Sang Kehampaan




Apa yang akan kau lakukan jika kehampaan datang menghampirimu? Menemanimu ketika hawa nafsu menjatuhkanmu kedalam lubang hitam pekat yang disebut kegelapan. Lalu kehampaan mengusik jiwa-jiwa yang tenang, sehingga partikel-partikel kegelisahan berkumpul menjadi satu dan merusak sistem hati yang tertanam pada jasad setiap manusia.

Sudah 5 tahun berlalu sejak kehampaan datang menghampiri, menemani kehidupanku yang penuh dengan sisi gelap. Aku yang kala itu tidak memiliki tujuan hidup dan tersesat di dalam labirin kemaksiatan. Hampir kehilangan segalanya, teman, sahabat, bahkan keluarga. Aku Yang hanya dapat membatin didalam hati, karena sang kehampaan sudah menguasai seluruh indra perasaku.

Andai waktu bisa terulang, tentu aku ingin kembali ke masa dimana masih dikelilingi oleh tawa dan senyum orang-orang yang dicintai. Mereka kini telah tiada. Saat itu mereka semua meninggalkanku sendiri bersama mahluk tak berwujud yang bernama kehampaan. Mereka pergi ke suatu tempat yang tak bisa dijangkau oleh siapapun. Aku saat itu masih terlalu bodoh dan tak mengerti tentang takdir yang telah Allah tetapkan, sehingga hawa nafsu menguasai diri dengan mudahnya.

Kehilangan keluarga tentu sesuatu yang berat bagiku yang kala itu masih memasuki angka 18 dalam hitungan kehadiranku di dunia ini. Kala itu aku merasa sangat konyol, mengapa kecelakaan maut itu bisa merenggut semua keluargaku dan hanya menyisahkan aku seorang? Bukankah ini tidak adil? Mengapa aku tidak boleh ikut bersama mereka? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di pikiran, hingga aku mulai kehilangan akal sehat dan hidup sebagai sebatang kara.

Ayahku 3 bersaudara dan seluruh keluarganya tinggal di kampung halaman, hanya ayah yang merantau dari sulawesi ke Jakarta, sementara ibu hanyalah seorang anak tunggal. Akupun memulai kehidupan yang sebatang kara di Jakarta. Aku yang saat itu sedang terpuruk di hibur oleh salah satu teman SMA yang bernama Romy, iya selalu ada di sampingku seakan tahu segala rasa sakit dan keterpurukanku kala itu.

Bermula dari temanku Romy yang mengajak untuk menginap di kosannya, awlanya hanya makan malam dan berbincang-bincang dengannya, sambil menyaksikan tayangan di televisi. Namun segala kenormalan tersebut berubah ketika malam mulai larut kemudian aku melihat 2 sosok pria bertubuh besar masuk kedalam kosan Romy, tanpa basa-basi Romy langsung membiarkan mereka masuk dan langsung menyergap, aku yang disergap dua pria bertubuh besar tidak bisa berbuat banyak, gerakanku sudah benar-benar terkunci. Beberapa saat kemudian Romy mengeluarkan barang berbentuk suntikan dari sakunya. “Tenang aja bro, ini gak akan sakit,” ujar Romy. Seketika dia langsung menusukkan jarum suntikan itu ketanganku, rasanya sakit namun beberapa saat kemudian aku langsung merasakan kenikmatan dan ketenangan, lalu pengelihatanku mulai kabur dan membuat tak sadarkan diri.

Ketika terbangun, aku berada disebuah lapangan rumput. Aku berusaha mengingat kejadian apa yang melandaku sebelum tak sadarkan diri. Ya… Romy. Si penghianat itu telah menyuntikkan sesuatu yang kuyakin suntikan itu jelas bukan suntikan biasa, mungkin telah dipakai oleh beberapa orang yang memiliki penyakit di dalam tubuhnya. Aku harus membalas apa yang telah ia lakukan, seseorang yang kupercayai kini malah menghianati dan membuat kehidupanku semakin terpuruk. Aku bersumpah pada diriku sendiri untuk menemui Romy dan menuntut apa yang telah dia lakukan.

Keesokan harinya aku langsung menuju ke kosan Romy, aku yang sedang dikendalikan emosi sudah mengantungkan sebuah pisau di saku celana sebagai senjata. Sialnya saat sampai, ternyata kosannya telah kosong dan Ibu kos bilang dia sudah pergi dan tidak tinggal di situ lagi. Cepat juga geraknya, aku yakin bahwa dia sudah merencanakan segala sesuatunya dengan rapih.

Akhirnya aku mulai memasuki dunia para berandal, sudah jelas tujuanku adalah untuk mencari Romy. Menjadikan para berandal itu sebagai teman dan link untuk mencapai tujuan, sudah jelas mereka meminta suplai materi. Setiap uang yang dikirimkam oleh paman, kuhabiskan untuk balas dendam dan menemukan sosoknya. Dengan para berandal, aku yakin menemukan Romy bukanlah hal yang sulit karena aku yakin Romy juga pasti pernah berkomunikasi dengan mereka.

Aku yang bersahabat dengan para berandal, mulai terbawa pergaulan mereka. Mulai menjadi pencandu narkotika. Ganja, kokain, dan opium bagaikan cemilan sehari-hari. Orang-orang di sekitarku mulai menjauh, temanku hanyalah mereka yang sama terjerumusnya kedalam dunia hitam. Aku merasa tak bisa lepas lagi dari kegelapan yang menyelimuti saat itu, setiap ganja yang kuhisap menjadi rasa nikmat tersendiri, namun aku menyadari, masih ada sebuah makhluk di dalam diriku, membuat diri sering membatin dalam hati, yang dulu juga sesekali datang dikala aku sedang menjauh dari jalan kebenaran. dia adalah sang kehampaan.

Akhirnya aku dapat menemukan keberadaan Romy, dia tinggal di sebuah kos kecil yang berada di daerah Bogor. Aku tepat berada di depan pintu kosannya, aku mengetuk pintu. Sebentar!!! Ujarnya dari balik pintu. Ia mebuka pintu dan tersentak ketika melihat sosokkulah yang berada di balik pintu itu.

“Hai… lama tak jumpa Romy”. Ujarku

Secara spontan aku langsung mencekik leharnya dan memojokkannya ke arah dinding.

“gue kecewa banget sama lu rom, selama ini gua percaya sama lu, tapi lu malah menjebak gue!!!” ujarku yang emosinya sudah tak terbendung

“iya gue tau lu pasti sangat kecewa” ujar Romy dengan wajah datar

“Bisa-bisanya lu ngomong sesantai itu!!! apa yang udah lu suntikin ke gue? Gue gak akan segan-segan merobek leher lu kalau lu udah berbuat yang macem-macem sama gue!!!” ujarku yang emosinya semakin meluap.


“itu suntikan Morfin, bekas gue, dan juga bekas preman-preman yang dulu nyergap lu…”

Aku terdiam, entah mengapa hawa nafsuku yang sudah mengambil alih dengan sempurna kini tiba-tiba mereda, inilah kenyataannya, hawa nafsu dan kemaksiatan telah merusak masa depan 2 anak muda yang sedang berdiri di sini. Amarah didalam diriku belum padam, namun semua itu seakan tersamarkan oleh penyesalan. Aku benar-benar merasa bodoh, merasa kosong, dan merasa hampa. Aku beranjak meninggalkan Romy tanpa melakukan apapun kepadanya, dia pun tersungkur di pojok dinding masih terdiam dengan tatapan kosong.

Aku berdiri di sebuah ruangan kosong, lalu aku melihat sosok bertudung yang agak samar berdiri tak jauh dari hadapanku. Kau siapa? Tanyaku. Dia berjalan mendekat kearahku lalu tersenyum. Aku sosok yang selama ini bersemayan di dalam hatimu. Apa yang kau inginkan dariku? Tanyaku kembali. Tiba-tiba iya memelukku dengan begitu erat, aku hanyut dalam dekapan perasaan yang begitu dalam pada kehampaan, membuatku tersadar bahwa dialah sang kehampaan yang selama ini tertanam di dalam hati. Namun pelukan eratnya benar-benar menghangatkan. Beberapa saat kemudian kehampaan melepaskan pelukannya dan beranjak meninggalkan ruangan. Jadilah lelaki yang kuat, setelah pertemuan ini carilah aku kembali jika kau ingin tahu jawabannya.

Aku terbangun, pertemuan tadi ternyata hanyalah sebuah mimpi. Namun mimpi itu selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Sejak pertemuan dengan Romy, entah mengapa setiap ganja yang ku hisap menjadi penyesalan bagiku, namun apa daya, aku yang kala itu sudah mengalami candu hanya bisa menyesal Ketika barang haram tersebut habis terhisap olehku. Dan ditambah sekarang ini, pertemuanku dengan sang kehampaan semakin menimbulkan tanda tanya besar bagiku.

Beberapa hari kemudian aku mulai jarang berkumpul dengan teman-teman sepecanduku, aku benar-benar merasakan kehampaan dari setiap perbuatan yang kulakukan bersama mereka, mereka mulai sering melakukan hal-hal keji, mungkin itu dampak dari apa yang mereka konsumsi, aku yang tak ingin seperti mereka mulai menemukan kembali akal sehatku yang sudah lama terkubur, membuatku berpikir bahwa hal yang kulakukan ini adalah sia-sia dan tak ada gunanya.

Semua terasa makin jelas ketika menyaksikan temanku yang sedang menggunakan barang adiktif itu tewas dihadapanku. Sejak pemakamannya aku sudah tidak pernah berkumpul dengan teman-teman pecanduku. Penyesalan selalu datang di akhir, kehampaan sudah mulai merasuki seluruh sendi kehidupan. Aku berpikir untuk menyerahkan diriku ke tempat rehabilitasi terdekat.

Setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya aku menyerahkan diri ke tempat rehabilitasi, aku mengingat bahwa dulu ayah pernah berkata bahwa pintu taubat Allah selalu terbuka sebelum ruh meninggalkan jasad. Aku yakin ini adalah kesempatan untuk berhijrah, mengembalikan lagi kehidupan yang sempat terenggut oleh oleh hawa nafsu dan kemaksiatan.

Kini aku bersyukur, setidaknya sudah kembali menemukan kehidupanku, uang yang dikirimkan paman setiap bulannya tidak lagi dibelikan untuk barang-baranhg haram, aku mulai menabung dan mencari rizki yang halal, shalat 5 waktu yang dulu ditinggalkan mulai kulaksanakan kembali, di usiaku yg masih cukup muda tentunya masih mempunyai keinginan melanjutkan kembali studi ke jenjang yang lebih tinggi. Aku sadar bahwa cobaan yang kualami 5 tahun bukanlah akhir dari kehidupan, tapi adalah sarana manusia untuk bermetamorfosis. Namun di sisi lain aku merasa mulai kehilangan sosok yang dulu sering menemaniku ketika masih bergelut dalam kegelapan. Sang kehampaan.. dimanakah engkau?

Aku masih teringat mimpiku 5 tahun yang lalu, aku mulai sadar apa jawaban dari kedatangannya saat itu. Kebanyakan orang mungkin mendefinisikan kehampaan adalah ketika mereka tidak memiliki pasangan hidup, atau dikala mereka kesepian, atau mungkin dikala mereka tidak memiliki boyfriend atau girlfriend di kesehariannya. Namun dari caranya datang, aku sadar bahwa sesekali dia akan datang, mengingatkanku akan tujuan dan kebenaran, dikala futur melanda dia akan datang kembali, bagai penanda bahwasanya aku sudah mulai jauh dari jalan Allah. Ketika kau mulai merasuki kehidupan, secara tak langsung kau mengingatkanku untuk mengingat Allah.

Ya..itulah tujuan kedatanganmu… Terimakasih sang Kehampaan..



Oleh: Salman Al- Farisi (Staff MEKOMINFO KAMMI LIPIA)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »