah yang terulang di banyak surat dalam Al Quran yang menurut para ulama tafsir menjadi kisah yang paling banyak terulang melebihi kisah-kisah kenabian lainnya. Bahkan Al Quran secara terus terang menyebut bahwa Al Quran ini adalah kisah tentang Bani Israil (kaumnya Nabi Musa as) kepada mereka sendiri.

Sesungguhnya Al Quran ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar perkara yang mereka perselisihkan” (QS. An Naml: 76)

Maka seharusnya tiap muslim yang membaca Al Quran mentadabburi apa yang mereka baca ketika mereka melewati ayat-ayat yang berkisah tentang Musa dengan kaumnya. Mentadabburi maknanya dan mengambil pelajaran apa yang sesuai dengan yang terjadi di masa sekarang.

Asy Syaikh Muhammad Hasan Waladid Didu Asy Syinqithi –hafizahullah- seorang ulama kontemporer asal Mauritania ketika menafsirkan surat Al Qashash yang didalamnya menjelaskan kisah Nabi Musa as. dengan Firaun memberikan tadabbur yang indah, bahwa ternyata kisah Nabi Musa dan Firaun yang banyak terulang dalam Al Quran sesungguhnya menjelaskan kepada kita bahwa sebuah sistem kekuasaan tertentu tidak akan dihancurkan oleh Allah swt. sebelum terpenuhi di dalam kehidupan mereka lima rukun, yang disebut oleh beliau dengan Arkaanul Istibdad (rukun-rukun kehancuran).

Dimana rukun-rukun ini jika terpenuhi pada satu sebuah sistem kekuasaan atau peradaban tertentu maka bisa dipastikan sistem kekuasaaan tersebut akan hancur lebur. Dan contoh terbaik yang pernah ada yang mengisahkan tentang hal ini adalah kisah Musa dengan Firaun.

Jika kita perhatikan kisah tersebut seksama di banyak surat Al Quran (Al Baqarah, Yunus, Ibrahim, Thahaa, Asy-Syuaara, Al Qashsash, Ghafir, An Naziaat, dsb.) kita akan menemukan bahwa kehancuran (istibdad) firaun dan kaumnya terjadi ketika terpenuhi kelima rukun tersebut.

Pertama, Raja yang sombong dan berkuasa, yang memiliki tanah kekuasaan beserta semua yang hidup diatasnya dan semua yang ada di dalamnya, dan rukun pertama ini ada pada diri Firaun. Sebagaimana kita baca dalam setiap tafsir, bahwa Firaun mengelola tempat dimana ia berkuasa dengan semena-mena, ia memperbudak rakyat Mesir, dalam hal ini bangsa Israil dan menguras sumber daya mereka dengan cara otoriter dan zhalim. Ia menindas mereka dengan siksaan yang pedih, menyembelih setiap anak-anak lelaki yang lahir dari rakyatnya sendiri dan kemudian mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan Yang Paling Tinggi.

Kedua, Menteri atau pembantu Sang Raja yang munafik dan penjilat, yang berusaha mewujudkan semua keinginan si Raja dan menjanjikan padanya bahwa ia mampu mewujudkan semua keinginan tersebut padahal faktanya tidak bisa, dan rukun kedua ini dilakoni oleh Haman. Haman si Menteri Firaun yang dalam surat Ghafir ayat 36-37 diceritakan bahwa ia diminta oleh Firaun untuk membangunkan untuknya menara yang tinggi lagi besar agar ia bisa naik ke langit dan membuka pintu-pintu langit, dan kemudian menantang Tuhannya Musa as. Haman pun menuruti perintah tuannya, membangunkan untuknya menara yang tinggi untuk dinaiki oleh Firaun, yang pada akhirnya, usaha tersebut berujung pada kehancuran Firaun dan menaranya “..dan tipu daya Firaun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.” (Ghafir: 37)

Ketiga, Konglomerat kaya yang memiliki banyak lahan usaha dan harta yang kemudian hasil dari pengelolaan hartanya digunakan untuk memperkuat kekuatan dan kezaliman sang penguasa, dimana rukun ketiga ini di masa tersebut terlakoni dalam diri Qorun. Di dalam surat Al Qashash ayat 76, dikisahkan bahwa kekayaan Qarun begitu banyak sehingga kunci perbendaharaannya saja harus dipikul oleh puluhan budak lelaki. Hal ini mengisyaratkan bahwa harta kekayaannya digunakan untuk memakmurkan perbudakan dan kezaliman yang terjadi di masa tersebut.

Keempat, Sekelompok ahli agama yang menggunakan ilmu agamanya untuk melegitimasi aturan-aturan penguasa yang zhalim dan menindas rakyat, dan legitimasi yang mereka lakukan tidak ada ada yang mengingkarinya, rukun keempat ini ada pada diri para tukang sihir sebelum mereka beriman. Para penyihir ini sebagaimana dikisahkan dalam rentetan ayat 37-47 surat Asy-Syuaara, bahwa mereka menantang Musa berduel di arena terbuka untuk mengadu “ilmu sihir” siapa diantara mereka yang lebih kuat. Semua golongan rakyat dari para pembesar sampai para budak diundang untuk menyaksikan duel terbuka tersebut. Dan di akhir, para tukang sihir ini kalah dan mereka masuk Islam. “..kemudian Musa melemparkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu. Maka tersungkurlah para penyihir itu, bersujud.” (Asy-Syu’aara: 46-47)

Dan kelima, Sekelompok orang yang bekerja secara beramai-ramai untuk menyebarkan informasi secara luas setiap kejadian yang terjadi menguntungkan penguasa yang zalim. Dan rukun kelima ini ada pada kelompok yang dalam banyak tafsir disebut dengan kelompok Hasyidun (gerombolan manusia). Mereka inilah yang dalam Asy-Syuaara ayat 39-40 berkata “..berkumpulah kalian semua, agar kita mengikuti para penyihir itu jika mereka yang menang”. Mereka akan menyebarkan informasi ke seluruh penjuru negeri hanya jika para penyihir menang. Jika mereka kalah, maka mereka tidak menyebarkannya.

Itulah kelima rukun kehancuran yang diceritakan dalam Al Quran dalam banyak potongan kisah Nabi Musa as dengan Firaun. Yang jika kelima rukun tersebut terjadi pada sebuah masyarakat dimanapun tempatnya dan kapanpun terjadinya, maka kehancuran pasti akan terjadi pada mereka. sebagaimana  kehancuran yang terjadi pada firaun dan bala tentaranya.

Oleh karenanya Allah swt. berfirman dalam surat Al Qashsash ayat 5 “Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi ini, dan kami jadikan mereka orang-orang yang mewarisi”. Dalam redaksi ayat ini, Allah swt tidak menggunakan kalimat “kaum Bani Israil”, akan tetapi Allah swt. menggunakan redaksi yang lain, yakni “orang-orang yang tertindas di muka bumi”. Ini mengisyaratkan bahwa kehancuran yang terjadi pada kaum Firaun juga bisa terjadi pada setiap kaum di manapun di muka bumi ini. Selama mereka sama dalam satu hal, yakni menindas orang-orang lemah dengan menggunakan seluruh perangkat sistem kekuasaan, mereka akan hancur.
Maka pada hari ini, jika kelima rukun tersebut kita konfersi maka rukun pertama adalah para penguasa otoriter yang menindas rakyatnya, yang memberlakukan kebijakan yang tidak pro rakyat dan semena-mena, tetapi sebaliknya kebijakan yang mereka berlakukan hanya menguntungkan kelompok mereka. Rukun kedua adalah para menteri dan pembantu para penguasa yang bertugas menjalankan kebijakan penguasa dan membantunya menipu rakyat. Rukun ketiga adalah konglomerat dan pengusaha yang menjadi penyokong penguasa zalim, yang hari ini mereka menjelma menjadi cukong-cukong kaya yang memodali para politisi buruk untuk maju melenggang menempati kursi-kursi kekuasaan.

Rukun keempat adalah para ulama suu’, atau orang-orang yang memiliki ilmu namun mereka menggunakan ilmu mereka untuk menempel pada penguasa, fatwa-fatwa mereka mengikuti kemauan penguasa, sekalipun penguasa tersebut zalim dan fatwa yang keluar bertentangan dengan risalah asli kenabian-tauhid dan maqashid syariah. Dan rukun kelima, adalah media massa yang setiap hari memproduksi berita-berita hoaks dan memfitnah kelompok kebenaran. Yang dengan berita-berita yang mereka produksi penguasa yang zalim pun diuntungkan. Atau dalam bentuk yang lebih buruk, media massa ini memang sudah “dibayar dan dibeli” oleh pemerintah.

Dua kelompok terakhir-ulama dan media massa-seharusnya adalah kelompok yang memiliki independensi dalam melakukan aktifitas mereka, karena kedua posisi ini erat kaitannya dengan  pandangan publik. Mata masyarakat dan telinga publik setiap saat menunggu dan mengawasi apa yang kedua kelompok ini lakukan.

Maka pertanyaan selanjutnya, apakah kelima rukun istibdaad ini sudah ada di tubuh bangsa ini? Marilah kita melihat lebih jernih apa yang sesungguhnya sedang terjadi pada masyarakat kita, yang disebut dalam terminoogi ulama sebagai ayat-ayat kauniyyah dan kemudian kita integrasikan dengan ayat-ayat qauliyah yang ada dalam Al Quran Al Karim.

Sehingga umat Islam yang mayoritas di negeri ini mampu mengambil pelajaran darinya dan terhindar dari kehancuran yang Allah swt. janjikan dalam Sunnatullah-Nya. Dan dalam kasus ini, mari kita sama-sama berdoa dan berharap bahwa suatu saat dari tempat atau pelosok negeri ini muncul Musa-Musa yang baru, yang dengan izin Allah swt. akan menyalamatkan orang-orang yang istiqomah dengan ajaran kitab suci mereka. Amin.

“dan (juga) Qarun, Fir´aun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu).
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Al Ankabut: 39-40).


Oleh : M. Saihul Basyir (Ketum Kammi Lipia ) 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »