Ramadhan, satu bulan dari dua belas bulan hijriah yang
kehadirannya selalu ditunggu oleh seluruh umat Islam. Kehadirannya selalu
dinanti oleh umat Islam, karena keagungan, kesucian, dan kebaikan yang dibawa
olehnya. Seluruh sendi kehidupan umat Islam di bulan ini menjadi berharga
karena janji dari Rasulullah saw. amalan wajib berkali lipat pahalanya, amalan
sunnah menjadi seperti wajib pahalanya.
Dzikrullah membumbung tinggi tiap waktu mengiringi shaum,
ayat-ayat suci al Qur’an menjadi bacaan harian yang didambakan. Umat Islam
berbondong-bondong mendatangi rumah Allah tiap malam untuk berdiri, ruku’,
sujud, menyempurnakan salam-salam taraawih.
Begitu banyak variabel kebaikan dan rasaa’ilut tarbiyyah yang
seharusnya bisa menjadikan seorang mukmin keluar dari madrasah rabbaniyyah ini sebagai
mu’min haqqan, karena ia merealisasikan ibadah ramadahan sebagai momentum
perubahan kepada ketakwaan yang lebih tinggi dan terpuji.
Namun dari sekian banyak pesan tarbiyah (bentuk pendidikan)
yang Allah berikan untuk umat Islam, ada satu pesan tarbiyah yang Allah
tekankan ada pada tiap ibadah umat dalam bulan ini. Yaitu pesan perjuangan.
Pesan agar umat islam berjuang di jalan Allah swt. bahwa
sejak Allah syari’atkan puasa untuk umat ini di tahun kedua hijriah, Allah swt.
takdirkan umat islam untuk terus melakukan perjuangan. Perjuangan dalam banyak
artian, diantanya perjuangan dalam artian menaklukkan apa yang lebih besar dari
diri sendiri, pesan ini nampak dalam pesan shaum, dimana seorang mukmin ketika
berpuasa hakikatnya ia sedang berjuang menaklukkan hawa nafsu yang mengajaknya
pada maksiat dan kufur nikmat.
Juga perjuangan dalam artian, menaklukkan musuh Allah
dalam peperangan dan membebaskan kaum muslimin dari cengkeraman mereka. Ya,
sejarah mencatat bahwa peperangan terbesar pertama milik umat islam terjadi
pada bulan Ramadhan.
Perang Badar Al Kubro yang terjadi pada tahun 2 Hijriah menjadi
bukti nyata perjuangan umat Islam menghadapi kaum musyrikin Makkah. Perjuangan yang seendainya tidak dimenangkan
kaum muslimin, maka keberadaan kita sebagai seorang muslim barang kali
patut dipertanyakan.
Perjuangan dalam artian berjihad membebaskan tanah umat
islam dari penjajahan kaum imprealis juga pernah kita lakukan, ya kita bangsa
Indonesia, yang memproklamirkan kemerdekaan negara kita pada bulan Ramadhan,
hari ke sembilan tahun 1346 Hijriah. Cita-cita besar yang akhirnya terwujud
setelah tumpahnya darah jutaan jiwa, bahkan sebelum bapak proklamator kita,
Bung Karno lahir. Darah pasukan Pengeran Diponegoro saat Perang Jawa begejolak,
darah para mujahid Perang Sabil di Aceh, darah para Sultan Islam, dan
prajuritnya dari mulai Banten, Mataram, Ternate, Tidore, hingga Makassar.
Dan jikalau perjuangan memproklamasikan Indonesia di
waktu tersebut tidak berhasil, maka mungkin pula keberadaan kita sebagai bagian
dari rakyat Indonesia saat ini patut pula dipertanyakan. Karenanya, selain
bersyukur kepada Allah swt. atas limpahan rahmat-Nya menjadikan kita umat islam
yang hidup di Indonesia dengan lisan, seyogyanya bagi kita juga menyusukuri
nikmat tersebut dengan sepenuh jiwa raga kita.
Dengan menghidupkan kembali api perjuangan dalam dada
kita, sebagaimana para pendahulu kita menyalakan api tersebut dalam dada
mereka. Apalagi jika kita intropeksi diri kita lebih dalam, dan menemukan jati
diri kita lebih dari sekedar seorang muslim, tapi jati diri kita sebagai
seorang aktifis gerakan mahasiswa islam. Yang seharusnya lebih membuat api
perjuangan itu lebih membara dan bertahan lama.
Perjuangan melawan rezim pemerintahan yang kian hari kian
represif terhadap umat islam. Rezim yang semena-mena menawan kebebasan para
ulama dengan meng-kriminalisasi mereka. Rezim yang seakan lupa dan diam
membiarkan keadilan sosial terampas dari rakyat, dan memonopolinya untuk kepentingan
asing dan aseng. Rezim yang perlahan mematikan nawacita reformasi, dengan
mempertontontkan kebatilan tiap hari di hadapan rakyat. Rezim yang kini sudah
bertranfrormasi menjadi tirani hukum, dengan menangkapi aktifis-aktifis islam
dan membiarkan aktifis selainnya yang sama-sama berdemonstrasi menuntut
didengar suaranya.
Maka kita sampaikan dengan lantang, kami tidaklah takut
akan kebatilan! Karena ia akan selalu menjadi musuh kami. Dan bahwa menyatakan
kalimatul haq di depan pemimpin zhalim adalah sebaik-baik jihad!. Tidak ada
satupun rekayasa manusia yang mampu membuat kami mundur dari baris terdepan
memperjuangkan kepentingan agama Allah ini, karena kami yakin di bulan agung
ini, Allah swt. akan melipatgandakan ganjaran dari perjuangan ini lebih banyak
dan lebih besar lagi.
Karena pula, perjuangan kita selalu diliputi kewaspadaan akan tidak bisanya
generasi yang hidup setelah kita merasakan nikmatnya berislam dan beriman
dengan leluasa. Sebagaimana para generasi badar di zaman Rasulullah saw.
khawatir bahwa islam tidak dapat lagi terwariskan para generasi anak cucu
mereka dengan baik. Perjuangan kita juga diliputi kecemasan akan hilangnya
nurani yang berkeadilan dari bumi pertiwi ini, sebagaimana para founding
fathers kita dahulu cemas anak cucu yang hidup di generasi setelah mereka
kehilangan rasa keadilan bagi seluruh rakyat negeri ini.
Berjuang dan lawan tirani !
Penulis : Muhammad Saihul Basyir (Ketua Umum KAMMI LIPIA)
EmoticonEmoticon