DKI Jakarta merupakan daerah yang cukup strategis di Indonesia. Hal ini disebabkan letak goegrafis Jakarta yang merupakan jalur perdagangan internasional sejak masa lampau, ditambah saat ini Jakarta merupakan pusat negara sekaligus menjadi Ibu Kotanya.
Secara sosio-historis, Jakarta pernah beberapa kali dikuasai oleh beberapa aliran kepercayaan/agama sekaligus beberapa kali pula berganti nama. Seperti pada bagian Nusantra lainnya, awalnya Jakarta dikuasi oleh Animisme dan Hindu-Budha, pada saat itu Jakarta masih bernama Sunda Kelapa. Kemudian pada tahun 1522 Sunda Kelapa dimasuki Portugis dan pada tahun 1526 Sunda Kelapa berhasil direbut kembali oleh tentara Demak-Islam dan dirubah namanya menjadi Jayakarta. Setelah Jayakarta, Jakarta kemudian dirubah oleh VOC menjadi Batavia. Kemudian hingga akhirnya berubah menjadi Jakarta yang merupakan penyederhanaan dari nama Jayakarta pemberian Fatahillah.
Sejak dulu, Jakarta telah menjadi pembicaraan sekaligus pusat bagi daerah-daerah sekitar Jawa, Sumatra, dan juga kepulauan Melayu lainnya. Hingga kini Jakarta menjadi kawasan Megapolitan dengan jumlah penduduk berdasarkan sensus 2010 mencapai 9.607.787 jiwa yang sekaligus menempatkan Jakarta pada peringkat pertama dalam hal persentase jumlah penduduk. Ini adalah jumlah yang tercatat pada 2010, belum dengan para pendatang yang jumlahnya diperkirakan sangat banyak.
Jakarta bagi penduduk Indonesia ibarat magnet. Di Jakarta berkumpul orang dengan berbagai latar belakang suku dan bahasa. Di Jakarta pula berkumpul komunitas-komunitas asing. Hal yang demikianlah yang membuat Jakarta, jika dikelolah dengan benar, akan memberikan sebuah hal yang luar biasa bagi rakyat Jakarta khususnya dan bagi Negara Indonesia pada umumnya.
Dengan kondisi Jakarta yang demikian, maka menarik sekali jika kita membahas potensi-potensi yang ada di Jakarta. Sekaligus menganalisis kenapa potensi yang ada di Jakarta tersebut ternyata belum mampu memberikan manfaat dan solusi kehidupan bagi masyarakatnya dan juga bagi Bangsa Indonesia.
Dalam tulisan singkat ini, penulis ingin mengangkat tiga potensi penting yang ada di Jakarta yaitu pendidikan, ekonomi, dan politik. Agar nantinya pembahasan ini menjadi lebih jelas, maka perlu kiranya penulis tegaskan bahwa, sudut pandang yang penulis ambil adalah sudut pandang netral dan jauh dari rasisme dan fanatisme golongan.
Potensi Pendidikan di Jakarta
Pendidikan merupakan faktor pertama yang menunjang kemajuan berpikir dan berkembang manusia. Tingkat pendidikan serta antusiasme pendidikan akan memiliki dampak yang sangat besar untuk daerah tersebut. Dengan pendidikan, masyarakat akan tercerahkan, tahu bagaimana bersikap, tahu bagaimana bertindak, tahu bagaimana mencari solusi, dan tahu bagaimana hidup di daerah yang kompleks seperti Jakarta ini.
Untuk daerah seperti Jakarta, pendidikan memiliki potensi yang sangat besar. Baik potensi jumlah sekolah, potensi jumlah murid, potensi tenaga pendidik, dan potensi sarana prasarana pendidikan yang lengkap.
Untuk potensi jumlah sekolah sendiri, Jakarta memiliki 2.208 SD negeri, 839 SD Swasta, 326 SMP negeri, 696 SMP swasta, 426 SMA Swasta. (Data BPS Jakarta 2013). Belum juga ditambah lembaga-lembaga kursus nonformal dan perguruan-perguruan tinggi yang menjamur di mana-mana.
Melihat banyaknya lembaga pendidikan formal maupun nonformal, dari tingkat anak usia dini sampai perguruan tinggi, dari yang berbayar maupun yang tidak berbayar, dari yang skala lokal maupun internasional, semuanya ada di Jakarta. Ini adalah sebuah potensi pendidikan yang sangat besar untuk daerah Ibu Kota Jakarta ini.
Selanjutnya, dari segi potensi jumlah murid. Dilihat dari jumlah sekolah yang ada, maka jumlah murid pun akan sangat besar. Ditambah karena Jakarta bukan hanya dearah orang Betawi saja, melainkan seluruh suku dan bangsa berkumpul di Jakarta, maka sekolah-sekolah tersebut penuh dengan murid-murid yang memiliki kultur yang bebada, latar belakang berbeda, yang kesemuanya tersebut akan memberikan dampak bertambahnya pengetahuan para murid karena mereka langsung berinteraksi dengan budaya-budaya selain budaya orang tuanya yang otomatis akan menambah wawasan kebangsaan dan sosial mereka.
Begitupula dari segi potensi tenaga pendidik. Sebagai Ibu Kota, Jakarta memiliki perguruan-perguruan tinggi yang berpamor semisal Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, dan PT-PT lainnya yang ada di kawasan Jakarta. Dengan adanya kampus-kampus tersebut, maka tidak diragukan lagi bahwa Jakarta memiliki potensi tenaga pengajar yang berkualitas serta profesional.
Banyaknya murid, banyaknya lembaga pendidikan, banyaknya tenaga pendidik yang ada di Jakarta, akan tambah lengkap ketika prasaranan pendidikan juga mendukung. Dan sekali lagi, Jakarta punya itu. Jakarta memiliki sarana yang sangat lengkap. Sebab teknologi-teknologi luar yang sangat bermanfaat pasti transit di Jakarta dan digunakan pula oleh lembaga-lembaga pendidikan di Jakarta.
Di samping keempat faktor tersebut, ada satu lagi faktor yang membuat potensi pendidikan di Jakarta semakin diperhitungkan. Apa itu ? sebagai Ibu Kota, Jakarta sering kedatangan para pakar dari luar yang memberikan seminar, kuliah terbuka, kursus singkat, dan semisalnya kepada pelajar-pelajar Jakarta, dimana hal semacam ini jarang didapatkan di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Dengan kedatangan pakar-pakar tersebut, pelajar-pelajar yang ada di Jakarta akan mendapatkan hal-hal baru yang mungkin saja tidak akan mereka dapatkan kecuali dari orang-orang asing tersebut.
Namun, ternyata faktor pendukung pendidikan yang ada di Jakarta tersebut belum mampu untuk menjadikan anak didik di Jakarta menjadi lebih maju dari daerah lainnya. Meski banyak sekolah, ternyata masih juga banyak anak jalanan, anak gelandangan, anak miskin, dan semisalnya yang tidak bisa merasakan bangku sekolah karena kurang seriusnya pemerintah DKI untuk menuntaskan masalah ketidak mampuan bersekolah tersebut.
Di samping itu, meskipun jumlah sekolah banyak, jumlah pengajar tidak diragukan, prasarana yang lengkap, namun ternyata belum mampu juga menjadikan pelajar di DKI menjadi pelajar yang berpendidikan. Kita lihat hari ini bagaimana keadaan anak sekolah di Jakarta. Mereka lebih suka memegang HP daripada memegang buku pelajaran. Lebih suka memegang rokok daripada memegang pena. Lebih suka berkumpul dengan geng daripada berkumpul dengan forum-forum diskusi dan penelitian. Lebih suka berduduk-duduk lama dengan pacar daripada duduk belajar bersama guru. Jika sudah demikian apa yang salah dengan pendidikan di Jakarta ? biar masing-masing memberikan tanggapan dan pendapatnya.
Potensi Ekonomi di Jakarta
Jakarta sebagaimana yang telah penulis kemukakan, merupakan pusat negara Indonesia. Di Jakarta berkumpul ribuan orang dari seluruh penjuru Indonesia bahkan orang mancanegara pun tumpa ruah di Jakarta. Mereka semua datang dan tinggal di Jakarta karena satu keyakinan bahwa Jakarta adalah tempat yang pas untuk dijadikan sebagai lahan mencari kekayaan.
Berangkat dari keyakinan semacam itu, tiap tahun masyarakat yang datang ke Jakarta semakin bertambah hingga sulit sekali di temukan tempat kosong kecuali di situ pasti ada hunian. Di Jakarta, mereka memulai untuk bekerja, membuka usaha, bahkan tidak jarang juga banyak yang menjadi gelandangan karena kurangnya keterampilan dan kalah saing.
Dengan berkumpulnya orang-orang di Jakarta, maka mulailah muncul berbagai macam sektor usaha ; makanan, minuman, fasion, furniture, juga pariwisata. Para pengusaha tidak lagi pusing untuk mencari pekerja karena pekerja yang datang sendiri ke Jakarta.
Jakarta memang memiliki potensi yang luar biasa. Sebagai ibu kota dan juga merangkap sebagai kota perkantoran dan industri, persentase perputaran uang di Indonesia berputar di Ibu Kota Jakarta.
Di samping itu semua, sektor pariwisata juga memiliki kesempatan yang luas untuk mengeruk uang. Di Jakarta ada monas, museum nasional, lubang buaya, ancol, taman mini, ragunan, dan tempat-tempat lainnya yang bisa menarik turis lokal maupun mancanegara. Dengan demikian, potensi uang yang masuk ke kas pemda juga akan banyak, dan lapangan pekerjaan juga akan bertambah banyak.
Potensi Politik di Jakarta
Sebagai ibu kota, Jakarta memiliki atmosfer politik yang lebih terasa. Hal ini dikarenakan kantor-kantor pemerintahan dan kantor-kantor pusat partai-partai politik berada di Jakarta. Masyarakat pun mau tidak mau akan selalu berhadapan dengan aktifitas perpolitikan para politikus.
Bagi masyarakat Jakarta, partisipasi politik masih terlihat kurang. Baik itu kurang dalam hal keenganan mereka untuk datang ke tempat pemungutan suara, atau juga engan peduli kepada siapa suara mereka mereka titipkan. Yang penting ada uang yang masuk kantong, maka si pemberi itulah yang akan ia pilih.
Memang menjadi hal yang sangat dilematis tatkala Jakarta menjadi pusat negara, pusat ekonomi, pusat pendidikan, namum penunjang-penunjang tersebut tidak mampu untuk mendidik kebanyakan masyarakat Jakarta untuk sedikit saja membuka mata akan dunia perpolitikan.
Sikap acuh tak acuh yang demikan, akan sangat merugikan. Baik bagi mereka sendiri dan juga negera. Mereka membiarkan suara-suara mereka dibeli oleh oknum-oknum yang gila kekuasaan tanpa memikirkan dampak dari apa yang mereka kerjakan. Mereka hanya fokus pada kerja , kerja dan kerja, bagi para pekerja. Belajar, belajar dan belajar bagi pada mahasiswa.
Ironis memang. Padahal pendidikan di Jakarta sudah maju dan profesional. Namun belum mampu untuk memahamkan masyarakat bahaya politik pragmatis. Berangkat dari itu semua, bisa dikatakan perpolitikan di Jakarta belum bisa memberikan angin segar bagi Jakarta dan bagi negara Indonesia.
{wallahu ‘alam}
Oleh : Hilal AP (Kadept Kebijakan Publik KAMMI LIPIA)