Teringat kisah persahabatan di masa Rasulullah saw. Iyasy bin Abu Rabi`ah ra beliau adalah sahabat Umar bin Khattab ra. Saat mereka berdua hijrah dari Mekah menuju Madinah, di tengah perjalanan ia disusul oleh Abu Jahal karena ia tergolong orang yang terpandang, dan Abu Jahal merasa khawatir jika hijrahnya ke Madinah akan diikuti penduduk Mekah. Abu Jahal mengejarnya di belakang sambil memanggil, lalu berkata sambil mengancam Iyasy, “Ibumu telah berjanji untuk tidak makan, tidak mau masuk ke dalam rumah, dan tidak akan mandi sampai engkau kembali menemuinya.”
Saat itu, Iyasy menaiki kuda bersama Umar bin Khattab dan berada di belakangnya. Seketika itu juga, Iyasy ingin melompat dan menemui ibunya. Umar berkata kepadanya, “Jangan engkau khawatirkan keadaan ibumu, jika ia merasa kepanasan, pasti ia akan masuk ke dalam rumah dan jika kutu telah banyak di kepalanya, pasti ia akan mandi". Sebenarnya Iyasy adalah anak yang sangat berbakti kepada orang tuanya, karena itu ia merasa terpanggil dan kasihan pada ibunya. Hanya saja ia tidak menyadari, ini adalah taktik ibu dan kaumnya agar ia kembali kafir dan keluar dari Islam. Umar menyadari itu, karena itu sebisa mungkin dia menahan Iyasy agar tidak kembali ke Mekkah. Setelah sekian lama berusaha menahan
sahabatnya itu, akhirnya Umar menyerah. Ya, Iyasy tetap ingin menemui ibumu. Lantas Umar berkata kepadanya, “Sahabatku, bawalah unta ini dan temuilah ibumu, setelah itu susul aku ke Madinah ! Semoga unta ini bisa mengingatkan engkau akan aku dan saudara-saudaramu seiman di Madinah ”. Umar pun melepasnya dengan rasa berat hati dan untaian doa agar sahabatnya itu selamat dan kembali ke Madinah.
Dan benar saja sesuai dugaan Umar, sesampainya di Mekah, Iyasy mendapat siksaan kejam dari keluarga dan kaum kafir Quraisy agar ia keluar dari Islam. Begitu beratnya siksaan yang diterima Iyasy berhari-hari sampai ia hampir mati mengenaskan karenanya. Karena sudah tidak sanggup lagi menahan segala siksa derita itu akhirnya Iyasy terpaksa murtad dari Islam dan kembali kepada kekufuran.
Mendengar kabar berita itu betapa sedih hati Umar bin Khattab ra karenanya, akan tetapi itu tidak membuatnya berputus asa untuk mengajak sahabatnya kembali pada Islam. Setiap kali ada ayat Allah swt yang turun kepada Nabi saw, ia segera mengirimkannya kepada Iyasy. Salah satu ayat yang dikirim Umar kepadanya adalah firman Allah swt.,
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (az-Zumar [39] : 53)
Ayat ini sampai juga ke tangan Iyasy dan ia pun membacanya. Saat itulah ia menangis terharu, batinnya segera terpanggil, dadanya seolah sesak menahan segala haru dan sedih. Segala luapan hatinya, segenap kerinduannya pada Rasul saw & Umar ra membuncah segera. Dilihatnya pula unta kenang-kenangan dari Umar bin Khattab ra dahulu makin memerihkan hatinya karena terpaksa murtad dari agama yang dicintainya. Hari itu juga ia memberanikan diri, segala aral melintang pasti kan diterjang, bahkan maut pun bila perlu segera disambutnya dengan dada terbuka. Tidak ada yang boleh menghalanginya menyembah Allah, Tuhan yang satu. Tidak kaumnya, tidak keluarganya, tidak pula ibunya sendiri. Segera ia mengambil kuda, memacunya dengan cepat menuju Madinah Al Munawwarah.
Iyasy akhirnya menyadari, keluarganya yang sebenarnya adalah saudara-saudaranya seiman di Madinah. Ibu dan ayahnya bahkan kaum keluarga kerabatnya di Mekah tiada lain sebenarnya adalah musuhnya semata. Hal itu karena mereka kafir kepada Nabi Muhammad dan sangat memusuhi Islam. Mereka bahkan tega menyiksa Iyasy habis-habisan demi memurtadkan Iyasy. Walhasil atas berkat karunia dan rahmat Allah lewat sahabatnya Umar, akhirnya Iyasy ra selamat dari api neraka dan menikmati kebersamaan dengan Rasulullah hingga di syurga nanti.
Adakah kita telah menemukan sahabat terkasih kita yang senantiasa memikirkan & memperhatikan kita ? Yang senantiasa mencintai kita karena iman dan mendoakan kita dengan kebaikan. Tak putus lidahnya mengajak kita berzikir dan beribadah, tak lekang kesabarannya membimbing kita menuju kebenaran, tak terkira besarnya keinginan agar kita bahagia dunia dan akhirat.
Dan jangan lupa agar menjadikan diri kita juga menjadi sahabat terbaik bagi teman-teman kita. Sungguh perbuatan baik hanya akan mendatangkan kebaikan yang lebih baik lagi. Mencari sahabat yang terbaik dan berusaha agar diri kita sendiri juga menjadi sahabat terbaik bagi orang lain.
Sahabat kita adalah teman syurga kita.
Oleh : Nisaa (Staff Kebijakan Publik KAMMI LIPIA)
EmoticonEmoticon