Taat Allah, Taat Rasul, atau ‘Taat Pribadi’?


Belakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan fenomena Dimas Kanjeng yang bernama asli Taat Pribadi. Pasalnya, ia disebut – sebut sebagai orang sakti yang dapat menggandakan uang. Bahkan ia memiliki padepokan. Dengan sistem yang terstruktur rapi dan ‘kesaktian’ yang mumpuni, ia mulai menjaring pengikut yang akhirnya berdatangan dan tersebar di seluruh Indonesia.

Namun sepandai – pandai menyimpan bangkai pasti akan tercium juga, dan sepandai – pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga. Setelah terbukti sebagai otak dari kasus pembunuhan dua orang pengikut setianya, ia pun ditangkap di padepokan yang telah ia rintis sejak lama itu. Lalu kemudian dari pembunuhan, kasusnya terus berkembang kepada kasus penipuan. Karna ternyata semua ‘kesaktian’ dan kemampuannya itu hanyalah tipuan semata.

Mirisnya, ia didukung oleh seorang doktor lulusan salah satu universitas di Amerika, yang juga seorang tokoh ICMI bernama Marwah Daud. Ia membela Sang Kanjeng habis –habisan, dan menyebutnya sebagai seorang wali yang mempunyai karomah. Ia bahkan rela mundur dari jajaran kepengurusan MUI karenanya. Banyak yang menyayangkan kenapa tokoh cerdas seperti Marwah bisa menjadi pengikut setia Dimas Kanjeng.

Lain lagi dengan kasus Gatot Brajamusti yang juga mendirikan padepokan dan dianggap sebagai ‘guru spiritual’ di kalangan para artis. Anehnya ada aktifitas penggunaan narkoba berjenis sabu di padepokannya. Namun ia berkilah dan mengatakan bahwa itu bukan sabu, melainkan ‘Asmat’ yaitu makanan jin. 

Taat Pribadi dan Gatot Brajamusti hanyalah segelintir dari banyak oknum – oknum yang ‘menjual’ agama untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri. Tapi yang mengherankan, mereka mempunyai pengikut yang tidak sedikit dan kebanyakan berasal dari kalangan berpendidikan.

Beribu tanya mungkin terlintas di benak kita, bagaimana hal seperti itu bisa terjadi? Apakah segudang ilmu yang mereka dapatkan, dan sederet gelar yang tersemat pada nama mereka, atau berbagai jabatan yang mereka duduki tak mampu menunjuki dan menuntun mereka kepada kebenaran? Mengapa mereka yang dikenal dengan kecerdasannya, begitu mudahnya tertipu?

Kita tau bahwa manusia dikaruniai nafsu untuk berkehendak atau berkeinginan. Tanpa nafsu barangkali takkan ada kemajuan dalam hidup manusia. Namun nafsu seringkali lebih cenderung kepada keburukan. Karena itulah Allah berikan akal pada manusia sebagai penyeimbang agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya. Kemudian dengan akal itulah, Allah memuliakan anak cucu Adam A.S. ini atas semua makhluknya, sebagaimana yang tercantum dalam Surah At-Tin ayat 4. Dengan akal, manusia mentafakkuri alam sehingga ia mendapat petunjuk untuk beriman kepada Allah. Akal pulalah yang dipakai manusia sebagai alat untuk menggali ilmu-ilmu sains eksperimental dan rahasia – rahasia alam untuk dimanfaatkan bagi kepentingan manusia.

Banyak di antara manusia yang berilusi bahwa sesuatu yang muncul dari hawa nafsunya ia anggap berasal dari akal mereka, lantaran mereka puas dengannya. Demikian pula mereka berilusi bahwa was – was (bisikan – bisikan buruk) yang dibuat syaitan (dari kalangan jin maupun manusia) dalam dirinya dan mereka puas dengannya, dianggap dari akal mereka sendiri. Padahal pada hakikatnya mereka itu telah dihiasi oleh syaitan, sehingga memandang indah keburukan mereka, lalu menuruti hawa nafsu tanpa bukti (hujjah syar’iyyah) dari Rabb mereka, sebagaimana firmanNya : 

أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ كَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ (محمد : ١٤)
“Maka Apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (shaitan) menjadikan Dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?”. (Q.S. Muhammad : 14)

Manusia yang hanya mengandalkan akal dan nafsunya saja justru bagaikan kapal tanpa layar yang terombang – ambing di lautan. Seringkali kita lupa bahwa ada satu unsur lagi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, ia bagai mercusuar bagi pergerakan akal dan nafsu. Ia bahkan merupakan tujuan diciptakannya jin dan manusia : Aqidah. 

Kisah Nabi Yusuf Alaihissalam mengajarkan pada kita pentingnya penanaman aqidah sejak dini. Hidup dalam asuhan dan bimbingan ayahnya yang shalih, Nabi Ya’qub Alaihissalam, ia tumbuh dengan pemahaman aqidah yang baik yang tertanam kokoh dalam dirinya, tercermin dalam akhlaq dan budi pekertinya yang mulia. Lihatlah bagaimana ia yang ketika itu sedang berada dalam gejolak masa mudanya, digoda untuk berzina oleh seorang wanita cantik dan terhormat. Tanpa mengingkari bahwa ia pun berhasrat pada wanita itu, namun kemudian ia seolah melihat ‘tanda’ dari Tuhannya berupa nasihat yang yang ada dalam hatinya, pengetahuannya tentang ilmu halal dan haram, serta tegaknya dalil yang menunjukkan jeleknya perbuatan zina dan bahwa perbuatan itu diharamkan. Nasihat itu berjalan lurus dalam hatinya dan berdiri tegak dalam qalbunya, yakni rasa takut dan taqwa kepada Allah. Maka ketika ia melihat ‘tanda’ itu, ia serta-merta menahan hasratnya, memohon ampun dan berhenti. Begitulah kekuatan aqidah pada diri setiap orang yang berpegang teguh padanya.

Maka teruntuk Para Ayah dan Bunda.. teruntuk ummat wasathiyyah, yang panjinya adalah Amar Ma’ruf Nahi Munkar.. Sesungguhnya kita adalah Agen-agen penjaga ayat-ayat Allah di muka bumi, khaliifah fil ardh. Setiap anak adalah amanah yang dititipkan. Tugas kitalah untuk menyemai bibit aqidah padanya sejak dini, merawat dan menyiramnya setiap hari.. Hingga saat ia tumbuh dan beranjak dewasa, iman telah tertancap kuat dalam dirinya, membuatnya selalu Taat Allah Taat Rasul, bukan Taat ‘Taat Pribadi’ atau Taat – Taat yang lain.

Setiap saat dalam hidup, kita akan terus dihadapkan pada pilihan – pilihan. Dan jika iman atau aqidah telah tertancap kokoh pada diri, mengakar kuat dalam hati, maka Allah akan memberi petunjuk dan kekuatan pada kita.. untuk menentukan pilihan yang tepat.. untuk melawan semua godaan, semua suara-suara dalam diri kita, dan semua keinginan yang membawa kita pada kerusakan.

Berbahagialah yang jadikan iman di atas rasa dan logika. Karena siapa yang bertuhan pasti akan bertahan!

Oleh : Mawaddah AR

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »