Islam Nusantara: Prospek Dakwah Universal ( Bagian Pertama )

    Dalam perjalanannya, Islam Nusantara mengalami banyak pro dan kontra. Sebagai sebuah wacana baru, ia mencuri perhatian berbagai kalangan umat Islam. Mulai dari pada ulama kelas pondok pesantren hingga para cendikiawan peneliti muslim studi keIslaman. Saat pertama kali dicetuskan sebagai tema Muktamar NU, Islam Nusantara sangat mencuri perhatian para pro-kontranya.

    Wacana Islam Nusantara membawa ketakutan sekaligus titik terang bagi umat muslim Indonesia. Pasalnya, di Indonesia kini telah ada pembagian antara cendikiawan muslim tradisionalis dan modernis. Mereka yang tradisionalis ini memandang Islam nusantara dari karakter pembawa risalahnya yakni para walisongo sedangkan yang modernis menganut pemikiran sendiri dengan asbab telah belajar di timur tengah dan telah melakukan berbagai penelitian mendalam tentang Islam.

    Penulis menganggap hal ini bukanlah sesuatu yang bertentangan melainkan sebagai sebuah wadah untuk terus menggali ilmu keIslaman dan melakukan kegiatan dinamis dalam pengkajian Islam. Namun, pada praktiknya, tak ayal ditemukan berbagai ketidakcocokan cara berpikir, meski sebabnya hanya ketidakpahaman yang menyeluruh. Dalam konteks yang akan penulis angkat, yakni Islam Nusantara, para cendikiawan modernis mengungkapkan berbagai ketakutan terhadap Islam Nusantara yang dicanangkan para ulama tradisionalis.

    Dalam buku Sejarah Peradaban Islam di Indonesia karya Dr. Musyrifah Sunanto, Islam saat masuk ke Indonesia mengajarkan beberapa nilai baru, yakni:

1.  Islam mengajarkan adanya kehidupan akhirat yang berkesinambungan dengan kehidupan duniawi.  Ajaran ini mendidk pengikutnya untuk mengatur hidup di dunia mencapai kehidupan akhirat; bahwa hidup tidak selesai di dunia tetapi ada imbalannya di akhirat, yang baik maupun yang buruk.
2.    Islam mengajarkan pemeluknya bertanggung jawab atas nasibnya sendiri di akhirat. Kepercayaan ini mendorong pemeluknya untuk selalu menghayati dan mengamalkan norma-norma hukum dan tuntunan akhlak yang benar sebagaimana yang diajarkan kepada setiap individu.
3.   Islam mengajarkan aturan-aturan hidup bermasyarakat dan bernegara dalam cakrawala kehidupan solidaritas umat Islam sedunia. Umat manusia tidak dikotak-kotakkan dan terbagi-bagi dalam suku bangsa tetapi derajat mereka tergantung pada ketinggian keimanannya

Di antara saluran penyebaran Islam di Indonesia antara lain:

1. Perdagangan, yang menggunakan sarana pelayaran (maritim)
2. Dakwah, yang dilakukan oleh muballigh yang berdatangan bersama para pedagang. Para muballigh itu bisa jadi juga para sufi pengembara.
3. Pernikahan, yaitu antara pedagang muslim atau muballigh, dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat inti sosial, yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
4. Pendidikan, seperti pesantren-pesantren yang didirikan para walisongo.
5. Tasawuf dan tarekat, dan
6. Kesenian

    Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan Nusantara sudah mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban Hindu Budha dari India, yang pengaruhnya tidak merata. Di jawa telah mendalam, di sumatra merupakan lapisan tipis, sedang di pulau-pulau lain belum terjadi. Walaupun demikian, Islam dapat cepat menyebar. Hal itu disebabkan Islam yang dibawa oleh kaum pedagang maupun para dai dan ulama, bagaimana pun keislaman para dai dan ulama masa awal, mereka semua menyiarkan suatu rangkaian ajaran dan cara serta gaya hidup yang secara kualitatif lebih maju daripada peradaban yang ada. Dalam bidang perenungan teologi monoteisme dibandingkan teologi politeisme, kehidupan masyarakat tanpa kasta, juga dalam sufisme Islam lebih maju dan lebih mendasar daripada mistik pribumi yang dipengaruhi mistik Hindu-Budha. Demikian juga dalam pengembangan inteleketual dari kesenian. Najib al-attas mengatakan bahwa pengaruh Islam sangat besar. Islam telah mengubah kehidupan sosial budaya dan tradisi kerohanian masyarakat melayu-Indonesia. Kedatangan Islam merupakan pencerahan bagi kawasan Asia Tenggara (terutama Indonesia) karena sangat mendukung intelektualisme yang tidak terdapat pada masa Hindu Budha.

    Dengan kedatangan Islam, masyarakat Indonesia mengalami transformasi dari masyarakat agraris feodal pengaruh hindu budha ke arah masyarakat perkotaan pengaruh Islam. Islam pada dasarnya adalah urban (perkotaan). Peradaban Islam  pada hakikatnya juga urban dengan bukti proses Islamisasi di Nusantara bermula dari kota-kota pelabuhan, dikembangkan atas perlindungan istana sehingga itana kemudian menjadi pusat pengembangan intelektual, politik, dan ekonomi. Dengan pengaruh Islam, Nusantara menjadi maju dalam bidang perdagangan terutama hubungan perdagangan internasional dengan timur tengah, khususnya dengan bangsa Arab, Persi, dan India. Juga perdagangan dengan tiongkok menelusuri seluruh kepulauan Nusantara, di mana ajaran Islam serta para penyebarnya (pedagang dan dai) ikut serta memberikan sumbangan berharga bagi transformasi itu. Namun, di tengah proses transformasi yang damai itu datang pedagang Barat. Dengan kedatangan mereka transformasi menjadi terganggu sehingga masyarakat feodal sisa-sisa pengaruh Hindu Budha belum terkikis habis. (bersambung)

oleh : Nurul Wahana ( Juara 2 Lomba Kepenulisan KAMMI Komisariat LIPIA )

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »