Permainan 5 Kembar Tak Terpisahkan


Ria, ujub, sombong, iri & dengki mereka adalah salah satu tag team paling berbahaya di dunia ini. Segerombolan pembunuh berdarah dingin dan sasaran utamanya adalah hati. Sangat sulit mengalahakan mereka karena mereka semua 5 kembar tak terpisahkan.

Bisa dibilang bahwa pertempuran kita dengan mereka tidak ada habisnya, jika kita berhasil menghindar/mengalahkan salah satu dari mereka, kembarannya akan datang dan membantu. “Oh ya ampun!!! mereka benar-benar menyusahkan, beraninya main keroyokan!!!”. 

Mereka itu saling berkaitan, orang yang sudah jadi korban mereka akan dipermainkan kedalam siklus yang terus berputar, tanpa disadari hatipun akan kritis dan harus mendapatkan pertolongan secepatnya.

Aku ingin mengambil sedikit contoh sederhana, suatu ketika kita mendapati fenomena bahwa teman kita sedang berbuat ria/ujub, lalu kita ingin menasihatinya, maka dimulai lah pertempuran awal, bertempur dengan rasa iri/dengki. Maka diujilah keikhlasan kita, bisakah kita menasihati teman kita ikhlas karena Allah? atau ternyata masih ada bintik hitam dengki dan iri di dalamnya? 

Ingatlah semua amalan kita berkaitan dengan niat, dan kerusakan niat berdampak terhadap keikhlasan amal. Lalu ketika kita menasihati teman kita mungkin kebanyakan dari mereka menolak dan tak menerima, lalu berkata “Kagak kok, gw gak riya, cuman mau cerita aja, tahaduts bi nni’mah kan dianjurkan” dan sejenisnya. Nah!!! disinilah sombong detected

“Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain”. Kita juga perlu hati-hati, tahadduts bin ni’mah itu beda dengan ria, ria jelas melakukan atau memamerkan sesuatu demi mendapat pujian atau perhatian orang lain, sementara tahadduts bin ni’mah adalah memberitahukan kepada orang lain tentang kebahagiaan atau nikmat yang telah diberikan Allah dalam rangka mensyukuri atas yang telah dia berikan. Nah mirip-mirip kan?, terlihat sepele tapi sebenarnya berbahaya. Kita bisa saja berhusnudzon bahwa teman kita tidak bermaksud apa-apa melakukan hal demikian, tapi hati manusia siapa yang tau kecuali Allah?

Jika kita termakan oleh kelima sifat tersebut seperti contoh kecil diatas, maka kita sudah menjadi korban dan masuk ke siklus mereka (Naudzubillahi min dzaalik), menyusahkan bukan? Dan masih banyak lagi contoh kecil maupun besar tentang kelima sifat di atas, kalau dijelaskan semuanya mungkin gak ada habisnya. Gak bisa ngasih banyak saran sih, sering-sering aja inget Allah, kalau merasa salah satu sifat diatas terdeteksi cepet-cepet istigfar, dan yang paling penting sih perbanyak baca qur’an, karena dia obat hati yang langsung dianjurkan oleh Allah dan Rasulullah saw.

“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman 18] 

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]

Mungkin segitu saja yang bisa saya tulis, sejujurnya tak bisa dipungkiri bahwa saat saya menulis Tulisan ini, sayapun sedang melakukan pertempuran dahsyat dengan kelima sifat tersebut. Mudah-mudahan Allah swt menjaga kita dari kelima sifat tersebut. Amiin.

Semoga bermanfaat.

Oleh : Salman Alfarisi Basyir (Staff Dept. Mekominfo KAMMI LIPIA)

Indahnya Kebersamaan



Ada canda saat bersua, ada rindu kala berpisah. Itulah indahnya ukhuwah. Anugrah besar yang mulai jadi barang mahal dinegeri ini. Mari kita rawat bersama, agar dunia ini bisa menjadi tempat yang nyaman untuk beramal dan berkarya.

Ada yang besar, ada yang sedang, ada pula yang kecil. Itulah warna - warni kehidupan. Mari maknai perbedaan dengan cara yang benar dan dewasa, bukan malah sebagai pembenar untuk berbuat salah dan menyimpang.

Ada yang menang, ada yang kalah. Itulah permainan. Kadang berkoalisi, kadang berkompetisi. Itulah dinamika politik. Ditangan para ahli ilmu, bahkan perbedaan bisa diracik menjadi orkestra yang mengalun merdu. Ditangan orang terampil, benang kusut sekalipun bisa dirajut berkelindan dengan pola yang unik. 

Ada banyak peristiwa yang bisa menjadi sarana kita berekspresi, mendewasakan diri sekaligus meraih prestasi. Pro kontra memang tak bisa dihindari, cinta dan benci juga sulit dipungkiri. Namun sadarilah, kita baru akan berkembang jika sudah menemukan lawan yang juga berkelas. Karena itu, pejuang sejati selalu menaruh respek yang besar, baik kepada kawan maupun lawan.

Oleh : Andi S Basuki

Menjawab Hujah Allah


Interaksi antara nabi dengan umatnya bukan hanya terjadi di dunia, tapi juga diakherat. Di dunia, nabi menyampaikan risalah, mendakwahkan dan membimbing umatnya. Sederhananya dirangkum dengan konsep "Syaahida, wa mubasysyira, wa nadziira, wadaa'iyan ilallaahi bi idzbihii, wa siraajam muniiraa". Respon dari umatnya beragam, yakni ada yang menjadi pembela, ada yang menerima, ada yang menolak dan ada juga yang menentang. Sèdangkan di akherat, kita bisa mendefinisikan dalam tiga bentuk. 

Pertama, Memberikan Syafa'at

Syafa'at di akherat bisa diberikan oleh banyak pihak. Para nabi, orang shaleh, syuhada dan bahkan Al Qur'an juga bisa memberikan syafa'at. Dalilnya melimpah ruah, tidak ada perdebatan dalam hal ini. Tentang syafa'at, prinsipnya sederhana saja. Yakni pihak yang memberikan syafa'at diberi ijin oleh Allah dan pihak yang menerima syafa'at tidak dalam posisi terhalang terhadap syafa'at. Dan diantara keistimewaan nabi Muhammad saw di akherat adalah menjadi orang pertama yang diberi ijin untuk memberikan syafa'at.

Kedua, Menjadi Saksi

Para nabi menjadi saksi atas perbuatan umatnya. Allah ta'ala akan mengkonfirmasi amalan suatu umat kepada para nabi. Misalnya, nabi Isa ditanya Allah tentang amalan kaum nasrani yang memiliki konsep trinitas. Tentu saja nabi isa mengelak, karena memang tidak mengajarkan amalan tersebut. Termasuk, nabi Muhammad saw juga akan menjadi saksi atas perbuatan umatnya. Karena amal perbuatan umatnya diperlihatkan kepadanya. Wallahu a'lam, apakah wasiat nabi "Man 'amila 'amalan laisa 'alaihi amrunaa, fahuwa raddun" juga termasuk dalam konteks tersebut.

Secara khusus, umat islam memiliki keistimewaan juga di akherat. Yakni menjadi "Ummatan wasathan, litakuunuu syuhada-a 'alan naas". Saat itu, banyak umat mengingkari dakwah nabi didunia. Lalu, para nabi minta saksi bahwa mereka telah menyampaikan dakwah sewaktu didunia. Umat islam terpilih jadi saksi dan memberikan persaksian bahwa para nabi telah berdakwah kepada umatnya masing - masing. Darimana kita mendapatkan pengetahuan tentang hal itu, sehingga layak diangkat menjadi "saksi ahli" diakherat kelak? Ya dari al Qur'an. Didalamnya banyak kisah dakwah para nabi kan?

Ketiga, Menjadi Hujah

Inilah yang agak berat. Jika tidak salah, keterangannya termaktub dalam kitab "Nashaihul 'ibaad". Yakni, Allah akan menjadikan para nabi sebagai hujah jika kita tidak bisa memenuhi kewajiban kita kepada Allah. Maksudnya, para nabi kan kondisinya ekstrim. Ada yang sangat kaya, ada yang sangat tampan, ada yang sangat faqir, ada yang sakitnya sangat lama dan lain-lain. Dengan segala ujian hingga tahap ekstrim sekalipun, ternyata mereka masih bisa beribadah dan melaksanakan kewajiban - kewajiban lainnya kepada Allah. Padahal mereka juga berstatus "Basyarum mitslukum", meski tidak memungkiri pula bahwa mereka adalah hamba - hamba pilihan.

Hujah 212

Sengaja kami memilih gambar polisi cakep sebagai ilustrasinya, karena gambar ini termasuk yang sangat populer beredar dimedsos. Artinya, wajah tampan sebenarnya juga bentuk ujian dari Allah, untuk melihat bagaimana amal seseorang. Nabi Yusuf adalah nabi yang dikaruniai wajah sangat tampan. Hingga meski tangan berdarah karena teriris pisau, para wanita seolah mati rasa karena melihatnya. Hingga meski rakyat Mesir kelaparan akibat kekeringan, mereka menjadi kenyang karena disidak olehnya. 

Boleh jadi kita dikaruniai wajah tampan, sehingga banyak dipusingkan dengan beragam acara sebagai model, sibuk shooting, undangan wawancara, foto selfi dll. Tapi janganlah hal itu membuat lalai beribadah dan enggan berjuang. Karena kelak diakherat kita akan dihadapkan pada hujah Allah "Itu nabi yusuf sangat tampan, tapi dia tetap bisa beribadah, berdakwah dan berjuang dijalan Allah". Kira - kira, apa jawaban kita saat itu? Karena setampan - tampannya kita, tidak akan bisa membius orang sakit dan tidak akan mengenyangkan orang lapar sebagaimana nabi Yusuf.

Setampan apapun wajah kita, tetaplah beribadah, berdakwah dan berjuang. Jangan sampai kita menjadi objek syair dari kyai zaman dahulu yang sering ditembangkan saat tabligh akbar "Sayang sungguh sayang, orang tampan tidak sembahyang. Sayang sungguh sayang, orang tampan tidak berjuang. Nabi Yusuf lebih tampan tetap sembahyang. Nabi Yusuf lebih tampan tetap berjuang"

Oleh : Andi S Basuki

212 Nikmat yang Tak Terputus


Ada seorang bapak-bapak bercerita kepada saya: "Saya dari kantor bersama teman-teman, tapi saya pakai ojek online tidak bareng dengan yang lainnya. Sesampai di tempat aksi super damai, saya turun dari motor, motornya udah pergi aja gak mau dibayar. Subhaanallah banyak nikmat kemarin."

Ada lagi yang menyampaikan: "Masya Allah... Nikmat Allah di aksi super damai kemarin sangat melimpah, tidak kekurangan makanan." 

"Hujan turun pas shalat jum'at itu saaaangat sejuk, nikmat sekali dan sangat tenang."

Iya, itu hanya beberapa orang saja yang menyampaikan kepada saya selepas aksi kemarin, masih banyak lagi kenikmatan-kenimkatan lain yang tak terbendung untuk diungkapkan.

Ada satu peristiwa yang membuat saya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan dan memaksa saya harus menulis tentang aksi super damai ini, dimana taman dan rumput-rumputnya masih terlihat indah nan hijau merkah.

Ingatkah ketika shalat jum'at dilaksanakan? lalu qunut nazilah beserta doa-doa dilantunkan? Allah memberi kenikmatan hujan, hujan yang sejuk dan menentramkan. Tidak ada petir, tidak ada angin kencang yang ada adalah kenikmatan, kesejukan dan penguatan hati serta langkah kaki.

Ya Allah... 

Seketika tergambar di benak saya dengan pasukan Badr, yang Allah menurunkan kepadanya nikmat hujan. Lalu menjadikan dengannya kekokohan hati, langkah kaki dan akhirnya alampun ikut beraksi.

Kenapa kita tidak kabur ketika hujan? padahal kalau dipikir-pikir dengan akal manusia hujan bisa membuat badan meriang lalu sakit. Itulah bedanya dengan kita, di kita hujan adalah nikmat Allah, di kita angin, hujan, panas, debu, petir adalah makhluk Allah kalau terjadi tidak boleh dihina atau disalahkan, kalau dihina berarti telah menghina Allah juga.

Allahu Akbar...

Kegigihan pasukan Ciamis juga membawa ingatan saya pada kegigihan salah satu sahabat kecil yang menangis tatkala Nabi melarangnya untuk ikut pasukan Badr. Iya, itulah sahabat mulia 'Umair bin Abi Waqqas, DR. Mahmud Muhammad 'Imarah menyampaikan bahwa umur beliau di kisaran umur murid Sekolah Dasar.

Kegigihannya ingin ikut pasukan Badr, tangisan kencang di hadapan Nabi karena tidak diizinkan ikut membuat hati Nabi luluh dan mengizinkannya ikut pasukan Badr. 

Merekapun disambut warga di setiap kota dengan rasa bangga dan tangis ibu-ibu, tangis karena bangga sebagaimana Abu Bakar menangis bahagia diminta Nabi untuk menemani hijrah.

Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan kegigihan pasukan Ciamis. Bisa jadi dengan kegigihan mereka menyadarkan hati saudara-saudara kita yang lain untuk ikut serta, walaupun awalnya mereka menutup hati dan membisu. 

"Saya pulang pak dari luar negeri hanya ingin ikut aksi super damai, ini panggilan hati nurani saya membela agama", ungkap seseorang alasan ia pulang dari luar negeri.

Ya Rabb... Semoga Engkau menurunkan kabar gembira sebagaimana Engkau menurunkannya di pasukan Badr. Aamiin.

Doa tali persaudaraan, saya menyebutnya begitu adalah salah satu doa yang dilantunkan di qunut nazilah waktu itu. Makna yang dalam akan hakikat cinta pada saudara, disatukan karena iman, rela meninggalkan kehidupan dunia demi membela Allah.

"Ya Allah, sesunggahnya Engkau mengetahui hati-hati ini berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukkanlah jalannya penuhilah ia dengan cahaya yang tiada redup dan lapangkanlah dada-dada dengan iman yang berlimpah kepada-Mu, indahnya takwa kepada-Mu, hidupkan ia dengan ma'rifat-Mu dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong."

Itulah doa yang terlantunkan dari lisan ahli ilmu di doa qunut nazilah kemarin. Sungguh sebuah ikatan persaudaraan yang tak terbatas oleh tempat dan waktu. Persaudaraan untuk menolong Allah Q.S. Muhammad: 7.

Dalam payung persaudaraan karena Allah, Allah himpunkan dalam aksi kemarin Para habaib, kyai, ahli ilmu, santri, tokoh negeri, artis, orang awam, bahkan presiden dan wakil presiden beserta beberapa menteri dan panglima TNI. Sehingga tatkala aksi 212 ini dijadikan lawakan dengan disandingkan dengan tokoh fiktif sableng (gila), samahalnya menganggap orang-orang yang ikut aksi adalah sableng semuanya sampai presiden dan wakilnya juga. Hal ini bisa dikategorikan hinaan yang melanggar Undang-undang, maka jagalah lisan kita.

Jaga terus persaudaraan kita, kawal terus proses penista agama jangan sampai lolos, kalau lolos akan hadir penista-penista agama yang lain. 

Semoga Allah memberi kabar gembira pada kita sebagaimana kabar gembira di Badr.

Oleh : Nadi Kejayaan (Staff Kastrat KAMMI LIPIA 2010-2011)

Ingin Mendominasi? Redenominasi Dulu?

Part 2

Laporan foxnews berjudul : “10 The Worst Currencies” yang menyebutkan rupiah masuk dalam kategori uang sampah. Rupiah ditempatkan pada posisi no 6 sementara uang paling parah adalah dolar Zimbabwe dengan nilai tukar 642 ribu triliun per dolar AS. Posisi kedua Somalia (1 US$= 35 Shillings) kemudian berturut turut Turkmenistan (1US$=24 ribu manat) vietnam (1 US$=16.975 dong) serta Sao Tome dan Principe (1 US$ =14.350 Dobra) menyusul kemudian Indonesia dengan nilai tukar Rp 11.000 per dolr AS. (Redenominasai hanya demi gengsi) (1)

Dari kaca mata ini pemerintah berhak menentukan kebijakannya sendiri. Gambaran terlihat tak sudi dibalut rasa gengsi ketika rupiah digolongkan sebagai kategori uang sampah (the worst currency), bank sentral mengusulkan sebuah kebijakan untuk mendongkrak nilai rupiah yaitu redenominasi rupiah dengan menghapusakn angka 3 nol disetiap lembar rupiah.

Redenominasi upaya menyederhanakan angka nominal tanpa mereduksi nilai tukar. Contoh uang pecahan Rp 100.000 akan berubah menjadi Rp 100. Dengan upaya ini berharap dapat mengangkat derajat rupiah keluar dari keranjang 10 mata uang sampah.

Rencananya, kebijakan redenominasi ini baru akan diterapkan pada tahun 2022 mendatang dan tentunya wacana seperti ini menuai banyak beragam opini dari masyarakat, khususnya di kalangan akademisi. Menurut Erani Yustika seorang guru besar FE UNBRAW, “kebijakan redenominasi tidak mempunyai dasar pertimbangan ekonomi yang kuat”(2). Menarik sekali karena memang kebijakan ini hanya terlihat untuk mempercantik transaksi.

Kita tengok di tahun 1994 brazil mengalami inflasai sampai 2000%, di tahun 1992 argentina dilanda inflasi 3000% akibat dari redenominasi yang tak terukur. Di akhir dapat hasil hiperinlasi yang begitu besar. Ngeri sekali memang, ketika kebijakan tidak diukur. Apalagi ada skenario dibalik scenario, oleh spekulan dimanfaatkan untuk menaikkan harga barang yang ujung ujungnya mendorong tingkat inflasi.

Belajar dai ke 2 penglaman Negara itu, maka kabarnya pemerintah Indonesia dan bank sentral telah memperhitungkan kemungkinan kemungkinan negative redenominasi. Sehingga akhirnya pemerintah membutuhkan waktu untuk melakukan sosialisasi dan penerapan bertahap selama 9 tahun. Dari awal 2014 – 2019 tahapan sosialisasi penyesuaian setelah itu barulah penggalakan mata uang yang telah diredenominasi. Tiga tahun kemudian, barualah pemerintah menyatakan uang lama tidak berlaku.

(APVA) Asosiasi Pedagang Valuta Asing menyambut positif tahapan penyesuian kebijakan diatas. Menurutnya ada 2 keuntungan dari kebijakan redenominasi, pertama proses transaksi perdagangan. Akuntansi/perbankan menjadi lebih sederhana, kedua akan berdampak pada peningkatan harga diri bangsa. Begitulah pendapat Asosiasi yang selalu bermain pada angka nominal, yang kental dengan ketidakpastian.

Dengan segala upaya penguatan nilai rupiah yang dilakukan pemerintah, diharapkan seluruh bangsa Indonesia, termasuk mereka yang tergolong “borju” tidak lagi malu mengantongi rupiah yang merupakan salah satu kebanggan dan martabat bangsa. Setelah itu masyarakat Indonesia tak usah sungkan berinteraksi menggunakan rupiah.

Pertanyaan besar dari penulis pun muncul, artinya harus ada makna REDENOMINASI HAKIKI yang memang dengan kebijakan itu bisa menyejahterakan masyarakat secara keseluruhan.

Kembali lagi, Apakah ini sebuah solusi yang efektif ?

Benarkah uang kertas hanya akal akalan zionis untuk menguasai dunia?

Masihkah Indonesia khususnya, dan dunia pada umumnya menutup mata dengan solusi yang ditawarkan oleh islam yaitu mata uang emas ( dinar dan dirham) ?

Nyatanya, sejumlah kalangan masih mempertanyakan kehandalan uang emas mulai dari tataran teknis, ekonomis, politis, hingga yang bertaraf ideologis.

Studi kasus dari para intektual tentang hal ini mengenai keberatan yang cukup dominan tentang persedian emas, apakah cukup jika dikonversikan dengan jumlah uang yang beredar seperti di Indonesia/bahkan di dunia?

Bersambung…

Oleh : Aldi Sy

_____
(1) Review 16 tahun, 17 – 23 desember 2012
(2) Muhammad Idrus, Oktober 2013 “Rupiah kuat, Bangsa bermartabat”, JAKARTA, penerbit KINAN KOMUNIKASI.





