Kapitalisme Di Indonesia

   Kapitalisme, jauh sebelum ia menyebar hampir ke seluruh dunia dan juga Indonesia. paham tersebut bermula ketika imperialisme Barat yang menguasai dunia dengan kekuatan militernya banyak mengalami kegagalan bahkan kekalahan. Menjelang berakhirnya perang dunia II timbul kesadaran masyarakat dunia khususnya mereka yang memahami percaturan politik bahwa penjajahan di muka bumi harus dihapuskan. Timbullah perlawanan negara-negara jajahan untuk melepaskan diri dari cengkraman tangan-tangan penjajah, kemudian  mereka melakukan perlawanan yang sangat hebat sehingga membuat para penjajah mengalami banyak kekalahan. Hal ini yang membuat Barat mulai memikirkan cara baru yang dengannya tetap dapat mengeruk kekayaan suatu negara tanpa kekuatan militer.

    Terkait hal ini, Jhon Foster Dulles, Menti Luar Negeri AS pada masa pemerintahan Presiden Dwight D. Eisenhower tahun 1953-1959, dalam bukunya, peace and war, menyatakan “saat menjelang berakhirnya perang dunia II, satu-satunya kondisi politik yang mendapatkan perhatian serius adalah kondisi daerah-daerah jajahan. Jika negara-negara Barat tetap mempertahankannya dengan cara yang ada, dapat dipastikan akan terjadi pemberontakan besenjata, dan Barat pasti kalah. Karena itu satu-satunya strategi yang mungkin berhasil ialah dengan memberikan kemerdekaan secara damai dan terhormat kepada 700 jiwa manusia yang berada di bawah kekuasaan Barat.” 

    Ketika perang dunia II berakhir atas kemenangan pihak sekutu dengan menyerahnya Jepang, setelah AS menjatuhkan bom atom di Hirosima dan Nagasaki yang membuat sebagian negara samurai itu hancur lebur rata dengan tanah. Dengan kemenangan ini maka AS menjadi negara paling diuntungkan sebab ia hanya mengalami kerugian akibat perang yang paling sedikit dibanding negara Barat lainnya. Sebagai pemenang perang, tentu keadaan AS tetap stabil baik dari segi ekonomi maupun politik. Dan setelah perang dunia II usai, banyak dari negara-negara jajahan yang memperoleh kemerdekaan dan salah satunya adalah Indonesia.

    Secara otomatis negara yang baru saja terlepas dari sesaknya penjajahan sangat membutuhkan suntikan dana segar untuk kembali membangun negaranya yang hancur  akibat perang. Oleh sebab itu, AS dengan dengan PBB-nya mendirikan IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia. Walaupun terbentuknya PBB atas perundingan beberapa negara, tapi tetap saja Amerika lah yang paling berkuasa, tentu karena ia sang pemenang dalam perang dunia II. 

    Maka mulailah penjajahan dengan cara baru ini (neoimperialisme) dimulai, AS dengan IMF dan Bank Dunianya mulai menggelontorkan dana terhadap negara-negara bekas jajahan. Indonesia menjadi salah satu target penyaluran dana tersebut. Walaupun pada orde lama mengalami kesulitan akibat Soekarno yang tidak begitu menyukai AS sehingga menimbulkan hubungan kurang harmonis di antara keduanya, bahkan beberapa kebijakan politik Soekarno mengisyaratkan anti  Barat, terbukti dengan keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB pada tahun 1965 meskipun kembali masuk pada tahun berikutnya. Baru setelah berakhirnya orde lama berpindah ke orde baru di bawah kekuasaan Soeharto. Berbeda dengan pendahulunya, Soeharto sangat akrab dengan AS. Maka atas dasar pembangunan, ia banyak meminjam dana kepada AS melalui IMF dan Bank Dunia untuk memuluskan program-program kerjanya. 

    Sejak saat itu Indonesia--suka atau tidak suka--berada di bawah bayang-bayang dua institusi keuangan dunia tersebut dan masuk ke dalam perangkat AS dengan paham kapitalismenya, di mana ia memiliki hak tawar dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan, terlebih dalam kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi. Sampai pada saat ini pengaruhnya masih dapat kita rasakan, seperti maraknya program-program khas kapitalisme, di antaranya sebagai berikut:

1. Privatisasi, yaitu pelepasan beberapa saham BUMN dan perusahaan negara lainnya kepada swasta. Tentu setelah beberapa saham jatuh kepada tangan swasta, pemerintah tidak dapat lagi sepenuhnya berkuasa atas kebijakan yang akan dikeluarkan seperti penentuan harga. Dan tidak menutup kemungkinan perusahaan plat merah tersebut akan lepas sepenuhnya, seperti yang terjadi pada indosat.

2. Pasar bebas, dalam hal ini, AFTA atau MEA yang akan dibuka pada akhir tahun nanti. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia, apakah dapat memainkan peran atau hanya sekedar menjadi penonton. Bagi perusahaan asing, jelas ini merupakan kesempatan emas untuk menguasai pasar Indonesia, mengingat Indonesia sebagai salah satu penduduk terbesar di dunia. 

3. Perpanjangan kontrak perusahan  asing yang ada di indonesia, seperti yang terjadi pada freeport dan perusahaan asing lainnya yang mungkin tidak sampai terekspos ke publik.

4. Penghapusan subsidi (seperti BBM, listrik, gas dll), sudah dijelaskan di atas bahwa ketika pemerintah tidak memiliki kuasa penuh atas BUMN disebabkan sebagian sahamnya dikuasai swasta maka akan mempengaruhi terhadap kebijakan penentuan harga, salah satunya dengan pencabutan subsidi.

    Dan jika sektor-sektor penting ekonomi sudah bukan lagi dikuasai sepenuhnya oleh pememrintah, yang ditakutkan ialah negara ini akan jatuh menjadi negara korporasi (coporate state) yaitu negara yang hanya dikuasai oleh segelintir orang terdiri dari para pengusaha dan pejabat tinggi negara. Tidak lagi memikirkan kesejahteraan rakyat tapi hanya menjadikan negara sebagai lahan garapan untuk keuntungan bagi kalangan mereka sendiri. Inilah ini kapitalisme, membuat negara negeri menjadi negara swasta.

Bekasi, 7 September 2015
oleh: Edy Muha (Mahasiswa Semester 2 Ekonomi Islam LIPIA)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »