Tenanglah, Setenang Khadijah


"Demi Allah, Dia (Allah) tidak akan menghinakanmu selamanya, sungguh engkau adalah penyambung tali silaturrahim, pemikul beban orang yang mendapat kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu dan pendukung setiap upaya penegakan kebaikan."

Itulah kalimat yang keluar dari lisan ibunda Khadijah -radhiyallahu 'anha-, wanita yang mendapat salam dari Allah dan malaikat Jibril, wanita yang sudah mendapat jaminan masuk surga dengan istana yang megah, wanita yang selalu disamping sang suami dikala orang-orang menjauhinya karena menjalankan tugas kerasulan, padahal mereka memberinya gelar "ash shodiq al amin".

Ada peristiwa yang melatarbelakangi kalimat ibunda Khadijah -radhiyallahu 'anha- itu keluar dari lisannya, peristiwa yang merubah perjalanan hidup suami dan dirinya. Suasana yang tegang, emosional, takut sangat tergambarkan dalam detik-detik itu. Peristiwa yang diriwayatkan oleh imam Bukhari di kitab shahihnya dari ibunda 'Aisyah -radhiyallahu 'anha- adalah saksinya.

Berikut ibunda Aisyah menuturkan setelah nabi mendapat wahyu pertama di gua Hira: "kemudian Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- pulang dengan gemetar lalu menemui istrinya sembari berucap: "selimutilah aku, selimutilah aku" beliau pun diselimuti sampai hilang rasa takutnya. Lantas nabi menuturkan kisahnya dan berkata: "aku sangat khawatir terhadap diriku", Khadijah kemudian berkata: "Demi Allah, Dia (Allah) tidak akan menghinakanmu selamanya, sungguh engkau adalah penyambung tali silaturrahim, pemikul beban orang yang mendapat kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu dan pendukung setiap upaya penegakan kebaikan." Kemudian Khadijah bersama nabi berangkat menuju Waraqah bin Naufal sepupu Khadijah."

Itu adalah penggalan peristiwa pasca wahyu pertama turun. Kondisi yang menggambarkan bagaimana ketakutan nabi akan apa yang terjadi padanya. Bagaimana tidak takut dan gemetar? sesosok orang asing tiba-tiba datang dan menyuruhnya untuk membaca surat kemudian mendekapnya erat sampai-sampai nabi susah bernafas karena tidak bisa membaca. Dan lebih membuat takut lagi sosok orang tadi muncul dengan wujud aslinya yaitu malaikat dengan enam ratus sayap dan duduk di singgasana diantara langit dan bumi.

Pada saat inilah hadir sang istri dengan kelembutan hati, ketenangan jiwa, ketulusan cinta dan kecerdasan solusi.

Sang istri dengan tenang melayani permintaan suami dan menemaninya, bukan menyuguhkan segudang pertanyaan yang akan menambah keruhnya suasana hati nabi. Setelah kondisi suami tenang barulah dimulai dialog yang diawali dengan kata-kata nabi: "aku sangat khawatir terhadap diriku" dengan tenang yang diselimuti rasa cinta pada suami sang istri lagi-lagi hadir dengan solusi yang menentramkan hati: "Demi Allah, Dia (Allah) tidak akan menghinakanmu selamanya."

Ada hal menarik dari kalimat Khadijah -radhiyallahu 'anha- yaitu bagaimana bisa seorang Khadijah dengan yakin Allah tidak akan menghinakan nabi (padahal saat itu belum jadi nabi)? DR. Ali Muhammad ash Shalabiy dalam bukunya as Sirah an Nabawiyyah menjelaskan hal itu bisa diketahui oleh Khadijah dari perangai nabi di kesehariannya yang selalu berakhlak baik dan orang yang paling dekat dengan nabi, yang merasakan langsung baiknya akhlak nabi setiap hari adalah sang istri "Khadijah -radhiyallahu 'anha".

Setelah hati nabi tenang dan suasana sudah mulai cair, sekali lagi sang istri hadir dengan solusi penyelesaian yang menunjukkan kecintaannya pada sang suami dan kecerdasannya. Dibawalah nabi menemui sepupunya yang ahli ilmu untuk menyelesaikan masalahnya. Subhanallah, cerdasnya Khadijah penyelesaian masalah di tangan ahli ilmu, dibawanya masalah untuk diselesaikan kepada ahlinya. 

Radhiyallahu 'anki duhai bunda...
Tiga solusi yang luar biasa dari sang istri: sentuhan fisik (menyelimuti nabi), sentuhan jiwa (kalimat penentram) dan solusi inti (ahli ilmu).

Maka,
Tenanglah, setenang Khadijah duhai para istri.
Baiklah, sebaik suami Khadijah wahai para suami.


Oleh : Ardhan Misa Tonadisiki

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »