Manusia di masa hidupnya tidak pernah tahu dimana tempatnya di akhirat kelak. Di sebaik baik tempatkah? Atau di
seburuk-buruknya? Amalan dan perbuatan baiknya semasa hidupnya, belum tentu
mengantarkannya ke surganya Allah swt kecuali jika ia memang mati dalam keadaan
tersebut. Sebaliknya, amalan buruk seorang semasa hidupnya, tidak pasti membuat
orang menuju neraka setelah kebangkitan kecuali ia memang mati dalam keadaan
tersebut.
Satu peristiwa yang terjadi di perang
Khaibar tahun 6 Hijriah membuktikan
dua gambaran diatas.
Ibnu Ishaq menyebutkan kisah tersebut dalam
sirohnya, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Bahwa ia berkata
"Tatkala kami meninggalkan Khaibar bersama Rasulullah saw. Menuju Wadil
Quro, kami singgah di sana sore hari menjelang terbenamnya matahari. Waktu itu
Rasulullah saw ditemani seorang budaknya, yang dihadiahkan kepada beliau oleh
Rifaah bin Zaid. Demi Allah, sesungguhnya budak itu tengah meletakkan barang
bawaan Rasulullah saw ketika tiba-tiba melesat ke arahnya sebatang anak panah
yang nyasar, lalu mengenainya sampai ia tewas. Kami pun berkata, 'Beruntunglah
ia mendapat surga.'
Akan
tetapi Rasulullah saw langsung membantah, 'Tidak, demi Allah Yang
menggenggam jiwa Muhammad, sesungguhnya selimutnya sekarang benar-benar sedang bernyala api atas dirinya.
Selimut itu dia ambil secara curang dari harta fa’i yang diperoleh kaum muslim
dari musuh di Perang Khaibar.’ Pernyataan
Nabi saw. itu didengar oleh salah seorang sahabat Rasulullah saw. lalu dia
datangi mayat budak itu. Ia berkata ‘Ya Rasulullah saw, saya mendapatkan
sepasang tali sandalku.’
Rasululllah saw.
bersabda. ‘Kelak dalam neraka, akan dipotongkan untukmu yang serupa dengan
sepasang tali sandalmu itu..’” Inilah gambaran pertama, yang menegaskan
bahwa tidak selamanya seorang yang terlihat baik, ternyata mendapati dirinya
dijanjikan dirinya masuk neraka oleh Rasulullah saw.
Di dalam riwayat yang
lain, Ibnu Ishaq mengisahkan satu riwayat pembandingnya, yaitu tentang seorang
budak lain bernama Al Aswad yang datang menghadap Rasulullah saw dan berkata,
“Ya Rasulullah saw, terangkanlah Islam kepadaku.” Rasulullah saw. pun
menerangkan Islam padanya, lalu dia masuk Islam. Setelah ia masuk Islam, dia
berkata, “Ya Rasulullah saw, sesungguhnya saya ini seorang buruh yang bekerja
pada pemilik (yahudi) kambing-kambing ini. Binatang-binatang ini merupakan
amanat kepadaku. Apa yang harus saya lakukan terhadap mereka?” “Pukullah
wajah binatang-binatang itu, sungguh mereka pasti akan pulang kepada pemiliknya.”
Demikian jawab Rasulullah saw.
Mendengar saran
Rasulullah saw, bangkitlah ia lalu mengambil batu kerikil sepenuh kedua telapak
tangan dan dia lemparkan ke muka kambing-kambing itu seraya berkata, “Pulanglah
kamu kepada tuanmu. Demi Allah, aku tak sudi lagi menemanimu buat
selama-lamanya.” Kambing-kambing itu pun pulang semuanya, seolah ada yang
menggiring mereka hingga masuk ke dalam benteng.
Sesudah itu, majulah Al
Aswad ini mendekati benteng Khaibar itu untuk ikut bertempur bersama kaum
muslimin. Malang, dia tertimpa batu lalu gugur, padahal ia belum pernah shalat
sama sekali. Jenazahnya lalu dibawa dan diletakkan di belakang Rasulullah saw.
dengan ditutupi selimut yang dipakainya. Rasulullah saw berkenan melihatnya
bersama beberapa orang sahabatnya. Tiba-tiba beliau berpaling dari mayat itu.
Para sahabat pun bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa anda berpaling darinya?”
Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya ia sekarang sedang ditunggui dua orang
istrinya dari bidadari.”
Syaikh Munir al Ghadhban-rahimahullah-mengomentari
kisah ini dalam Manhaj Harakinya, bahwa inilah dua gambaran yang kontras dari
dua orang budak yang ada dalam barisan bala tentara pasukan Islam. Keduanya
sangat unik dan mengagumkan. Yang seorang adalah budak Rasulullah saw. sendiri
yang terbunuh di hadapan beliau, yang menurut lahiriahnya patut mendapat ucapan
selamat karena akan masuk surga. Yang lain ialah seorang budah Yahudi, yang
sama sekali belum pernah melakukan shalat dan terbunuh di depan pintu benteng
dari mana ia berasal.
Walau demikian, selimut
yang diambil secara curang oleh budak Rasulullah saw. itu cukup menjamin dia
bakal terbakar oleh selimut itu sendiri dalam neraka dan menyebabkan dia tidak
mendapat surga. Bahkan, bakti dan khidmatnya kepada Rasulullah saw. maupun
keberadaannya selama ini dalam barisan kaum muslimin tidak bisa memberinya
syafaat.
Sementara itu, sifat
amanat dari budak Yahudi itu telah berubah menjadi karamah baginya, berupa
pelemparan batu kerikil sepenuh dua telapak tangan yang dia lemparkan ke muka
kambing-kambing itu. Dia lalu masuk Islam, bersih dari ke-yahudian, dan
dosa-dosanya selama ini menjadi musnah, berkat berpegang teguh pada amanat yang
luhur tersebut. Semua itu tidak berlangsung lama, hanya sebentar. Budak Yahudi
itu pun maju ke medan pertempuran dan langsung terbunuh. Datanglah kepadanya
kedua istrinya dari bidadari dan dengan sikap yang genit digandengnya budak itu
menuju surga.
Hai Para Pemuda Aktivis
Da’wah Islam!
Hendaklah pelajaran
tersebut senantiasa hidup dalam jiwa kita sekalian. Bahwa kesalahan sedikit apa
pun bisa saja menjeremuskan ke dalam neraka walaupun hanya sehelai selimut yang
diambil dari harta rampasan perang, yang tidak seberapa harganya sekalipun.
Kesalahan yang sedikit itu bisa mengakibatkan tidak tertolongnya seorang oleh syafaat
dari aktifitasnya dalam da’wah atau jerih payahnya dalam perjuangan maupun
posisinya dalam struktur tandzhim.
Adapun istiqomah dalam
menempuh manhaj Islam meski hanya sebentar dan sekalipun dilakukan oleh orang
yang dulunya merupakan musuhmu yang paling gigih memusuhimu, itu sudah cukup
menjamin bahwa orang itu mati syahid di jalan Allah, tanpa dihalangi oleh
sikapnya yang dulu ketika dia memusuhi habis-habisan terhadap Islam, bahkan ia
tidak perlu memiliki aset ketaatan ataupun ibadah. Niat yang jujur dan tekad
yang kuat untuk istiqomah itu saja sudah cukup dalam timbangan Allah untuk
menjamin dia masuk surga. Dalam hal ini, kita tidak perlu melihat fenomena
lahiriah karena Allah Ta’ala tidak melihat rupa maupun amal, tetapi justru
mempperhatikan hati kita.
Sekarang, sudah saatnya
bagi pemimpin gerakan Islam untuk tidak berlebihan dalam menilai
pribadi-pribadi-khususnya para aktivis gerakan-dengan hanya melihat senioritas
struktural sehingga prajurit ini dinaikkan ke tingkatan tertinggi tanpa mempedulikan
tingkah laku moral maupun tarbiyahnya.
Sekarang, sudah saatnya
juga bagi para pemuda gerakan Islam untuk tidak berlebihan dalam menolak
memberikan kepercayaan kepada seseorang yang baru masuk ke dalam barisan.
Misalnya dengan tidak mempercayainya sama sekali karena belum melewati jenjang
struktural yang ada dalam jamaah. Hal ini karena bisa jadi seorang naqib (pemimpin)
justru tergolong ahli neraka, sedangkan anggota baru, yang masik tampak bekas
perlawanannya terhadap Islam itu, justru tergolong ahli surga.
Sekarang, sudah saatnya
bagi kita untuk lebih berhati-hati dalam beramal dan bijak dalam menilai!
oleh: M.Saihul Basyir (Ketum Kammi Lipia)
EmoticonEmoticon