Ingin Mendominasi? Redenominasi Dulu?

Part 1

Perkara pedas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bukan tahun ini saja melanda Indonesia, gejolak pemerintahan dan isu di masyarakat yang begitu massif dilakukan semata mata karena pihak timur (AS dan sekutunya) ingin menancapkan kuku kuatnya di Indonesia. 

“Gejolak moneter yang ditandai dengan anjloknya nilai rupiah terjadi sejak pemerintah Indonesia menerapkan system rezim devisa bebas (RDB) yang mulai berjalan 1970 an hingga sekarang."(1)

Maka dari sitem ini bisa terlihat “kapitalisme” begitu kental, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Situasi lebih menguntungkan penguasa dan para pengekor rupiah yang selalu menjadi konco perbudakan.

Memang terlihat ketika rezim itu, kendali pemerintah lebih menonjol dalam mengontrol pasar uang dan modal, lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi, rupiah lebih stabil tetapi over valued. Sekali lagi ini hanya menguntungkan sebagian orang, ceritanya kekayaan yang dikumpulkan masa rezim itu tidak akan habis sampai 7 turunan.

Enak zaman koe toe? Opo…

Perkembangannya, pemerintah sadar system diatas kurang berhasil dalam menyejahterakan masyarakat. Akhirnya di tahun 1900 an mencoba menyerahkan kekuatan pasar kepada swasta (domestic/asing termasuk spekulan raksasa). Dari sini mulai gejala yang paling ngeri. Babak baru model penjajahan dalam sebuah Negara.

Walaupun ada kebebasan, namun pembauran aturan dalam ketegasan pemerintah sangat kurang. Stir menyetir ekonomi politik menjadi menu makanan setiap hari. Negara terkhusus pebisnis mulai beranggapan pemisahan antara arus finansial disatu sisi dengan arus barang dan jasa di sisi lain. Inilah gejala yang oleh Peter Drucker sebutkan sebagai fenomena “decoupling”.

Scenario mafia melalui IMF, World Bank yang diprakarsai oleh The Fed dengan menggolontorkan dana besar besaran terjadi di seluruh Negara belahan dunia khususnya di Indonesia. Pada waktu itu pebisnis, penguasa dan konglomerat tergiur dan mulai melakukan peminjaman jangka panjang/pendek dalam skala besar.

Akhirnya sampai sekarang hutang itu masih banyak dan beranak pinak. Generasi selanjutnya merasakan dampak yang begitu besar terkhusus dalam kesejahteraan. Bukan hutangnya, namun sistem ribawi yang menyebabkan hutang abadi.

Nol… serasa kita tak mempunyai Negara karena begitu besarnya pengaruh luar, puncak krisis moneter tahun 1998 serta berangsur awet kepedihan itu sampai sekarang.

Mari buka pupil kita lebih besar. Menelisik apa yang terjadi dan membuat prediksi dikemudian hari.

Bersambung... Part 2

Oleh : Aldi Sy
____
   (1) Muhammad Idrus, Oktober 2013 “Rupiah kuat, Bangsa bermartabat” hal 71, JAKARTA, penerbit KINAN KOMUNIKASI.


Adil yang Menyejukkan


Pada tahun 5 Hijriyah kaum Muslimin di Madinah dikepung oleh koalisi super power dari suku-suku arab, orang-orang Quraisy, suku-suku arab badui dan Yahudi luar Madinah. Kalau dihitung dengan matematika manusia jumlah pejuang muslim Madinah jelas tidak sebanding dengan jumlah koalisi musuh Islam.

Peristiwa inilah yang nantinya disebut dengan perang Ahzab karena koalisi suku-suku arab, dan perang Khandaq karena kaum muslimin membuat khandaq/parit besar atas usulan sahabat mulia Salman al Farisi untuk bertahan diri dari gempuran musuh luar madinah.

Dalam peristiwa genting ini, ada kejadian yang mencederai kemajemukan dan perdamaian sekaligus menunjukkan jati diri golongan tersebut. Betul, peristiwa itu adalah pengkhianatan Piagam Madinah yang dilakukan oleh Bani Quraidzah salah satu suku Yahudi yang berdomisili di Madinah.

Mendengar pengkhianatan Bani Quraidzah dan perkataan Malaikat Jibril, "bahwa malaikat belum menanggalkan baju perangnya hingga mengalahkan Yahudi Bani Quraidzah", Nabi bergegas bersama pasukannya menuju Bani Quraidzah. 

Sesampainya di Bani Quraidzah ada peristiwa yang menunjukkan bahwa Islam benar-benar adil. DR. Thariq Suwaidan dalam sirahnya (buku perjalanan hidup Rasul) menerangkan: "Dalam peristiwa genting ini, keluar salah satu orang Yahudi bernama 'Amr bin Sa'di menemui Nabi Muhammad -Shallallahu 'Alaihi wa Sallam-, lalu menyampaikan: Wahai Muhammad engkau tahu kalau aku tidak sepakat dengan mereka tentang pengkhianatan ini, lalu Nabi pun menjawab: ((Benar, engkau benar)) lalu Nabi melanjutkan: ((Allah telah menyelamatkan nyawanya))".

Benar, itulah Islam yang membawa keadilan dan perdamaian, karena bergerak di bawah naungan al Qur'an. 

Apakah pengkhianatan Piagam Madinah dilakukan semua orang? tidak, tidak semua orang, karena ada 'Amr bin Sa'di yang tidak sepakat. Dan apa yang dilakukan Nabi? Iya, dia dibebaskan oleh Nabi dan tidak dieksekusi.

Apakah Nabi menghina agamanya? tidak, melainkan Nabi menangkap para pengkhianat dan mengeksekusi mereka saja.

Apakah pasukan muslimin membunuh anak-anak kecil, wanita dan laki-laki yang tidak ikut pengkhianatan? Tidak, bahkan mereka dibebaskan oleh Nabi.

Itulah yang dilakukan Nabi untuk para pelanggar perjanjian, peneror kedamaian, perusak indahnya kemajemukan Madinah.

Yang lebih dahsyat, Nabi benar-benar mengeksekusi para dalang pengkhianatan Piagam Madinah, supaya tidak muncul pengkhianat-pengkhianat perjanjian di Madinah atau tempat lain di kemudian hari.

Oleh : Ardhan Misa Tonadisiki

Islam Konsep Paling Sempurna dalam Kehidupan


Agama islam adalah agama yang sempurna dan agama keselamatan, yang merupakan penyempurna dari agama yang dibawa oleh para nabi-nabi utusan Allah swt, yang dibawa oleh manusia yang paling mulia, memiliki perangai yang agung, sampai pun tidak hanya para sahabatnya yang segan dengan beliau tetapi musuh-musuh beliau pun segan dengannya, dialah Nabi Muhammad saw mengorbankan jiwa dan raga serta hartanya demi tersebarnya agama keselamatan ini. Agama islam merupakan agama yang sempurna karena didalamnya diatur dalam semua hal, dari hal yang remeh seperti istinja sampai menyangkut hal-hal yang besar seperti dalam hal kenegaraan dan sebagainya. Al-quran serta sunnah merupakn asal mula muncul aturan-aturan yang di tetapkan oleh allah kepada hambanya.

Al-quran merupakan wahyu agung yang Allah swt turunkan kepada nabi muhammad saw untuk dijadikan landasan dalam penentuan hukum dan syariat, didalamnya terdapat berbagai macam kisah umat terdahulu yang bisa kita ambil ibroh atau pelajaran atas mereka. Al-quran merupakan pedoman bagi umat islam dalam dalam menjalani hidup, ibarat seorang musafir yang menuju suatu kota akan tetapi dia tidak tau jalan yang harus ia tempuh untuk sampai ketempat yang dituju tanpa tersesat ataupun gangguan lainnya, maka dari itu dia membutuhakan seseorang yang mengetahui benar arah ketempat yang ia tuju, begitu juga al quran sebagai penunjuk jalan keselamatan bagi uamat muslim ke tempat yang Allah janjikan ketenangan dan kedamaian didalamnya, dan supaya tidak tersesat lantaran fitnah-fitnah yang begitu banyak dan terselubung yang sengaja di sebar oleh musuh-musuh islam untuk menghancurkan ummat muslim agar luntur keislaman dalam hatinya,hialang ghirah untuk membela islam serta meredupkan cahaya islam walaupun itu tidak akan pernah terjadi seperti termaktub dalam al quran surat (Ash-Shaf :8)

“Mereka ingin memadamkan cahaya allah dengan mulut-mulut mereka, padahal Allah akan menyempurnakan cahayaNya meskipun orang-orang kafir tidak menyukaina."

Dan sunnah Rasulullah merupakan penguat apa yang al quran sampaikan, penjelas apa yang belum dijelaskan sempurna oleh al quran. Lantaran al-quran dan sunnah merupakan wahyu yang Allah swt berikan kepada uswah kita yang dimana tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena keduanya saling menguatkan dan sama-sama membimbing kita menuju keselamatan dan kebahagiaan, dengan begitu seyogyanya kita menjadikan keduanya sebagai dasar melakukan apapun. Dasar berfikir maupun berbuat, dasar memvonis maupun berhukum dan menjadi dasar-dasar lainnya. Semua hal di atas senada dengan sabda nabi muhammad saw yang mengatakan bahwa agama ini adalah nasihat : 

عَÙ†ْ Ø£َبِÙŠ رُÙ‚َÙŠَّØ©َ تمِÙŠْÙ…ِ بْÙ†ِ Ø£َÙˆْسٍ الدَّارِÙŠ رَضِÙŠَ اللَّÙ‡ُ عَÙ†ْÙ‡ُ، Ø£َÙ†َّ النَّبِÙŠَّ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ Ù‚َالَ: الدِّÙŠْÙ†ُ النَّصِÙŠْØ­َØ©ُ، Ù‚ُÙ„ْÙ†َا: Ù„ِÙ…َÙ†ْ ؟ Ù‚َالَ: Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ، ÙˆَÙ„ِÙƒِتَابِÙ‡ِ، ولِرَسُÙˆْÙ„ِÙ‡ِ، ÙˆَÙ„ِØ£َئِÙ…َّØ©ِ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ِÙŠْÙ†َ ÙˆَعَامَّتِÙ‡ِÙ…ْ

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  : "Agama adalah nasihat. Kami pun bertanya, Hak (untuk) siapa (nasihat itu)?. Beliau menjawab, Nasihat itu adalah hak (untuk) Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)." (Diriwayatkan oleh Muslim)

Jika kita perhatikan hadits diatas bisa kita simpulkan bahwasanya agama tidaklah hanya memberi nasehat untuk menunaikan hak Allah swt saja, akan tetapi agama juga berpesan untuk menyeimbangkan hak sesama, dan juga berpandangan dengan konsep-konsep agama dalam menjalani kehidupan ini didalam semua aspek yang ada dalam kehidupan yang pada saat ini telah telah banyak umat islam yang berpandangan atau berkonsep dengan bukan islamnya lagi, sehingga mememisahkan antara urusan dunia dan agama. Jika telah terjadi pemikiran yang seperti itu maka telah berhasillah propaganda atau misi musuh-musuh islam untuk menjauhkan umat islam dari agamanya,menjadikan propaganda mereka sebagai worldview dalam menjalani hidup bukan menjadikan islam sebagai worldview dalam menjalani kehidupan ini.


Pengertian Worldview (pandangan hidup islam)

Istilah worldview merupakan gabungan dari dua kata yaitu world dan view yang keduanya masing-masing memilki maknanya tersendiri. World memiliki arti everything around you atau everything that exists (segala sesuatu yang ada di sekelilingmu/segala sesuatu yang ada). Sebelum tercetusnya istilah worldview terlebih dahulu muncul istilah weltanschauung yang juga memiliki arti yang sama dengan dengan worldview. Di kalangan filsuf barat telah terjadi perbedaan dalam memaknai istilah worldview ini. Seperti kata David K Naugle yang memaknai worldview sebagai suatu konsep-konsep berfikir, begitu pula dengan Sigmund freud yang mengartikan sebagai bangunan mental/fikiran yang berasal dari konsep-konsep dan ide-ide. Dan menurut Thomas F Wall worldview merupakan sistem yang terintegrasi dari keyakinan dasar tentang sifat diri realitas dan makna keberadaan.

Mengutip dari artikel Hamid Fahmi Zarkasyi, beliau mengatakan bahwa sebenarnya istilah umum worldview ala barat hanya terbatas pada pengertian idiologi, sekuler, kepercayaan animistis atau seperangkat doktrin-doktrin yang hanya memiliki visi keduniaan. Artinya worldview dipakai untuk menggambarkan dan membedakan hakekat suatu agama, peradaban dan kepercayaan. Terkadang ia juga dipakai sebagai metode pendekatan ilmu perbandingan agama. Namun terdapat agama dan peradaban yang memiliki spektrum pandangan yang lebih luas dari sekedar visi keduniaan, maka makna pandangan hidup diperluas.Karena dalam kosa kata inggris tidak di temukan istilah yang tepat untuk ekspresikan visi yang lebih luas dari sekedar realitas keduniaan selain dari kata-kata worldview, maka cendikiawan muslim mengambil kata-kata worldview (untuk ekspresi bahasa inggris) untuk makna pandangan hidup yang spektrumnya menjangkau raelitas keduniaan dan keakheratan dengan menambah kata sifat islam. Dari kutipan artikel Dr.Hamid Fahmi bisa kita tarik kesimpulan bahwasannya istilah worldview yang dicetus barat memiliki memiliki ruang lingkup yang masih sempit yang hanya terbatas terhadap realitas kehidupan sehingga datang para cendiakawan muslim untuk meluaskan ruang lingkup itu dengan menambah sifat islam yang ruang lingkupnya tidak hanya sebatas realitas keduniaan saja akan tetapi menyangkut realitas keduniaan dan keakheratan.

Pengertian Islamic Worldview

Mengenai pengertian islamic worldview para ulama islam abad ke 20 memiliki penamaan masing-masing dalam penggambaran istilah islamic worldview ini. Seperti al-Maududi mengistilahkan islamic worldview ini dengan istilah islamii nadzoriyaat (islamic vision), kemudian Sayyid Qutub mengistilahkan dengan tashowwuru islamii (islamic vision), Arif Zayn mengistilahkan dengan al mabdau al islamii (islamic principle), dan Prof. Dr. Sayyed Naquib Al Attas menggunakan istilah ruyatu al-islamii lilwujud (islamic worldview).

Dan dari istilah-istilah yang muncul dari kalangan cendikiawan muslim, yang mereka pun mempunyai makna tersendiri dalam istilah-istilah islamic worldview. Seperti Al-Maududi mengatakan bahwa al-islamii nadzoriyat adalah pandangan hidup yang dimulai dengan konsep keesaan Tuhan (syahadah) yang berimplikasi terhadap seluruh kegiatan kehidupan manusia di dunia.

Sayyid Qutub mengistilahkan tashawwuru islamii sebagai akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam hati dan fikiran setiap muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa yang dibalik itu.

Dan menurut Naquib Al attas islamic worldview adalah pandangan islam terhadap realitas kebenaran yang nampak oleh mata hati yang cukup menjelaskan tetang hakekat wujud, oleh karena apa yang dipancarkan islam adalah wujud yang total maka worldview islam adalah pandangan tentang wujud. Bisa kita lihat dari pengertian dari beberapa ulama islam tentang islamic worldview dari kacamata islam bahwasanya semua pengertian dari para ulama abad 20 ini mengarah pada cara atau konsep berfikir yang mula-mula harus didasari dengan aqidah dan tauhid yang kuat untuk memberi gambaran tentang yang wujud maupun apa yang dibalik itu.

Jika itu yang dimaksud oleh para ulama islam tentang islamic worldview, maka benar tidak pilihan untuk untuk membangun konsep dan cara berfikir kalau bukan berkonsep atau berfikir dengan islam, karena tidak ada konsep yang sebagus, sesempurna serta seteratur kecuali konsep agama islam. Dalam islam semua konsep diatur didalamnya,dari mulai konsep ketuhanan, konsep berhukum, konsep bermuamalah, berdagang, bernegara, berorganisasi dan dan lain lagi yang mengenai konsep dalam kehidupan.

Dan jika islamic worldview juga mengajak kita untuk berfikir dan berpengetahuan maka islam pun sangat menekankan umatnya untuk berpengetahuan, sampai pun wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad saw menyuruh umatnya untuk berpengetahuan. Dan menurut Rasyid Ridho kalimat akal dan fikir disebeut dalam al quran lebih dari 50 kali, itu membuktikan bahwa islam tidak menginginkan umatnya itu bodoh, terbelakang, jumud, ahmaq dan sebagainya. Maka ada orang yang mengatakan bahwa islam itu kuno tidak relevan dangan zaman, tidak kekinian maka pada dasarnya dialah yang kuno tidak relavan dengan zaman dan tidak kekinian, karena pada dasarnya islam mendorong kita untuk maju bukan jadi kuno atau ndeso terbukti dari wahyu yang pertama kali turun surat (Al alaq 1-5).

Oleh : Septi Malian Hidayat





Gerakmu Sungguh Mengagumkan


Setelah nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- hijrah ke Madinah yang ditemani oleh sahabat mulia Abu Bakar -radhiyallahu 'anhu-, perjalanan hidup baru dalam menentukan kebijakan publik berskala besar dimulai. 

Salah satu peristiwa besar yang tidak bisa dilupakan setelah pembangunan masjid, mempersatukan kaum muhajirin dan anshar, membuat piagam Madinah adalah perang Badr yang Allah sudah menjamin para sahabat Badr diampuni dosa-dosanya.

Tapi bukan peristiwa perangnya yang ingin saya titik beratkan, melainkan kekhawatiran dan ketakutan beberapa tokoh Quraisy sebelum meletusnya perang, termasuk Umaiyah bin Khalaf tokoh yang menyiksa Bilal Muadzdzin ar Rasuul.

DR. Mahmud Muhammad 'Imarah menulis dalam bukunya, bahwa berita penarjetan Umaiyah bin Khalaf dalam perang Badr sudah sampai ke telinganya sebelum perang Badr terjadi.

Tidak tanggung-tanggung sang istri pun dilibatkan dalam menanggapi berita tersebut. Sungguh mencengangkan tanggapan sang istri tatkala mendengar berita tersebut: "Demi Allah, Muhammad sama sekali tidak bohong, usahakan kamu tidak berjumpa dengannya". 

Mendengar ungkapan sang istri, Umaiyah bin Khalaf pun mengurungkan niat berangkat ke Badr untuk perang, meskipun pada akhirnya dia berangkat dan mati dalam keadaan hina di Badr.

Lihat, kekhawatiran dan ketakutan orang-orang Quraisy saat mendengar pergerakan nabi dan kaum muslimin baik muhajirin maupun anshar. Padahal kaum muslimin bergerak hanya ingin mengambil haknya (hartanya) yang ditahan orang-orang Quraisy saat hijrah.

Lihat juga, ketakutan tokoh-tokoh besar Quraisy saat umat Islam satu saf dibawah komando nabi, padahal para sahabat ada yang dari suku Quraisy, suku Aus, suku Khazraj dan suku-suku lainnya.

Lihat juga, keyakinan mereka bahwa nabi Muhammad sama sekali tidak akan pernah bohong. Bahkan mereka sendiri yang memberi gelar al Amin, sampai-sampai di akhir-akhir masa dakwah di Mekkah mereka masih mempercayakan penitipan barang pada nabi Muhammad.

Itulah sejarah mencatat, bahwa sebenarnya kelompok yang membenci Islam tidaklah dalam lingkaran satu kata. 

Bahwa mereka di puncak kekhawatiran tatkala umat Islam dalam satu saf barisan. 

Teruslah bergerak karena kita tidak tahu, melalui tangan kita apa anak cucu kita kelak peradaban Islam kembali memimpin dunia.

Oleh : Ardhan Misa Tonadisiki

Keharusan Berpegang dengan Islam Secara Kaffah

(Syumuliatu Al-islam - Penutup)

Setelah penulis uraikan tentang doktrin keislaman yang memukau yang mencakup segi insaniyah jasadiyah dan insaniyah rohaniyah serta sumber keilmuan yang bersifat material dan immaterial, dilanjutkan dengan penjelasan tentang kesempurnaan al-Aqâ’id al-Islâmiyah, kemudian tentang ibadah, akhlak dan terakhir tentang pensyari’atan hukum Islam yang menyeluruh dan mengena pada segala aspek kehidupan manusia, maka tingal kaum muslimin di Barat dan Timur, menentukan sikapnya terhadap manhaj rabbani ini.

Hari ini kita menemukan bahwa kaum muslimin semakin lemah dari berbagai sisinya; hukum, legitimasi, politik, ekonomi, peran internasional dan lain-lain. Banyaknya jumlah kaum muslimin yang mencapai satu seperempat milyar penduduk dunia (Salim Segaf, 2008: 6), yang sekaligus menempatkan Islam pada urutan pertama jika kristen dipecah menjadai katolik dan protestan, atau urutan kedua jika katolik dan protestan disatukan ternyata hanya sebagai santapan beramai-ramai orang-orang yahudi, nasrani dan majusi. (al-Ma’dah: 82). 

Umat muslim di Afrika dibantai, di sebagian Asia juga ditindas hak-haknya. Konflik di Timur Tengah tak kunjung reda. Kekuatan zionisme internasional semakin tak terbendung kejahatannya. Sedang pemerintah di negara-negara Islam disibukkan dengan politik mengamanankan jabatan, sehingga tak jarang kita jumpai pemimpin negeri Islam atau negeri mayoritas muslim namun pemimpinnya menjadi cukong Amerika atau pun China. Hal yang demikian, diperparah lagi dengan sikap kaum muslimin yang seakan hidup dalam kesendirian. Mereka disibukkan dengan urusan pribadi yang sempit, dan tidak mau ambil pusing dengan masalah yang menimpah saudara-saudara seimannya di belahan bumi sana. Inilah masalah yang benar-benar menghantui umat Islam. 

Tatkala keadaan sudah sedemikian genting, mau tak mau umat Islam harus segera kembali pada ajarannya: Islam. Umat Islam harus kembali membuka lembaran sejarah peradabannya, di Timur maupun di Barat, sehingga ghirah untuk menegakkan Islam muncul kembali ke permukaan. Semangat berislam harus semakin digenjot. Syi’ar-syi’ar Islam harus kembali dikumandangkan. Dan sistem Islam harus dilaksanakan secara menyeluruh.

Umat Islam tidak bisa mengambil ajarannya sebagian, dan meniggalkan sebagian yang lain. Umat Islam tidak lah dikatakan sempurna islamnya, jika hanya shalat namun zakat tidak dikeluarkan. Umat Islam tidak sempurna keimanannya tanpa adanya suatu sikap pasrah kepada Islam secara totalitas. Totalitas penyerahan hidup pada Islam inilah yang akan membangkitkan kembali gaung Islam yang telah pudar dimakan sekulerisme kemalis 1923. 

Inilah yang diinginkan oleh Tuhan semesta alam ketika berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah: 208)

“...Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (al-Baqarah: 85)

Semoga umat muslim segera sadar akan kesalahannya yang telah meninggalkan Islam dan menjadikan Islam terkotak-kotak, mana yang sesuai nafsu ia ambil dan mana yang tidak sesuai ia tinggalkan. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kita taufik dan bimbingannya. Amin.

Oleh : Hilal Ardiansyah Putra

Kesempurnaan Tasyri’ dalam Islam

(Syumuliatu Al-islam - Bag 5)

Tasyri’ atau pensyariatan Islam juga tersifati dengan sifat integral dan komprehensif. Hal tersebut bisa terlihat dari cakupannya yang luas. Tasyri’ (selanjutnya akan digunakan istilah syari’at saja, sebagai hasil dari tasyri’) dalam Islam tidak hanya berbicara tentang individu dan meninggalkan sosial-masyarakat. Syari’at dalam Islam juga tidak hanya membicarakan hubungan manusia dengan tuhannya, namun juga dengan makhluk-makhluk lainnya. (al-Qaradhawi, 1977: 121)
Keintegralan konsep syari’at dalam Islam sekarang lebih mudah dilihat dari pembagian-pembagian syariat yang dilakukan oleh para ulama. Setelah membagi dan mengklasifikaskan berdasarkan cakupan objeknya, para ulama kemudian memberikan nama disiplin keilmuan tersebut dengan nama yang berbeda, sehingga bagi sarjana muslim yang ingin fokus pada satu permasalahan syariat, bisa lebih mendalaminya tanpa terganggu dengan cabang ilmu syariat yang lainnya.

Karena Islam memiliki tujuan mengeluarkan manusia dari berbagai sistem syaithoniyah wadh’iyah aqliyah, menuju sistem yang ilahiyah ma’qulah (al-Baqarah: 257) maka dengan ini, Islam telah mendeklarasikan bahwa kedatangannya dengan berbagai instrumen dan narasi kemanusiaan yang berketuhanan ialah hendak mengishlah semua sisi kehidupan manusia dari kehidupan yang paling secret-individual hingga pada hal ijtima’iyah. Semuanya telah diatur oleh Islam karena patokannya, Islam datang untuk mengislah segala bentuk keburukan dan kecacatan akal manusia (an-Nahl: 89). 

Tatkalah umat manusia linglung dengan tatacara ibadah kepada Tuhannya, mereka seenaknya membuat ibadah-ibadah yang sama sekali tidak perna diajarkan oleh para rasul. Mereka menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, mereka memahat batu dan kayu untuk berhala yang disembah. Untuk mengatasi problem ini, maka syariat menjelaskan bagaimana caranya beribadah kepada Tuhan melalui shalat, haji dan ibadah-ibadah lainnya.

Ketika manusia mengalami ketimpangan ekonomi, karena kerakusan manusia terhadap manusia lainnya yang tak terhindari (Sad: 23), maka Islam mensyari’atkan sistem pengaturan kekayaan dengan prinsip perputaran kekayaan melalui zakat dan semisalnya (al-Hashr: 7). Islam juga mengatur pembagian harta waris dengan sangat detailnya. Dimana, pembahasan hukum waris ini adalah pembahasan yang paling rinci dibanding hukum-hukum selainnya (al-Nisa: 11, 12, 176).

Dan banyak lagi hukum Islam yang menunjukkan bahwa Islam merupakan jawaban dari berbagai problem kemanusiaan dan ketuhanan yang selama ini menimpa manusia. Tinggal yang tersisa, apakah manusia mau mengaplikasikan hukum Tuhan ini dalam hidupnya, atau masih tersibukkan oleh pencarian hukum insaniyah syaitoniyah yang sampai bumi ini dihancurkan tetap tidak akan pernah menemukan sistem yang pas bagi mereka.

Oleh : Hilal Ardiansyah Putra

Bersambung ke Penutup

Kesempurnaan Akhlak dalam Islam

(Syumuliatu Al-islam - Bag 4)

Keindahan Islam juga bisa dilihat pada aspek kesempurnaan tata kramanya. Tak heran jika Rasulallah shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan bahwa salah satu misi beliau adalah menyempurnakan akhlak umat manusia. Ibunda kaum Muslimin, Aisyah radhiallahu 'anha ketika ditanya tentang bagaimana akhlak Rasul, beliau menjawab akhlaknya adalah Al-Qur’an. Bayangkan, betapa agungnya seseorang jika Al-Qur’an sudah masuk pada fase gerakan. Bukan hanya sekedar bacaan di waktu senggang. 

Dari akhlak Islam, ada yang berhubungan dengan pribadi masing-masing makhluk. Artinya, bagaimana seseorang berakhlak terhadap dirinya sendiri. Bagaimana seharusnya ia memperlakukan jasadnya, akalnya, ruhnya dan batinnya. Dalam masalah jasadiyah, Islam menganjurkan supaya manusia berakhlak pada jasadnya dengan memakan makanan yang halal lagi baik (al Araf:31). Terhadap akalnya manusia diperintahkan untuk bertafakur terhadap kaun bumi dan langit (Yunus:1, Saba’: 46). Dan juga terhadap jiwanya ketika Islam memerintahkan manusia untuk senantiasa mensucikannya dari penyakit-penyakit hati (Asy Syams: 9-10).

Dalam hal keluarga, Islam menganjurkan agar manusia memperlakukan istrinya dengan sebaik-baiknya (an Nisa’: 19), mengajarkan supaya ihsan terhadap orang tua dan anak-anak (al Isra’: 31), bermu’amalah dengan kebaikan serta kesantunan dengan sanak kerabat (al Isra’:26). Dalam hal sosial-masyarakat, Islam membarikan patokan-patokan untuk tetap diperhatikan oleh setiap individu muslim sehingga dalam pergaulan sehari-hari, marwah keislaman dalam masyarakat tetap subur dan menjadi pioner dalam kaidah bermasyarakat. Sebab itulah, Islam menganjurkan manusia untuk beradab dan beretika dalam berinteraksi (an Nur: 28), berhati hati dalam beriqtishadiyah, jangan sampai mendzalimi atau terdzalimi (al Muthafifin: 1-3), dan berhias hikmah dalam politik (an Nisa’: 58). Dengan adab-adab tersebut, maka manusia akan menemukan sebuah bentuk kenikmatan jama’ah yang langgeng dan jauh dari unsur human interes yang seringkali menghiasi muamalah ijtima’iyah kaum muslimin hari ini.

Selain akhlak terhadap individu, keluarga dan mujtama’, Islam juga telah membuat framework akhlak gerakan terhadap makhluk-makhluk Allah yang tidak berakal semisal binatang (Abu Dawud, hadis no. 2548). Dalam sebuah hadis diceritakan ada seorang yang masuk neraka gegara kucing yang dikurung tanpa ada perhatian sehingga kucing tersebut mati. Juga kisah seseorang yang memberi minum anjing di padang pasir yang dipuji oleh Allah. Umat muslim, ketika menyembelih binatang, juga harus mempertajam pisaunya serta tidak menyembelih di depan binatang lain. Dengan demikian jelas bahwa Islam juga menyuruh manusia untuk berakhlak kepada binatang, sebab binatang juga mahkluk Allah yang selalu bertasbih kepadanya, sabbaha lillâhi mâ fi as-samâwâti wa al-ardl.

Disamping terhadap binatang, tak ketinggalan pula Islam memerintahkan manusia untuk menghormati alam, tidak mengeksploitasi dengan keserakahan, tidak membakar hutan, tidak menghancurkan ekosistem karena Allah telah berfirman, “walâ tufsidu fi al-ardl ba’da ishlakhiha.”

Sekarang tersisa bagi kita satu akhlak, yakni akhlak terhadap Pencipta. Inilah tujuan dari akhlak-akhlak yang telah disebut di atas. Semuanya adalah untuk Allah. Sehingga manusia tidak pernah lepas dari Allah karena memang Allah-lah Sang Pencipta yang manusia dicipta untuk beribadah dan mewarisi bumi ini dengan keimanan, kebaikan dan amal yang shalih.

Oleh : Hilal Ardiansyah Putra

Bersambung ke Bagian 5



Kesempurnaan Ibadah dalam Islam

(Syumuliatu Al-islam - Bag 3)

Islam juga datang untuk menjelaskan perihal ibadah. Sebab agama tanpa ibadah bukanlah agama namun hanya sebatas komunitas bid’ah yang tak bertujuan dan berorientasi. Masalah ibadah telah dijelaskan oleh Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an sendiri datang untuk menjelaskan tiga konsep dasar Islam: aqidah, ibadah dan akhlak (Muhammad Khazin, 2003: 26). Secara umum, ketiganya bermakna syariah. Hanya saja ulama kita telah membaginya dengan istilah-istilah umum dengan makna khusus; syariah yang berkenaan dengan keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan takdir, disebut dengan syariah aqidah. Syariah yang berhubungan dengan shalat, zakat, puasa, haji dan amalan semisalnya disebut syariah ibadah –yang selanjutnya lebih dikenal dengan syariah saja-. Yang ketiga ialah syariah yang berkenaan dengan norma kesantunan dan adab bersosial yang disebut syariah akhlak. (Asep Zaenal, 2013: 296).

Selain Al-Qur’an, kaum muslimin juga berkewajiban untuk menjadikan As-Sunnah sebagai dasar agama mereka. As-Sunnah yang berupa ucapan, tindakan dan persetujuan Rasulallah atas perbuatan atau pernyataan para sahabatnya memiliki fungsi sebagai penjelas perkara global, penerang masalah yang sulit dipahami, pengkhusus keumuman, pengikat kemutlakkan, penjelas makna lafad, penjelas hukum tambahan, penjelas hukum nasakh dan sebagai penguat hukum Al-Qur’an. (Muhammad Husain ad-Dzahabi, 2012: 52-53).

Dengan dua warisan tersebut, ditambah dengan ilmu yang Allah wariskan terhadap para ulama (ijtihad), Islam menjadi agama yang selalu bekembang sesuai dengan zaman. Ajaran dan ibadah dalam Islam akan selalu memodifikasi dirinya sehingga ibadah dalam Islam tidak kolot dan ketinggalan zaman. Dengan catatan, ibadah-ibadah yang dimodifikasi tersebut bukan ibadah yang sudah jelas tata caranya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dengan berbagai anasir di atas, tak pelak ibadah dalam Islam telah menjadi ibadah yang integral. Ibadah yang mencakup perbuatan hati, lisan dan perbuatan (al-Qardhawi, 1977: 116-116). Manusia dengan hatinya selalu merasa bahwa Allah selalu ada untuk melihat dan mengawasi. Dengan hatinya pula, manusia mengkhusukkan diri dalam rangka menghadap-Nya tatkala iqamah shalat telah ditunaikan. Dengan lisannya, seorang hamba senantiasa tilawah, melantunkan ayat-ayat suci-Nya, berdzikir dengan do’a-do’a nan indah, serta berusaha untuk senantiasa menjadikan tiap bait nada yang keluar dari mulutnya sebagai pembicaraan dakwah yang menyeruh pada al-ma’ruf dan mencega dari al-munkar, sebab Allah telah menegaskan bahwa tidak ada kebaikan dalam ucapan kecual untuk dakwah dan islah (an-Nisa’: 114). Dengan perbuatannya, hamba juga beribadah; shalat, tawaf, sa’i, mencari nafka dan lain-lainnya juga merupakan ibadah. Dengan demikina, ibadah dalam Islam telah melingkupi tiga aspek; hati, lisan dan perbuatan. Di samping ibadah dengan tiga hal di atas, ibadah dalam Islam juga melingkupi lima sisi kemanusiaan yang dipandang dengan pendekatan integralistik transendental yang berupa; (1) tubuh, (2) perilaku, (3) kesadaran, (4) nurani dan (5) roh, semuanya ada ibadahnya masing-masing dan Islam telah mengajarkannya. (Asep Zaenal, 2013: 304).

Kesemuannya itu terangkum dalam ungkapan Ibnu Taimiyah yang terkenal, yang mendefinisikan ibadah sebagai segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah atas perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan baik secara dzahir dan batin. (Ibnu Taimiyah, 1987: 5/154). Maka dari itu, semua amalan hamba, mulai ia keluar rumah sampai masuk lagi, mulai bangun tidur sampai tidur lagi, mulai dari urusan dapur sampai negara, mulai dari ruangan persalinan sampai ruang pemandian jenazah, jika kesemuanya dilakukan dengan niat ikhlas ibadah kepada Allah dengan catatan amalan-amalan tersebut tidak melanggar batasan-batasan yang telah Allah tetapkan, maka itulah ibadah dalam Islam. betapa indahnya Islam dengan kesyumulan dalam urusan ibadah tersebut.

Oleh : Hilal Ardiansyah Putra

Bersambung ke Bagian 4

Kesempurnaan Aqidah Islam

(Syumuliatu Al-islam - Bag 2)

Islam telah menjelaskan dengan detail dan jelas mengenai aqidah yang ia ajarkan. Islam melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah telah berbicara panjang lebar tapi tetap mudah dipahami dan masuk akal. Permasalahan aqidah merupakan permasalahan yang paling urgen. Sebab, jika aqidah telah keliru, keluar dari framework ketuhanan, maka sudah pasti penganjur dan penganut aqidah yang demikian adalah orang-orang yang sedang dalam kegelapan iman dan kegersangan pikiran.

Jika dicermati, kita akan menemukan bahwa ayat-ayat yang turun di Makkah, atau ayat-ayat yang turun sebelum Hijrah, kebanyakan berbicara tentang aqidah dan keimanan. Penyebab utama dari pendahuluan ayat aqidah atas ayat ibadah –wallahu ‘alam- adalah kerena bila aqidah lurus maka amalan akan lurus, begitu juga sebaliknya. Dengan sistematikan penurunan risalah yang demikian, Allah melalui rasul-Nya hendak membangun sebuah tatanan masyarakat yang beraqidah shahihah, sesuai dengan kehendak Sang Pencipta.

Al-Qaradhawi menyebut bahwa kesempurnaan aqidah Islam terlihat dari penjelasan Islam terhadap permasalan-permasalahan besar dan penting yang ada dalam kehidupan ini. Perkara yang tidak henti-hentinya menuntut manusia berpikir untuk merumuskan jalan keluarnya. Maka Islam dengan risalahnya yang sempurna datang membawa cahaya penjelasan yang begitu memukau. Sebab jawaban dari setiap pertanyaan akan perkara-perkara tersebut telah terjawab dengan jawaban yang rasional bagi semua lapisan intelektual manusia. (al-Qaradhawi, 1977: 113)

Islam tidak hanya berbicara tentang ketuhanan tanpa berbicara kenabian dan risalah. Islam tidak hanya berbicara tentang kenabian tanpa berbicara masalah ukhrowi. Dengan singkat, Islam telah berbicara mengenai semua hal yang berkaitan dengan aqidah.

Lanjut al-Qardhawi, bahwa kesempurnaan sistem aqidah Islam juga bisa dilihat dari pendangan Islam terhadap ketuhanan. Dalam Islam, Tuhan telah jelas; Allah. Tuhan yang Esa, tidak beranak dan diperanakan, Tuhan yang berdiri sendiri tanpa wakil dalam kekuasaan, Tuhan yang segala apa yang ada pada kaun menjadi bawahan-Nya dan tidak ada dzat lainnya yang bersekutu dengannya (Al-Ikhlas: 1-4). Inilah konsep yang integral. Tidak terpecah-pecah. Konsep ketuhanan ini tentu berbeda dengan konsep “koalisi ketuhanan” dalam teologi paulus dalam ajaran kristen pasca modernisasi oleh Gereja Anthokia pimpinan Saulus (Paulus), seorang Yahudi keturunan Benyamin, saudara Yusuf bin Ya’kub. (M.I. Ananias, 2008: 79).

Dalam sistem teologi kristen, tuhan selalu mengalami penambahan personil. Yang pada awalnya hanya ada satu tuhan kemudian diangkat tuhan lainnya pada sebuah konsili di necea abad ketiga masehi yang menghasilkan kesepakatan Isa atau Yesus sebagai dzat tuhan, atau lebih terangnya; tuhan anak. (M.I. Ananias,2008: 95). Tidak cukup sampai di situ, mereka kemudian mengadakan konsili lagi di Konstantinopel dan menghasilkan kesepakatan untuk mengangkat roh kudus sebagai tuhan ketiga. (Jehovah’s Witnesesses, 2005: 58). Maka lengkaplah teologi kristen yang memiliki tiga tuhan dalam satu kesatuan. Mengenai konsep di atas, Al-Qur’an telah tegas mengatakan prilaku penyimpangan tersebut merupakan sebuah bentuk kekafiran yang nyata (al-Maidah: 72-73).

Selain dalam teologi kristen, kita juga bisa melihat jauh sebelum ajaran kristen-paulus berkembang. Semisal dalam sistem aqidah Yunani yang memiliki banyak dewa-dewi, kaum nabi terdahulu yang menjadikan benda-benda mati sebagai sesembahan dan berbagai bentuk penyimpangan aqidah lainnya.

Kesempurnaan aqidah Islam juga bisa dilihat dari sisi sumber pemahaman dan konsep aqidah Islam itu sendiri. Aqidah Islam tidak lahir dari penemuan atau sekedar perasaan (al-Qaradhawi, 1977: 114). Aqidah Islam juga bukan sekedar produk aktivitas berpikir ala filsuf yang malah sering kali melahirkan spekulatif yang berakibat pada skeptifisme pemikiran. Aqidah Islam jauh dari metode-metode yang demikian. Aqidah Islam merupakan sebuah konsep yang Allah turunkan dari langit melalui utusannya kepada al-Amin yang tidak perna tercatat dalam sejarah kebohongan dan keburukan muru’ahnya. Konsep tersebut kemudian diajarkan turun temurun melalui sebuah sistematika periwayatan yang sangat ketat dan teliti sehingga kesalahan ajaran tersebut tidak akan mungkin terjadi.

Oleh : Hilal Ardiansyah Putra

Bersambung ke Bagian 3

Doktrin Keilmuan Islam yang Komprehensif

(Syumumuliatu Al-islam-Bag 1)

Zaman ini kita menjumpai banyak sarjana muslim maupun non muslim, dengan bangga mengedepankan kekuatan logikanya. Banyak orang berteriak-teriak tentang sebuah pemahaman baru terhadap doktrin agama (Islam) yang sejatinya sudah baku dan telah disepakati oleh para ulama salaf maupun khalaf kebakuannya. Misalnya, tentang kebebasan dalam menafsirkan Al-Qur'an. Mereka beranggapan, tidak ada yang layak dan berhak untuk menafsirkan nash dan kemudian memonopoli kebenaran hanya ada pada pemahamannya atau kelompoknya. Mereka membebasakan semua orang, bodoh maupun pintar, muslim maupun non muslim, untuk menafsirkan nash agama dengan kapasitasnya masing-masing dengan catatan ia tidak mengklaim bahwa penafsirannya yang paling benar. Yang lebih parahnya, ada beberapa orang pentolan liberal mengatakan bahwa yang suci adalah apa yang Allah turunkan kepada para malaikat, dan apa yang malaikat bawa kepada Rasulallah shallallahu 'alaihi wa sallam. selebihnya, apa yang disampaikan Rasulallah kepada sahabat, sudah tidak suci lagi, sebab sudah ada campur tangan manusia yang sifatnya bukan ma’sum. 

Kita juga mendengar propaganda feminisme. Di mana mereka menyerukan supaya lelaki dan wanita dijunjung sama rata. Mereka hendak mengintepretasi ulang hukum waris yang menyatakan lelaki mendapatkan dua bagian dari pada wanita (Al-Ma’idah: 176). Mereka mengatakan, tidak adil jika wanita zaman sekarang tetap diberi setangah dari bagian lelaki, sebab wanita pada zaman modern seperti saat ini sama halnya dengan lelaki dalam hal pekerjaan dan karir. (Muhammad Ali Ash-Shobuni, 2010: 19)

Propaganda - propaganda tersebut, merupakan produk dari sebuah sikap yang abu-abu dalam pemikiran (skeptis). Mereka tidak berdiri di atas satu pondasi yang kuat. Sehingga satu waktu mereka berkata matahari yang menyinari bulan dan pada waktu yang lain mereka berkata bulan yang menyinari matahari. Inilah sebuah bentuk relativisme dalam pemahaman yang ujung-ujunganya mengarah pada doktrin pemikiran yang liberal. (Akmal Sjafril, 2011:146)

Manusia bila dicermati secara seksama, terdiri dari dua unsur penting yang satu sama lainnya saling melengkapi. Kedua unsur tersebut adalah jasad dan ruh. Jasad tanpa ruh adalah bangkai yang tak berfungsi. Sedang ruh tanpa jasad bukanlah apa-apa, sebab manusia terbebani hukum hanya jika jasad dan ruh masih berkelindan dalam satu kesatuan yang padu. Secara singkat, kita simpulkan manusia merupakan paduan unsur material dan immaterial.

Dengan kesimpulan demikian, maka manusia dalam kehidupannya tidak akan pernah lepas dari hal yang bersifat material dan immaterial. Meskipun orang barat banyak yang tidak yakin akan adanya sisi immaterial manusia yang berupah ruh, tetap saja dalam keadaan klimaks yang mengancam, jiwa mereka otomatis akan terperanjat memanggail Dzat yang immaterial dan sekaligus menyadari bahwa ada sisi lain kemanusiaan yang selama ini mereka tidak yakini.

Sebagai insaniyah jasadiyah yang sekaligus insaniyah ruhiyah, maka dalam proses berpikir dan mencari kebenaran, manusia juga membutuhkan referensi kebenaran yang bersifat manterial dan immaterial. Referensi material adalah logika manusia itu sendiri, yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman empiris yang bisa diterima akal dan dapat dibuktikan melelui pengamatan panca indra yang lima. Sedangkan, referensi immaterial adalah doktri agama yang bersumber dari wahyu, baik berupa firman Allah yang tertuang dalam Al-Qur'an maupun ucapan, tindakan dan persetujuan rasul utusan-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sebagai manusia yang sadar akan hakikatnya yang jasadiyah dan rohaniyah, maka manusia tidak bisa lantas hanya mengambil akal dan penalaran panca indera saja dalam mencari kebenaran tanpa melibatkan sisi rohaniyah yang bersifat transenden. Logika dan wahyu harus saling melengkapi. Sebab, meskipun logika sudah dikerahkan sekuat tenaga untuk memahami sesuatu, tetap saja akal merupakan barang yang meskipun digunakan sampai ‘mendidih’ tetaplah ia terbatas, dan meskipun ia mampu berpikir jauh dan luas, tetaplah ia sempit. (Abdul Karim Zaidan, 2004: 57)

Begitulah logika dan alatnya, akal. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, akal diartikan sebagai: (1) daya pikir (untuk mengerti dan sebagainya); (2) daya, upaya, cara melakukan sesuatu; (3) tipu daya, muslihat; dan (4) kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungan. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, KBBI). Dalam bahasa Arab sendiri, akal berasal dari kata ‘aql, bentuk mashdar dari kata a-qa-la, ya’-qi-lu- ‘aqlan, dalam kamus al-Wasit dimaknai sebagai: (1) mengetahui sesuatu pada hakikatnya; (2) apa yang menjadi alat berpikir dan beristidlal serta perangkat pengambaran dan pembenaran; (3) apa yang dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan, kebenaran dan kebathilan. (Mu’jam al-Wasit, software al-Ma’ani: li kulli rasmin ma’nâ)

Akal dan logika juga sering diidentikkan dengan kata ‘mantiq’ yang artinya perkataan atau sabda. (Mundiri, 1994: 1-2). Mundiri dalam bukunya logika, mengambil beberapa pengertian logika atau mantiq dari beberapa sumber: (1) logika atau mantiq diartikan sebagai penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berpikir benar (Goerge F. Kneller, 1966: 13); (2) hukum yang memelihara hati manusia dari kesalahan berpikir (Louis Ma’luf, 1973: 816); (3) ilmu untuk mengerakkan pikiran kepada jalan yang lurus untuk memperoleh suatu kebenaran (Thaib Thahir, 1966: 16)

Penggunaan akal yang kebablasan oleh barat dan sebagian kecil pemikir muslim, nyatanya telah merusak sistem berpikir dan kehidupan mereka sendiri. Dengan akalnya yang didewakan, mereka mengkonsep sebuah idiologi yang mereka yakini dapat mengentaskan manusia dari berbagai macam permasalahan hidup. Maka dari itu, muncul sistem komunisme, sosialime, kapitalisme, sekulerisme, dan isme-isme logika lainnya, yang makin bertambah hari makin terlihat kecacatan produk-produk logika tersebut, ini sekaligus membuktikan bahwa produk logika mereka kontras dengan pengertian logika yang telah disebutkankan. 

Kita mengambil satu contoh produk akal; modernisme (ala barat). Ketika Barat mulai menyadari pentingnya ilmu pengetahuan, mereka berlomba untuk belajar dari para sarjana muslim abad pertengahan di berbagai universitas yang ada di Spanyol. Mereka belajar filsafat Yunani, kebudayaan Babilonia, dan sejarah-sejarah pemikiran dan peradaban sebelum masihiyah dari orang-orang Islam. Dari hasil pembelajaran yang mereka dapatkan dari sarjana muslim tersebut, mereka tergerak untuk melakukan sebuah revolusi pemikiran dan sistem kehidupan barat. Sejarah mencatat, bahwa kelamnya peradaban barat sebelum munculnya zaman renaisense pada paru terakhir adab 18 tidak lain dan tidak bukan adalah kerena otoritarisme sistem dari Gereja. Semua hal harus didasarkan pada fatwa Gereja. Siapa yang menentang doktrin Gereja, atau melakukan sesuatu tanpa izin Gereja, maka mereka harus siap menerima hukuman. 

Kebekuan sistem Gereja tersebut, membuat para sarjana barat terobsesi untuk segera melakukan pemberontakan intelektual. Maka digalakkanlah semboyan-semboyan kebebasan berpendapat semisal ungkapa “berikan pada kaisar apa yang menjadi haknya, dan kepada Tuhan apa yang menjadi haknya.” Setelah propaganda yang demikian, mulai mereka merancang sebuah sistem yang modern. Era sistem ini ditandai dengan munculnya Rene Descartes yang mempelopori modernisme dengan pengedepanan akal dan logika sebagai instrumen utamanya. Descartes kemudian memunculkan sebuah doktrin “Cogito ergosum” artinya aku perpikir karena aku ada. Dia juga mengajarkan bahwa kebenaran akan diperoleh melalui pertanyaan yang bersifat keragu-raguan. Jika manusia ingin mendapatkan kepastian akan suatu kebenaran, maka ia harus memulainya dengan kesangsian. Jika kesangsian tersebut hilang dengan hukum-hukum berpikir yang benar, maka itulah kebenaran. Jika sebaliknya, maka itu bukan sebuah kebenaran. Dengan diktumnya tersebut, Descartes juga ingin menyampaikan bahwa rasio diyakini mampu mengatasi kekuatan metafisi dan transendental. Kemampuan rasio inilah yang menjadi kunci kebenaran pengetahuan dan kebudayaan modern. (Medhy Aginta Hidayat: 3).

Namun apa yang terjadi dengan pemahaman modernisme khas barat tersebut? Rosenau menyebut ada lima kegagalan modernisme yang dibawa oleh Descarters. Pertama, modernisme gagal mewujudkan perbaikan ke arah masa depan. Kedua, ilmu modern tidak mampu melepaskan dirinya dari kesewenang-wenangan. Ketiga, banyak kontradiksi antara teori dan fakta. Keempat, keyakinan yang keliru akan kemampuan modernisme dalam memecahkan berbagai masalah. Kelima, ilmu modern kurang memperhatikan tataran mistis dan metafisis. Melihat kegagalan yang demikian, Rosenau kemudian membawa konsep baru berupa Post-modernsime.

Lihatlah bagaimana barat kesulitan mencari sistem hidup sekaligus pandangan hidup. Pemikiran mereka telah dimulai dengan sebuah keraguan dan diselesaikan dengan keragu-raguan pula. Hasilnya, manusia yang lugu menjadi korban sistem buatan mereka. Betapa banyak nyawa di Afrika melayang karena monopoli kapitalisme Barat dan Eropa. Berapa banyak nyawa di Pakistan, Irak, Afghanistan, Palestina, Suria dan negara lainnya karena kerusakan sistem pemikiran barat yang mengedepankan hawa nafsu semata. Inikah yang dinamakan dengan modernisme yang akan membawa manusia pada kehidupan yang laik dan sejahtera? Sayang itu hanya mimpi di atas dipan.

Sekarang mari kita lihat bagaimana Islam membangun pemahaman dan pandangannya terhadap kehidupan. Yang pertama yang perlu kita ketahui adalah dari mana kaum muslimin mendapatkan kebenaran sehingga sistem yang mereka gunakan juga sebuah kebenaran? Kaum muslimin mendapatkan kebenaran melalu (1) Khabar Sidiq, (2) panca indera, (3) pikiran sehat, dan (4) intuisi. (Adian Husaini, 2013: xviii).

Empat hal tersebutlah yang melandasi pemikiran seorang muslim. Jauh berbeda dengan barat yang hanya memiliki dua sumber ilmu, yaitu ilmu yang bersumber dari konsep a posteriori dan konsep a priori. Konsep a posteriori adalah ilmu yang diperoleh melalui pengalaman inderawi. Sedangkan konsep a priori adalah ilmu yang bersumber dari akal. (Nashruddin Syarif, 2013: 60, dan Mundiri, 2011: 7).

Begitulah barat, hanya mengedapankan material tanpa memasukkan unsur ketuhanan dalam berpikir. Sehingga konsep kehidupan yang mereka telurkan jauh dengan sifat kemanusiaan yang insaniyah jasadiyah dan insaniyah rohaniyah.

Oleh : Hilal Ardiansyah Putra

Bersambung ke Bagian 2

Syumuliyatu al-Islâm Ditinjau dari Berbagai Aspek

(Pendahuluan)

Alhamdulillahi rabil 'âlamin, segala puji bagi Allah, dengan sifat rahim-Nya umat manusia mendapatkan ketenangan pada hari kiamat dan dengan rahman-Nya manusia bisa merasakan manisnya alam fana. Shalawat dan salam untuk Baginda Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, Rasul akhir zaman yang diutus dengan sebuah risalah sempurna; menambal kekurangan risalah para nabi sebelumnya, mengevaluasinya dan juga datang dengan sebuah risalah yang belum ada pada risalah-risalah pendahulunya.

Salah satu yang menjadi ciri khas risalah muhammadiyah ini adalah kesempurnaannya. Maka ketika umat Islam membuka kembali kitab sucinya, ia akan menemukan firman Allah yang menegaskan bahwa risalah muhammadiyah adalah risalah yang menjelaskan segala sesuatu (QS. An-Nahl: 89). Tidak ada seorang pun yang mengalami problem kehidupan kemudian ia buka kitab sucinya serta merujuk pada pendapat-pendapat ahli hadis, tafsir dan fikih, kecuali dia akan menemukan jalan keluar yang indah, yang tidak akan perna bisa ia temukan dalam risalah atau syariat agama selain Islam.

Hal yang demikian tersebut karena Allah telah berkenan menurunkan Al-Qur’an dengan ayat umum dalam porsi yang lebih banyak dari pada ayat yang khusus. Hal yang demikian, memberikan peluang bagi akal manusia untuk beristimbat darinya dengan tata cara istimbat yang telah digariskan para ulama, sehingga ia bisa menjalankan tujuan-tujuan agama yang berupa penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, harta dan harga diri seseorang. 

Ciri di atas telah menggariskan bahwa kesempurnaan jalan hidup hanya ada pada Islam. Keyakinan terhadap kesempurnaan risalah Islam tersebut akan bertambah kuat ketika kaum muslimin mencoba untuk melihat ajaran agama lainnya yang banyak kekurangan serta kontradiktif antara satu perintah dengan perintah yang lain dalam kitab sucinya. Hal ini bisa dilihat lebih lanjut dalam ajaran Paulunism terhadap doktrin Kristen juga ajaran-ajaran lainnya. Lain halnya dengan ajaran Islam, yang tidak ada percekcokan antar dalil satu salam lain, pun jika ditemukan yang secara dzhohir terjadi pertentangan, otak manusialah yang belum sampai pada tingkat pemahan yang Allah inginkan (an-Nisa: 82).

Dengan demikian, klaim umat Islam sebagai umat terbaik (Ali-Imran: 110), sangat cocok karena didukung dengan undang-undang Tuhan yang integral, lengkap dan terlepas dari setiap kecacatan hukum meski hanya setitik kesalahan. Untuk lebih mengetahui bagaimana kesempurnaan risalah Islam ini, maka penulis akan mencoba menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan syumuliyatu al-Islam dari beberapa aspek kehidupan manusia. Tulisan ini diharapkan bisa sedikit menggugah kaum muslimin yang selama ini sibuk untuk mencari sistem kehidupan selain Islam, serta ingin menunjukkan bahwa Islam adalah jawaban dari semua bentuk permasalahan yang dihadapi oleh manusia. 

Tentu, apa yang penulis sajikan disini, tidaklah mewakili seluruh kesempurnaan Islam kerena sangat tidak mungkin kesempurnaan Islam hanya ditulis dalam lembaran makalah. ‘Ala kulli hal, semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua sehingga bisa berjalan beriringan dengan ridha dan kehendak-Nya. Amin. 

Oleh : Hilal Ardiansyah Putra

Bersambung ke Bagian 1

Walid Abad ke-7 dan Ah*k Abad ke-21


Walid bin Al Mughiroh, kisahnya terabadikan dalam surah Al-Muddatstsir ayat 11-30 sejak abad 7 masehi yang lalu. Dan sekarang, di abad 21 masehi juga tertuliskan kisah seorang bangsawan kafir di Jakarta yang tak jauh berbeda dengan yang pertama. Dua duanya diawali dari posisi mereka sebagai musuh Islam, penentang dakwah dan kebenciannya terhadap Al Quran.

 Ah*k, begitulah si Aduwwullah itu biasa di panggil. Merasa kuat karena punya duit, merasa sombong karena punya kekuasaan dan merasa hebat karena menjadi harapan kuffar dan musyrikin. Inilah Persamaan karakter antara Walid dan si Ah*k.

Walid bin Al Mughiroh sebetulnya tahu dengan kebenaran Al Quran, tapi kekuasaanlah yang menyebabkan hatinya mati. Hal itu tercermin dari ucapannya ketika mendengar ayat-ayat Al-Quran langsung dari lisan baginda Rasulullah SAW. Inilah ucapannya yang begitu masyhur itu, 
" Demi Allah, kata-kata yang diucapkannya sungguh manis; bagian atasnya berbuah dan bagian bawahnya mengalir air segar. Ucapannya itu sungguh tinggi, tak dapat diungguli, bahkan dapat menghancurkan apa yang ada di bawahnya..". 

Sekali lagi, karena rakus akan kekuasaan maka Walid mengesampingkan fithrah dari jiwanya. Dia malah mengatakan bahwa Al-Quran itu hanyalah 'sihir yang dipelajari'. Lalu turunlah firman Allah: 

ذرني ومن خلقت وحيدا
"Biarkanlah aku bertindak terhadap orang yang telah Aku ciptakan sendiri." (Al-mudatssir: 11).

Surat Al-Mudattsir ayat 11-30 begitu gamblang menceritakan bagaimana awal dari penentangan si Musyrik ini terhadap Al-Quran, dan juga bagaimana akhir tragis dari hidupnya yang diseret ke neraka Saqor.

Ah*k bukanlah orang Quraisy, berbeda dengan Walid yang asli keturunan Quraisy dan dari kabilah terpandang Al-Makhzumy. Maka kalau dari sisi kebangsawanan, antara Ah*k dan Walid sangatlah jauh. "Kalau Walid Asli pribumi (pakai shod), sedangkan Ah*k bukan". Begitulah istilah Nusantaranya.

Kisah Ah*k dimulai dengan ucapan mulut obor nya, karena tamaknya akan kekuasaan dia mengatakan kalau Al-Quran itu alat untuk pembohongan. Lebih tepatnya pada surat Al-Ma'idah ayat 51. 
"Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya."  Ucapan Ah*k

Maka Allah-pun murka terhadapnya, dengan melalui hamba-hambanya yang ikhlas Allah turunkan rasa was-was, kegundahan dan ketakutan yang mendalam di hatinya. Ini semua barulah permulaan. Bukan tidak mungkin dia akan sekarat dengan tragis sebagaimana Walid juga sekarat, hanya dengan menginjak anak panah saja, kakinya membusuk dan kemudian di seret ke neraka Saqor dan hangus di dalamnya. Inilah kabar gembira untukmu wahai penista!.

Cerita tidak berhenti sampai disini. Ancaman bagi manusia-manusia ataupun media yang membela si penista agama ini adalah sebagaimana kisah Abu Lahab. 
"Tabbat yadaa abii lahabiw watabb"  (QS. Al-Lahab). Yang saat itu juga berperan sebagai media dan pembela si penista. Yang mati dengan badan yang membusuk, bau menyengat dan dikubur dengan dilempari pakai batu, karena tak ada yang mau mendekat karena baunya.

Sungguh tragis akhir  hayatmu wahai musuh Allah!

Oleh: Sahir Wasim (Direktur Institut Dakwah Tauhid)