Oleh : M.Syukron
Muchtar
Ustadz adalah sebuah profesi, jika diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia ustadz berarti guru, sebuah profesi yang mulia, yang
mengajarkan orang lain sebuah ilmu. Begitu mulianya pekerjaan ini sampai-sampai
banyak orang yang menjulukinya pahlawan tanpa tanda jasa.
Meski memiliki arti arti yang sama, dalam pandangan banyak
masyarakat Indonesia tidaklah sama antara guru dan ustadz. Seorang ustadz
dipandang memiliki kemuliaan yang lebih dibandingkan seorang guru. Hal itu
disebabkan karena ustadz diidentikkan dengan seorang juru dakwah atau seorang
yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang urusan agama.
Bagi seorang juru dakwah atau seorang pelajar ilmu agama
yang ikhlas pandangan seperti itu harus mampu disikapi dengan bijak dan penuh
kerendah hatian, karena jika tidak maka hal itu mampu menjadi bagian dari sebab
yang akan merusak ketulusan niat dalam berdakwah dan menuntut ilmu agama,
sehingga akan memunculkan sikap sombong dan merasa diri lebih baik dari orang
lain yang tidak memiliki aktifitas serupa.
Seorang juru dakwah dan penuntut ilmu agama yang sudah
tertipu dengan sebutan ustadz akan merasa bahwa dirinya adalah orang yang
sangat dibutuhkan dalam dakwah dan masyarakat,. Padahal tidaklah sedikitpun
dakwah islamiyah dan masyarakat merasakan rugi ketika kehilangan seorang yang
memiliki karakter tersebut.
Seorang yang sudah tertipu dengan sebutan ustadz akan
senantiasa menunjukkan ketinggian ilmu dan keluasan wawasannya. Akan banyak
keluar dari lisannya kata-kata yang indah jika berhadapan dengan orang lain
yang pada hakikatnya hal itu
bersebrangan dengan karakternya jika berada dalam kesendirian. Demi menjaga
reputasinya, ia tidak canggung menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepada
dirinya meskipun tidak memiliki pengetahuan tentang itu. Ia akan tersinggung
jika ada orang yang memanggil dirinya tanpa memberikan gelar ustadz padanya,
sebaliknya jika dipanggil dengan sebutan ustadz dengan segera ia menyeru
panggilan itu.
Seorang yang sudah tertipu dengan sebutan ustadz akan
mengisi hari-harinya dengan kesombongan dan kangkuhan. Ia tidak sudi jika ada
orang yang dianggapnya memiliki kualitas dibawahnya memberikan nasihat
kepadanya. Jika ada orang yang menegurnya atas kesalahan yang dilakukannya,
dengan segera ia mencari alasan dan berargumen demi membenarkan apa yang telah
dilakukannya. Sebaliknya, jika ada orang yang melakukan kesalahan, bagaikan
seorang yang tak berdosa ia menegurnya dengan cara yang mungkin akan
menyebabkan patah hati dan kekecewaan orang yang mendengarnya.
Seorang yang sudah tertipu dengan sebutan ustadz akan merasa
senang jika ada orang yang memujinya, ia
merasa orang tersebut telah jujur dalam berbicara. Sungguh tidakkah ia malu
pada Abu Bakar Ash-Shiddiq yang ketika dipuji segera mengucapkan do’a :
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Artinya :
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25: 145, Asy Syamilah).
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25: 145, Asy Syamilah).
Wahai kader dakwah! wahai penuntut ilmu agama! Janganlah
tertipu dengan gelar ustadz, rendahkanlah hati, dan luruskanlah orientasi.
Muhammad bin Wasi’ seorang laki-laki sholih yang hidup sezaman dengan Imam
Hasan Al-Bashri mengatakan : “Jika nama orang-orang sholih disebut, maka aku
adalah orang yang terasing”
Tawadhu’lah! Ikhlaslah! Dan janganlah tertipu dengan gelar
dan popularitas!
“Orang yang suka dengan popularitas adalah orang yang belum merasakan manisnya ketaatan kepada Allah Ta’ala” (DR.’Aidh Al-Qarni)
“Orang yang suka dengan popularitas adalah orang yang belum merasakan manisnya ketaatan kepada Allah Ta’ala” (DR.’Aidh Al-Qarni)
1 komentar:
Write komentarmaa syaa allah
ReplyEmoticonEmoticon