Kaum muslimin adalah pemeluk agama yang unik dibandingkan pemeluk agama yang lain. Mereka adalah sekelompok manusia yang tindak-tanduknya setotalitas mungkin memenuhi standar syariat Allah.
Kaum mukminin sadar, bahwa baginda Nabi –Shallallahu ‘alaihi wa Sallam- telah lama wafat, begitupun para sahabat dan murid-muridnya dari generasi Tabi’in atau tabi’ut Taabi’in. Bahkan masanya telah berlampau begitu jauh dan tiada lagi berdekatan. Sehingga segala permasalahan hukum-hukum agama islam yang ada merujuk kepada Ulama yang memahami Quran dan Sunnah serta pendapat generasi emas umat ini.
Ulama, merekalah golongan yang paling takut kepada Allah. Yang paling kuat keyakinannya, yang faham atas warisan-warisan ilmu dari Rasulullah.
Allah Ta’ala berfirman tentang kemuliaan mereka:
Innamaa yakhsyaa min ‘ibaadihil ‘ulamaa (Sesunguhnya yang paling takut /khusyu’ disisi Allah adalah para ‘Ulama)
Kedudukan mereka penting, fatwa mereka menentukan, dan ucapan mereka digugu/ditaati. ‘Ulama memang seperti laiknya manusia, akan tetapi ketaatan (baca:kualitas) kepada Tuhannya-lah yang membedakan dibanding manusia-manusia yang lain. Tak heran Fudhail bin Iyadh pernah mewanti-wanti bahwasannya daging ulama itu beracun. Yang maksudnya jika orang-orang ingin mencelakakan ulama, melecehkannya, membunuhnya, maka ketahuilah hal tersebut akan kembali mencelakakannya.
Gus Dur pernah berpesan mengenai masalah ini:
“Memuliakan kiai (ulama) berarti memuliakan-Nya, merendahkan dan menistakan mereka, berarti merendahkan dan menistakan Pencipta-Nya.”
Maka ketika ada manusia sok kuasa, merasa berada diatas segala-galanya dan mencoba membodoh-bodohi ulama bahkan melecehkannya, maka umat akan bersatu melawan. Tiada peduli perbedaan organisasi, partai, harakah, dan sebagainya. Umat akan berdiri bersama melindungi Ulama dan melawan kelaliman yang arogan.
Lebih celaka lagi bahwa manusia peleceh itu adalah kafir, yang bahkan dibenci rakyatnya sendiri. Tidaklah dia mendengar sabda Nabi –Shallallahu ‘alaihi wa Sallam- bahwasannya sejelek-jeleknya pemimpin adalah yang dibenci oleh rakyatnya? Apalagi ditambah kafir dan dzalim.
Hujjatul Islam al-Imam al-Ghazali memperingatkan tentang pemimpin seperti ini:
“Jangan bergaul dengan para pemimpin dan pembesar dzalim, bahkan jangan mendekati mereka karena sungguh semuanya adalah petaka.”
Kekompleksan keburukan seperti terhimpun dalam diri penista ini. Dia yang bukan benar-benar pribumi, dia yang benar-benar penghina, pembual, pemfitnah, penggusur, dan pembuat gaduh negri ini.
Secara garis besar antara dia dan ulama terpaut jauh. Jika ulama adalah penghimpun kebaikan-kebaikan yang berserakan. Maka si penista adalah penghimpun keburukan-keburukan yang bertebaran.
Sedangkan umat berpesan dengan sangat:
“Pemimpin itu diangkat untuk menegakkan agama Allah”
Artinya jika dia tak faham bagaimana mungkin akan menegakan agama Allah, jika dia seorang penista bagaimana mungkin akan mulia?
Departemen Kaderisasi KAMMI LIPIA
EmoticonEmoticon