Salah Seorang Ketum Demisioner pernah bercerita: "Pada era ana, hal yang tersulit bagi kader LIPIA yang ekslusif adalah mengikuti jenjang pengkaderan alias AB2. Persepsi yang terbangun adalah; menjadi AB2 berarti harus siap menjadi ketua. Ada juga kesimpulan lain; menjadi AB2 berarti secara tidak langsung meragukan kapasitas kader. Alhamdulillah dengan berjalannya waktu, paradigma tersebut berhasil diubah tapi bukan tidak mungkin akan kembali mencuat suatu saat nanti,tentunya dengan cita rasa yang berbeda."
Mari sejenak merenungkan benar tidaknya. Sobat, KAMMI sedikit berbeda dengan organisasi mahasiswa yang ada. Di KAMMI tidak hanya mempoles sebuah semangat, akan tetapi bagaimana menyalurkannya. Di KAMMI juga syuro dan agenda tidak hanya sekedar menyalurkan gairah proker dan ukhuwah, akan tetapi bagaimana efektivitas organisasi berjalan. Di KAMMI-pun aksi tidak sekedar aksi, akan tetapi memenangkan opini dan kondisi. Jika sekedar cerdas tanpa mau berjalan di koridor KAMMI, tentu masih banyak organisasi mahasiswa lain yang mempunyai ciri khas yang menonjolkan berpikir serba kritis tersebut. Pun, Jika pemahaman aksi alias demo hanya sekedar teriak2 di jalan, bakar ban dan coret-coret; tidak perlu menjadi seorang Kader KAMMI, karena para pendemo bayaran pun bisa melakukannya.
Salah satu yang membedakan KAMMI dengan organisasi mahasiswa lainnya adalah jenjang kaderisasinya. Secerdas apapun kader, seaktif dan se-aktraktif apapun harus tetap dipastikan bergerak sesuai dengan Manhaj yang ada. Jenjang kaderisasi inilah yang sedikit mengubah alur bagaimana aksi bukanlah kekuatan sebenarnya, hal inilah yang membuat KAMMI (dengan izin Allah) akan menjadi organisasi massa depan. Dan akhirnya "Kekuatan" itu mulai di sadari. Awal mula di bentuk KAMMI hanyalah "ngastrat" alias aksi, maka mulailah berproses dan berjenjang ke alur kaderisasi yang berkesinambungan. Dan salah satu kekuatan yang riil ada pada jiwa kader-kadernya.*
Jenjang Kaderisasi penting dipahami dengan baik, karena sama sekali bukan hendak menciptakn kasta dan strata. Jenjang ini dibentuk sebagaimana update dan upgrade, seperti jenjang pelajaran IPA waktu SD, berubah ke teori Biologi,Geografi,Kimia dan sejenisnya pada jenjang berikutnya. Membelah-belah pemahaman menjadi luas tidak ada salahnya, karena itu adalah kebutuhan. Sama butuhnya kita dengan bahasa arab yang kita pelajari bukanlah semata-mata hiwar, akan tetapi ada nahwu,Shorf, balaghoh,adab,mantiq dan lain sebagainya. Peluasan tersebut dilakukan untuk memahamkan dan memastikan kebutuhan manusia itu sendiri. Tentunya dan seharusnya, kita bisa menikmatinya bukan karena sebab "butuh" akan tetapi karena keadaan.* seperti kita menikmati tatanan balaghoh yang mempunyai cita rasa yang berbeda dengan mantiq,pun sebaliknya.
Mari sejenak merenungkan benar tidaknya. Sobat, KAMMI sedikit berbeda dengan organisasi mahasiswa yang ada. Di KAMMI tidak hanya mempoles sebuah semangat, akan tetapi bagaimana menyalurkannya. Di KAMMI juga syuro dan agenda tidak hanya sekedar menyalurkan gairah proker dan ukhuwah, akan tetapi bagaimana efektivitas organisasi berjalan. Di KAMMI-pun aksi tidak sekedar aksi, akan tetapi memenangkan opini dan kondisi. Jika sekedar cerdas tanpa mau berjalan di koridor KAMMI, tentu masih banyak organisasi mahasiswa lain yang mempunyai ciri khas yang menonjolkan berpikir serba kritis tersebut. Pun, Jika pemahaman aksi alias demo hanya sekedar teriak2 di jalan, bakar ban dan coret-coret; tidak perlu menjadi seorang Kader KAMMI, karena para pendemo bayaran pun bisa melakukannya.
Salah satu yang membedakan KAMMI dengan organisasi mahasiswa lainnya adalah jenjang kaderisasinya. Secerdas apapun kader, seaktif dan se-aktraktif apapun harus tetap dipastikan bergerak sesuai dengan Manhaj yang ada. Jenjang kaderisasi inilah yang sedikit mengubah alur bagaimana aksi bukanlah kekuatan sebenarnya, hal inilah yang membuat KAMMI (dengan izin Allah) akan menjadi organisasi massa depan. Dan akhirnya "Kekuatan" itu mulai di sadari. Awal mula di bentuk KAMMI hanyalah "ngastrat" alias aksi, maka mulailah berproses dan berjenjang ke alur kaderisasi yang berkesinambungan. Dan salah satu kekuatan yang riil ada pada jiwa kader-kadernya.*
Jenjang Kaderisasi penting dipahami dengan baik, karena sama sekali bukan hendak menciptakn kasta dan strata. Jenjang ini dibentuk sebagaimana update dan upgrade, seperti jenjang pelajaran IPA waktu SD, berubah ke teori Biologi,Geografi,Kimia dan sejenisnya pada jenjang berikutnya. Membelah-belah pemahaman menjadi luas tidak ada salahnya, karena itu adalah kebutuhan. Sama butuhnya kita dengan bahasa arab yang kita pelajari bukanlah semata-mata hiwar, akan tetapi ada nahwu,Shorf, balaghoh,adab,mantiq dan lain sebagainya. Peluasan tersebut dilakukan untuk memahamkan dan memastikan kebutuhan manusia itu sendiri. Tentunya dan seharusnya, kita bisa menikmatinya bukan karena sebab "butuh" akan tetapi karena keadaan.* seperti kita menikmati tatanan balaghoh yang mempunyai cita rasa yang berbeda dengan mantiq,pun sebaliknya.
Dan itulah jenjang, berarti adalah proses perluasan yang harus dinikmati semua kader,dalam hal apa?, dalam organisasi karena dia mengaku kader KAMMI.
Disadari atau tidak, diakui ataupun tidak: dakwah memang tidak membutuhkan kamu, tapi KAMMI membutuhkan kamu.
Para Sahabat -ridhwanullahi ajmain- wafat, dan bangkitlah era Tabi'in begitu seterusnya. Cepat atau lambat yang sekarang akan jadi masa lalu, lenyap lalu tumbuhlah bibit baru yang semula hijau kini kokoh sebagai pokok.
Jika bukan Kamu yang mewarisi harokah ini lalu siapa?, cukuplah pedang suriah menjadi pelajaran, tidak adanya pewarisan dalam pembuatannya membuat pedang yang ditakuti tentara salib itu punah sekarang.*
Jika dengan bergerak engkau bisa melakukan perubahan,
Lalu mengapa engkau mau untuk segera tergantikan?
Jika dengan jenjang engkau bisa berkembang,
Lalu mengapa kau jadikan dirimu terkekang ?.
Al-Faqir Ahmad Amrin.
*Ijtihad Membangun Gerakan.
*Menikmati Demokrasi.
*Legenda Perang Salib yang Tak Terungkap.
EmoticonEmoticon