Steve Jobs dan Kematian: iPhone dan iMuslim

Siapa yang tak kenal Steve Jobs? Si Jenius di balik suksesnya perusahaan teknologi Apple (juga Pixar) ini bisa disepadankan dengan Bill Gates, si Jenius lain di balik suksesnya Microsoft. Keduanya adalah inovator dengan segudang ide brilian dan karya yang mengubah dunia. Dunia maya dengan aneka perangkat dan aksesorinya tak lepas dari buah karya mereka berdua.
Tanggal 5 Oktober 2011, Steve Jobs meninggal dalam usia 56 tahun setelah terdiagnosa kanker pankreas 7 tahun silam.
iPhone menjadi penentu tren ketika ia memperkenalkannya ke masyarakat dunia di awal tahun 2007. Telepon pintar dengan layar sentuhnya itu benar-benar memukau penggemar teknologi dan terjual lebih dari 100 juta keping. Bagaimana ia memperagakan kecanggihan iPhone dengan menggerakkan jari telunjuknya di atas layar untuk menekan tombol atau menggeser tampilan layar dan memperbesar gambar, segera menjadi inspirasi bagi perusahaan lain untuk menghasilkan teknologi dan tampilan serupa. Kini, jutaan produk lain telah muncul dengan berkiblat kepada kesuksesan iPhone.

Jutaan orang telah merasakan manfaat dari karya dan inovasi Steve Jobs. Ide-idenya pun mungkin akan terus menginspirasi orang lain sepeninggalnya. Bagi Steve Jobs sendiri, kesuksesannya itu tentu telah ia rasakan hasilnya di dunia ini. Kekayaannya tak perlu ditanyakan lagi karena kini perusahaan Apple telah mengungguli Microsoft dan menjadi nomor dua perusahaan teknologi terbesar di bawah Exxon Mobile.
Ya, bagi mereka yang menginginkan kesuksesan di dunia ini, Steve Jobs pantas untuk ditiru. Prinsip dan gaya manajerial serta inovasinya sangat khas.
Ia berani gagal: ia pernah didepak dari Apple di masa kejayaannya pada 1985. Tidak semua produk inovasinya sukses di pasaran. Kesuksesan iPhone dianggap sebagian orang meng-kanibali, memakan korban iPod yang telah sukses sebelumnya.
Ia berani sempurna: lihatlah desain-desain produk Apple, sangat keren, sederhana namun elegan. Untuk hal ini ia berani menyewa para ahli desain dan mencoba prototipe produknya hingga maksimal. Para insinyur perancang iPod harus semalaman mengganti colokan headphone berulang-ulang karena Steve Jobs menganggap ‘klik’-nya kurang pas.
Ia tak pernah berhenti belajar: ketika dikeluarkan dari Apple, ia membuat perusahaan baru, tidak hanya bergerak di bidang komputer tetapi juga desain grafis. Ia mempelajari bagaimana Sony mendesain jenis huruf, tata letak dan berat kertas dalam pengepakan produknya. Ia berkeliling ke halaman parkir untuk mempelajari desain badan mobil Jerman dan Italia ketika memikirkan bentuk iMac.
Ia suka kesederhanaan: dalam desain produknya, salah satu elemen utama adalah sederhana, bersih namun elegan. Ia pernah memerintahkan perancang iPod untuk melepas semua tombol termasuk on/off pada desain awal. Para perancang mengeluh, namun akhirnya mereka menemukan ‘roda gulung’ (tombol melingkar) yang menjadi ikon iPod itu.
Kanker yang dideritanya sepertinya memberi kesan mendalam bagi Steve Jobs pribadi. Ia mulai memikirkan kematian, arti kekayaan dan kesuksesan yang sebenarnya. Dalam pidatonya di Universitas Stanford pada 2005, ia menyampaikan sebuah pernyataan indah di bagian akhir:
Karena hampir segalanya – semua harapan dan pujian dari luar, semua kebanggaan, semua ketakutan akan malu atau kegagalan – semua ini akan sirna di depan kematian, meninggalkan hanya satu yang benar-benar penting… Tak ada alasan untuk tidak mengikuti nuranimu.
Hati kecil atau nurani manusia itu cenderung kepada kebaikan dan petunjuk dari Allah, karena sebenarnya ketika kita masih di alam ruh, sebelum dilahirkan melalui rahim ibu kita, Allah telah mengambil sumpah kepada kita semua:
Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari (tulang) belakang mereka dan Dia jadikan mereka saksi terhadap diri mereka sendiri: Bukankah Aku Tuhan kamu? Mereka semua menjawab: Benar, kami menjadi saksi. Yang demikian supaya kamu tidak berkata pada hari kiamat kelak: Sesungguhnya kami adalah lalai (tidak diberi peringatan) tentang (hakikat tauhid) ini. (Al Isra: 127)
Tak ada alasan untuk tidak mengikuti nuranimu, demikian ujar Steve Jobs. Ungkapan ini mengingatkan kita kepada nasehat Rasulullah saw.:
Dari Wabishah bin Ma’bad ra, ia berkata, “Saya mendatangi Rasulullah saw, lalu beliau bertanya, ‘Engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan?’ Saya menjawab,’Ya.’ Beliau bersabda, ‘Mintalah fatwa kepada hatimu; kebajikan adalah sesuatu yang jiwamu tenteram kepadanya dan hatimu menjadi tenang, dan dosa adalah sesuatu yang mengganjal di dalam jiwa dan ragu di dada, meski manusia memberi fatwa kepadamu’” (Imam Nawawi berkata, “Hadits hasan, kami meriwayatkannya dalam dua kitab Musnad; Ahmad bin Hanbal dan Ad-Darimi dengan isnad hasan“).
Jika saja Steve Jobs seorang muslim, semua karya, inovasi dan ide-idenya akan menjadi ladang pahala yang tak terkira besarnya. Ia bisa menjadi salah satu dari muslim terbaik sebagaimana yang disabdakan Rasulullaah saw.:
Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya, baik amalnya. (HR. Ahmad).
Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. (HR Bukhari)
Sayang beribu sayang, Steve Jobs bukanlah seorang muslim. Belum pernah terdengar kabar berita bahwa ia menemukan hidayah agama yang lurus ini. Wallahu a’lam. Dari silsilahnya, sebenarnya ia memiliki ayah seorang imigran, mahasiswa doktoral ilmu politik di Universitas Wisconsin asal Suriah, Abdulfattah Jandali. Namun ia kemudian diadopsi oleh keluarga Jobs di San Fransisco.

Perumpamaan orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (Ibrahim: 18)

(Sumber :  http://fimadani.com/steve-jobs-dan-kematian-iphone-dan-imuslim/ )

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »