Belajar dari Pinocchio, Si Drama Korea


Drama korea, dunia sekarang siapa yang tidak mengenal dengan hasil kreatifitas anak-anak dari negeri ginseng ini. Sentuhan dari tangan-tangan handalnya bisa menembus pasar dunia, bahkan tanah air kita.

Dari anak-anak sampai orang dewasa bisa dipastikan pernah melihat drama korea. Dari orang di kampung sampai yang duduk di pemerintahan juga tidak mau kalah. Saya menduga dari sekian banyak penikmat drama korea pasti kenal dengan Lee Min Ho, bahkan sampai ada yang mengatakan "dia kakakku" saking ngefansnya.

Pernahkah kita sejenak merenungi nilai yang dibawa oleh drama-drama itu? atau bahkan hanya baper saja yang terjadi setelah nonton?. 

Ada satu drama, saya kira penikmat drama korea mengenalnya sangat akrab. Pinocchio drama yang mengisahkan seorang anak perempuan yang tidak bisa berbohong. Bagi orang yang suka mencari nilai dari drama-drama tersebut, akan berfikir sepertinya judul dengan jalan ceritanya tidak seirama.

Tapi bagi saya, judul dan jalan ceritanya ada korelasi, apa itu? mari kita lihat. 

Drama ini mengisahkan sebagian besar bagaimana peran media dalam menggiring opini masyarakat, yang baik menjadi jelek dan jelek menjadi baik. Drama yang menggambarkan secara nyata kondisi dunia kita saat ini. 

Drama yang memberi pesan kepada kita siapa dibalik media itu, untuk apa media itu, skandal apa yang ditutupi, siapa yang ingin dihancurkan, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan.

Memberi gambaran bahwa masyarakat pada umumnya terlalu percaya dengan apa yang digambarkan oleh media, mengesampingkan kondisi nyata si korban.

Munculnya sosok pinocchio dan seorang anak korban pelintiran media memaksa media untuk berlaku adil dan jujur tidak menguntungkan si raja uang. Ini setidaknya korelasi yang saya dapatkan dari drama itu.

Itu kisah dalam drama yang fiktif, bagaimana dengan kehidupan kita yang nyata saat ini? lebih mengerikan dan menakutkan. Benar-benar peran media untuk mengubah opini masyarakat luar biasa kuatnya. 

Masalah yang besar, merugikan negara dan masyarakat banyak disamarkan, sedangkan yang kecil-kecil dan tidak ada kaitannya dibungkus rapi seakan-akan masalah besar.

Kita butuh sosok yang bisa memaksa media berlaku adil dan jujur, sebagaimana yang telah Umar bin Khattab lakukan setelah ikrar masuk Islam dengan mendatangi seorang penyampai kabar, yang memaksanya untuk mengubah kata "shaba'" yang konotasinya negatif menjadi "aslama" yang artinya "masuk Islam atau telah selamat".

Andakah sosok itu ? atau lembaga andakah sosok itu? kami masih terus menanti.

Dan sekali lagi, kita dituntut menjadi membaca berita yang cerdas.

Oleh : Ardhan Misa Tonadisiki

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »