Urgensi Majlis Tarjih di KAMMI : Sebagai Respon Problematika Kontemporer Berbasis Syariah


(Tidak setiap perselisihan yang ada itu dianggap, kecuali perselisihan yang memiliki ruang ijtihad)

....


Ketika jalur ekspansi dilakukan, pembenahan dalam berbagai sektor terus diperbaharui dan diperbaiki. Cermin dari Umar misalnya, sahabat agung dan salah satu pemilik investasi terbesar dalam basis keilmuan Islam banyak mengajarkan hal tersebut. Ijtihad-ijtihad Umar bersama Majlis syuro-nya banyak menelurkan hukum-hukum baru yang maslahat dalam khazanah islam. 

Khazanah yang dibangun Umar untuk merespon perubahan sosial, sedikit banyak mulai terbangun di harakah-harakah Islam modern saat ini. Seperti adanya majlis Tarjih pada Muhammadiyah, Bahts al-Masail pada NU, Majlis Syuro pada Ikhwan al-muslimin dan lain sebagainya. Paling tidak, adanya majlis-majlis tersebut mempunyai manfaat yang cukup besar minimal dikalangan internal mereka sendiri. Kader-kadernya mampu bersikap, menaati pandangan organisasi, ataupun minimal menghormati keputusan organisasi jika berbanding terbalik dengan pandangan yang dipegangnya.

Seharusnya heterogennya kader-kader KAMMI saat ini dapat dijadikan alasan pembentukan semacam “Majlis Tarjih” sebagai respon atas keanekaragaman pemikiran yang bergejolak ataupun tentang sikap atas kondisi kekinian yang ber-nuansa syariah. Jika diawal-awal pembentukan KAMMI memiliki kader-kader yang paling tidak berbasic “tarbiyah”, saat ini sedikit demi sedikit berbanding terbalik. Pun, jikalau memang saat ini posisi orang-orang tarbiyah yang berada di KAMMI masih mendominasi dipelbagai struktural, adanya majlis semacam tarjih dapat bermanfaat untuk ekspansi kedepannya yang diharapkan mampu menjangkau semua mahasiswa dari berbagai latar belakang yang berbeda. Jadi sama sekali bukan dimaksudkan sebagai dewan fatwa yang tentu standarya terlampau tinggi berada di organisasi kepemudaan ini.

Adanya perselisihan antar kader dalam beberapa persoalan furu’ (cabang) bisa menjadi bom waktu jika tidak segera dipecahkan dalm konteks keislaman. Dan lagi merebaknya kader-kader serta Alumni KAMMI dari kampus berbasis Islamseperti ; LIPIA, UIN, UIKA, dan Universitas-universitas maupun Institute Islam swasta lainnya diharapkan mampu berkontribusi minimal sebagai respon sosial yang tidak meninggalkan ciri khas syariah-nya. Memang majlis itu nantinya tidak akan membahas semua gejolak internal atau eksternal tetapi hanya yang sesuai dengan kemaslahatan dan manfaat sesuai dengan kaidah: “wa laisa kullu khilafin jaa-a mu'tabaron, illa khilafan lahu hazhzhun minan nazhor” (Tidak setiap perselisihan yang ada itu dianggap, kecuali perselisihan yang memiliki ruang ijtihad). Ibn Taimiyah juga menegaskan bahwasannya ; kebenaran ijtihadi (yang sesuai Syariah) tidak dapat dianggap sesat ataupun salah oleh penganut yang lainnya (Majmu’ al Fatawa juz 10 hal; 383-384). Artinya, KAMMI tidak perlu terlalu khawatir jika ijtihad yang digagas oleh majlisnya (yang berisi orang-orang kompenten) memiliki respon negatif dari musuh-musuh islam ataupun disalahfahami organisasi lain.

Percayalah, adanya “komponen struktural berbasis syariah” adalah ijtihad baru yang akan meng-akselerasikan gerakan ini kedepannya. Semangat literasi di KAMMI juga dapat dikatakan masih kecil saat ini, sehingga banyak kader-kader struktural yang mencomot pemikiran dari kultural yang terkadang benar tapi juga terkadang sering ngawur. Tentu tidak dapat disalahkan mengingat struktural sendiri tidak mampu memberi wadah khusus untuk literasi apalagi yang berbasis syariah. Maka tidak heran, paham-paham yang terlampau ngimpor yang seharusnya tidak dapat digunakan dalam konteks ke-Indonesiaan dipaksakan hadir dan memecah belah umat. 


Ijtihad ekspansi, juga ijtihad atas respon sosial berbasis pemahaman syariah yang diharapkan mampu menjadi model baru bagi KAMMI sebagai organisasi muslim yang memiliki cita-cita besar; me-Negarawakan kader-kadernya.


Terakhir sebagai penutup, Ada kutipan menarik dari orientalis H. Gibb, dia menulis; “gerakan-gerakan Islam biasanya berkembang dengan cepat dan mengagumkan, gerakan ini mampu memancarkan kekuatan yang mendadak, jauh sebelum pengamat menyadari tanda-tanda eksistensinya. Akan tetapi gerakan-gerakan ini menjadi kurang berbobot karena tidak mampu merespon perubahan-perubahan yang secara mendetail dan solutif” (H. Gibb, aliran-aliran modern dalam Islam).


Oleh : Rino Budi Utomo (Kader KAMMI LIPIA & IDEte)

Tembusan: Ketum PP
                    Ketum PW se-Indonesia
                    Ketum PD se-Indonesia
                    Ketum PK se-Indonesia
          Alumni Keluarga KAMMI se-Indonesia




Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
10 September 2016 pukul 04.10 delete

MasyaAllah, Barakallahu fiik, ini merupakan hasil pemikiran yg luar biasa & jarang diwujudkan dalam bentuk literasi. Selama ini mungkin konteks seperti ini sudah sering dibahas hanya saja dalam bentuk Komentar atau komentar dalam diskusi pergerakan KAMMI. Semangat terus kader KAMMI LIPIA, poros kebangkitan pergerakan KAMMI sesuai tage line "MUSLIM NEGARAWAN" Allahu Akbar

Reply
avatar