Umat islam di Indonesia adalah bagian terbesar dari bangsa bangsa Indonesia yang sudah menikmati kemerdekaan semenjak tahun 1945 hingga saat ini atau sekitar tujuh puluh tahun lamanya. Tujuh puluh tahun adalah usia yang sudah sangat lanjut bagi suatu bangsa. Bahkan negara Islam yang didirikan oleh Rasululah dahulu di kota Madinah, hanya membutuhkan sekitar dua dekade untuk menaklukan dua negara super power kala itu yaitu; Romawi dan Persia. Berarti sebetulnya umat islam Indonesia sudah sangat dewasa, sangat matang dan sangat tua menjadi bangsa yang merdeka di muka bumi ini. Namun apakah kemerdekaan itu benar-benar menjadi rahmat, nikmat dan ridho Allah atau sebaliknya kemerdekaan adalah jeratan berikutnya bagi umat Islam Indonesia? Kenyataannya hingga saat ini, umat islam di dunia termasuk di Indonesia, dalam keadaan terpuruk, terhina, lemah, dan tak bisa berbuat apa-apa untuk membela dirinya.
Negara Palestina sudah empat puluh tahun lebih dijajah oleh kaum Zionis Israel. Meskipun Palestina berada di tengah-tengah negara-negara Muslim di Timur Tengah, akan tetapi sampai sekarang Palestina masih menderita, ditindas, dan dijajah oleh Israel. Indonesia sebagai negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, tidak mampu banyak berbuat, hanya memberikan ucapan, statement, doa dan bantuan–bantuan materil ala kadarnya. Padahal yang diharapkan oleh saudara-saudara kita di Palestina adalah kemerdekaan yang sesungguhnya, merdeka dari penjajahan politik, ekonomi, ideologi, budaya, serta diakui keberadaannya di dunia internasional. Seperti yang terjadi di Palestina, terjadi pula di Mesir. Beberapa tahun lalu partai Islam menjadi pemenang Pemilu di Mesir. Partai tersebut mencita-citakan agar Al-Qur’an dijadikan sebagai dasar hukum positif. Kemenangan partai Islam tersebut berbuah terpilihnya seorang Muhammad Mursi sebagai presiden. Akan ttetapi,tak berapa lama kemudian sang presiden dikudeta oleh militer yang didukung oleh sekumpulan negara yang membenci pertumbuhan dan perkembangan Islam di sana. Kudeta berdampak pada penistaan terhadap aktivis Ikhwanul Muslimin yang menjadi basis pendukung partai pemenang Pemilu Mesir. Begitu pula di Yaman yang sebelumnya adalah negara Islam Sunni yang aman dan tenang, akan tetapi kemudian ketenangan itu diusik oleh Kelompok Syiah Houthi yang dibantu oleh Negara-negara Syiah seperti’ Iran. Kelompok Syiah Houthi memberontak dan melakukan kudeta terhadap presiden republik Yaman sehingga melanggengkan perseteruan antara komunitas Sunni dan Syiah.
Berhubungan dengan aliran aqidah syiah, ketua Majelis Ulama Indonesia tahun 1983-1990 KH. Hasan Basri dalam sambutannya pada seminar nasional tentang syiah (21-9-1997 di aula Masjid Istiqlal) mengatakan “Saya berdialog dengan beliau (Bapak Ismail Shaleh, menteri kehakiman), saya katakan : Pak menteri, Ahmadiyah ini buat umat islam menjadi duri dalam daging.” dan beliau juga menyatakan “Kalau dari segi ajaran bahaya syiah melebihi ekstasi dan narkotik, sebab dia meracuni aqidah. Kalau ekstasi dan narkotik dia meracuni fisik, tetapi kalau aqidah diracuni, itu sangat berbahaya bagi manusia.” Maka dari itu Majelis Ulama Indonesia memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan bangsa Indonesia, khususnya umat islam, agar mewaspadai masuknya aliran Syiah. Saat ini beberapa tokoh Syiah sangat aktif berperan di beberapa lini kehidupan seperti; politik, ekonomi dan pendidikan.
Masih ada lagi umat islam yang menderita yaitu bangsa Rohingnya. Rohingnya adalah suatu suku bangsa asli Myanmar. Meskipun penasehat negaranya adalah peraih nobel perdamaian, tetapi suku bangsa Rohingnya tetap tidak diakui keberadaannya. Satu lagi umat islam yang menderita yaitu di negara tetangga kita Filiphina. Mereka dipojokkan sampai ke selatan bahkan dituduh teroris, Abu Sayyaf dan lain sebagainya. Inilah sekian data dan fakta keterpurukkan umat islam di dunia internasional.
Bangsa Indonesia boleh berbangga dan bersenang hati bahwa Indonesia mayoritas muslim bahkan Indonesia adalah negara yang terbanyak penduduk muslimnya. Rakyatnya mudah naik haji sampai-sampai kuota sepuluh tahun baru bisa naik haji, jalan-jalan tol selalu ada rest area dan dimana ada rest area selalu ada masjidnya yang ketika waktu maghrib tiba jama’ah rela antri bersip-sip untuk bisa sholat berjamaah di masjid tersebut. Ibadah mahdoh seperti sholat, shoum, zakat, shodaqoh terus meningkat. Tetapi urusan ibadah ghoiru mahdoh seperti urusan politik dan ekonomi bukannya meningkat malah menurun sampai kepada titik-titik yang hampir kepada titik nadir (langka).
Sekitar satu tahun yang lalu telah terjadi satu peristiwa yang harus diketahui dan dipahami oleh umat islam Indonesia. Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Tolikara Provinsi Papua. Tepatnya di salah satu masjid umat islam di sana. Ketika umat islam ingin melaksanakan sholat idul fitri 1436 H datanglah segerombolan massa yang dipimpin oleh satu jamaah gereja GIDI (Gereja Injili di Indonesia) menyerang dengan melempari batu dan anak panah kepada para jamaah. Bukan hanya itu tapi masjid dan toko-toko kaum muslimin yang ada di sekitar masjid pun dibakar habis. Kejadian ini terjadi di Indonesia bukan di Amerika, Eropa, Rusia ataupun di negara-negara yang anti islam, di Indonesia yang memiliki jumlah umat islam terbanyak di dunia. Lantas dimana persaudaraan umat islam yang banyak ini, ulama tidak banyak bicara, muballigh asik saja ceramah di tv, media menutup-nutupi info ini dan berusaha menggiring opini publik kepada yang mereka inginkan. Seolah negara absen dalam kejadian tersebut.
Indonesia bukanlah Islamic State tetapi Indonesia adalah Moslem State, Moslem People karena mayoritas penduduknya adalah Muslim. Sungguh ironis ketika umat Islam dihadapkan pada kenyataan bahwa ibukota negara saat ini dipimpin oleh seorang non-Muslim. Semenjak ia menjabat telah ada dua masjid yang dibongkar, yaitu; Masjid Baitul Arif di Kampung Melayu dan satu lagi Masjid Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki yang janjinya dahulu akan dipindahkan ke tempat yang lebih layak karena kedua masjid tersebut dibangun di atas tanah negara dan dengan berbagai macam alasannya namun sampai sekarang janji tersebut belum terealisasikan. Kemudian yang baru-baru ini terjadi tepatnya pada tanggal 4 Juni 2016, Gubenur yang Non-Muslim tersebut mengumpulkan sekitar 1700 kepala sekolah di Gedung Yayasan Budha Tzu Chi, padahal mayoritas kepala sekolah beragama islam namun mengapa harus dikumpulkan di tempat tersebut dan tidak di balai-balai pertemuan yang lain. Dalam pertemuan tersebut pak Gubernur menghimbau kepada seluruh kepala sekolah agar tidak mewajibkan siswi-siswinya untuk memakai jilbab. Dengan berbagai alasan yang ia buat-buat untuk menguatkan larangannya. Inilah sekian data dan fakta yang harus diketahui umat islam yang memiliki Gubernur yang Non-Muslim.
Setelah 71 tahun kita merdeka, umat islam di Indonesia belum menjadi subjek dan masih menjadi objek. Objek ekonomi, budaya, dan politik. Masih menjadi mainan oleh orang-orang yang berkuasa yang anti islam walaupun agama mereka islam. Umat islam Indonesia masih menjadi konsumen dan belum menjadi produsen. Di bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri umat islam ibadah, tapi orang lain yang kaya. Karena umat islam belanja di pasar untuk kebutuhan puasa dan idul fitri, tapi yang banyak menguasai toko dan ekonomi adalah mereka yang Non-Muslim. Umat islam Indonesia masih menjadi tamu di negeri sendiri dan belum menjadi tuan rumah sepenuhnya. Banyaknya pemilihan pemimpin di daerah-daerah namun umat islam belum bisa menjadi pemenang sepenuhnya. Kalimantan Barat dua periode Gubernur dan wakilnya Non-Muslim, padahal Kalimantan Barat tujuh puluh persen penduduknya beragama islam. Kalimantan Tengah Gubernur sebelumnya Non-Muslim meskipun wakilnya muslim namun secara politik Wakil Gubernur muslim dibawah Gubernur yang Non-Muslim adalah sedekah suara dari jamaah wakil gubernur untuk kemenangan Gubernur. Ia memimpin selama sepuluh tahun (2005-2015) padahal enam puluh persen penduduknya beragama islam. Begitu juga yang terjadi di Solo yang dipimpin oleh walikota yang Non-Muslim. Padahal disana terdapat gerakan-gerakan islam, laskar-laskar islam, ada pesantren-pesantren seperti Pesantren Ngruki, ada Dewan Dakwah, ada Nahdatul Ullama dan ada Muhammadiyah. Dan di depan mata kita DKI Jakarta, pintu gerbang Republik Indonesia dipimpin oleh Gubernur yang Non-Muslim.
Sebagai umat islam khususnya di Indonesia kita harus bisa menjawab mengapa keterpurukan ini bisa terjadi di negara yang mayoritas muslim. Tujuh puluh satu tahun merdeka tetapi kita belum bisa menikmati secara utuh sebagai warga negara Indonesia yang nomor satu. Tidak seperti di Malaysia yang warga melayunya menjadi warga kelas satu. Mereka dibantu dengan modal-modal untuk usaha, mudah mendapatkan pekerjaan dan posisi yang tinggi di perusahaan milik negara. Agama Islam adalah agama negara karena bangsa Melayu identik dengan islam bahkan orang melayu yang murtad dianggap bukan melayu. Bank-bank syariah dibiayai oleh negara sehingga kemajuan bank syariah jauh lebih besar daripada di Indonesia. Begitu juga dengan tetangga kita Brunei Darussalam. Negara kecil bahkan sangat kecil hanya sebagian kecil dari pulau Kalimantan. Namun di Brunei jarang sekali ditemukan adanya pengangguran dan orang miskin sehingga sebagian zakat masyarakatnya dikirimkan ke Indonesia. Pembantu rumah tangga dikirim dari Indonesia begitu juga sopir dan pekerjaan-pekerjaan rendahan lainnya sangat jarang sekali orang Brunei asli yang mengerjakannya. Guru-guru dan dosen-dosen terbaik dari Indonesia hijrah ke Brunei untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Dan yang luar biasanya di tahun 2015 negara Brunei telah mengumumkan pada dunia bahwa ia telah melaksanakan syariat islam secara utuh. Begitu juga dengan negara kecil bekas jajahan Inggris di Afrika, yaitu Gambia yang telah mengumumkan pada dunia bahwa ia telah menjalankan syariat islam secara utuh. Dan satu negara lagi, yaitu Turki yang dahulu sempat dipimpin oleh pemerintah yang berideologi sekuler namun dengan rahmat Allah ia memberikan hidayah kepada para pemimpin Turki dan memenangkan umat islam. Sehingga sekarang jilbab sudah tidak dilarang lagi dan masih banyak lagi kebaikan yang Allah berikan kepada negara tersebut.
Dua hal yang harus dilakukan umat islam Indonesia agar bisa bangkit dari keterpurukkan ini adalah; Pertama adalah menyatukan seluruh umat islam di Indonesia. Ada sangat banyak ormas islam ataupun gerakan islam di Indonesia, namun kebanyakan dari mereka hanya memikirkan kepentingan golongannya masing-masing. Belum berani berfikir jauh ke depan untuk menyatukan seluruh umat islam khususnya yang ada di Indonesia. Itulah salah satu solusi secara jangka pendek kita wajib menyadarkan diri kita untuk mau duduk bersama, mau bergesekan bersama, mau bermusyawarah, bersatu dan kompak untuk menghadapi common enemy. Common enemy islam dan umat islam Indonesia secara Ideologis adalah sekularisme, ahmadiyah, syiah, dan aliran-aliran sesat lainnya. Islam juga memiliki common enemy secara politik dan ekonomi yaitu mereka yang menguasai aset-aset negara dan yang menguasai politik di Indonesia meskipun mereka muslim namun ideologinya tidak islam secara utuh. Umat islam harus ada dalam satu barisan yang kokoh dengan visi dan misi yang sama yaitu menegakkan hukum Al Quran di negara kita Indonesia ini. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat Ash Shoff ayat 4 “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”.
Setelah umat islam berhasil bersatu dalam satu tujuan maka yang selanjutnya dilakukan adalah kembali kepada sunnah. Ada empat sunnah yang harus diamalkan oleh umat islam khususnya di Indonesia. Yang pertama adalah bahwa Nabi Muhammad SAW adalah kepala negara. Beliau bukanlah hanya sebagai da’i yang menyeru kepada kebaikan dan melarang kepada keburukan namun beliau juga sebagai pemimpin negara. Pemimpin haruslah orang yang sholih dan mushlih karena amanah kepemimpinan yang luar biasa beratnya tak akan mampu diemban tanpa didasari dengan iman yang kuat dan ditunjang dengan pemahaman agama yang baik. Kepimimpinan adalah senjata yang sangat ampuh dalam menyebarkan dakwah. Ketika Rasul SAW masih berada di Mekkah yang dikuasai oleh kafir musyrikin quraisy beliau tak mampu berdakwah secara leluasa sehingga pengikut-pengikutnya pun kebanyakan di awal hanya berasal dari kalangan budak. Namun ketika ia hijrah ke Madinah dan kekuasaan politik berada di tangan beliau, maka dengan cepat islam tersebar ke seluruh jazirah arab.
Sunnah kedua adalah Madinah sebagai negara pemerintahan. Kita telah memiliki wilayah yang dibatasi dan diakui oleh dunia internasional sebagai milik Republik Indonesia. Artinya kita telah menjalani sunnah yakni memiliki tempat dan kedudukan di suatu wilayah untuk menajalani sitem pemerintahan sebagaimana Rasul SAW di Madinah.
Adapun sunnah ketiga yakni Al Quran sebagai hukum tertinggi negara. Jika kita benar-benar meyakini Al Quran dan tidak ada hukum yang lebih tinggi di dunia ini melainkan hukum Allah yaitu Al Quran maka menjadikan Al Quran sebagai konstitusi negara adalah tujuan yang harus dimiliki oleh setiap muslim dan dengan tujuan ini pula mereka harus bisa bersatu dan merealisasikannya secara jamaah.
Sunnah yang terakhir yang harus diamalkan oleh umat islam khususnya di Indonesia adalah jihad sebagai gerakan perjuangan. Sesuatu yang ditakutkan oleh musuh-musuh islam adalah ketika gelora dan semangat jihad berkobar dari dalam hati seorang muslim dengan ketulusan dalam mengembannya. Karena dengan kekuatan jihadlah islam dahulu pernah berjaya dan menguasai sebagian besar wilayah di muka bumi ini. Jihad tidaklah harus berkorban nyawa namun dengan mengorbankan harta, waktu, serta pemikiran dalam rangka menegakkan hukum Al Quran di Indonesia adalah bagian dari jihad.
Itulah sekian data dan fakta keterpurukan umat islam dan dua poin bagaimana mengembalikan kejayaan islam dahulu. Intinya setiap musllim harus masuk ke dalam islam secara kaffah atau totalitas. Tidak hanya memaksimalkan diri dalam ibadah yang bersifat hanya untuk dirinya namun juga memikirkan dan mengusahakan bagaimana islam dan hukum Al Quran bisa tegak di negri kita tercinta Indonesia. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 208 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”.
Oleh : Muhammad Umair (Staff Kaderisasi KAMMI Komisariat LIPIA)
EmoticonEmoticon