Asiah binti Mazahim namanya,
atau begitu nama beliau menurut pendapat beberapa mufassirin (Ahli
Tafsir). Permaisuri kesayangan Fir'aun dari puluhan permaisuri dan selirnya.
Salah satu wanita surga yang Allah gunakan sebagai permisalan untuk menyindir
Aisyah dan Hafshoh, Ummul Mu'minin
Radhiyallahu ta'ala 'anhumaa didalam surah At-Tahrim.
Asiah binti Mazahim bisa dikatakan sangat istimewa, begitu yang
tergambar dalam al-Quran. jika ada perempuan setangguh dan sehebat Maryam binti
Imran, hal itu bisa dikatakan "wajar" mengingat Maryam berasal dari
kalangan keluarga para Nabi. Maryam juga
sudah merasakan tarbiyah yang kental dengan nuansa agama, jauh sebelum dia
dilahirkan kedunia. maka "wajar" selayaknya jika Maryam mempunyai kualitas iman yang mumpuni ketika telah
dewasa. Akan tetapi bagaimana dengan
Asiah -Permaisuri Fir'aun-? Meski ada pendapat bahwa beliau adalah kakak Nabi Musa (seperti dalam Tafsir al Khazin, surah at-Tahrim ayat 11), akan tetapi
kebanyakan ahli sejarah ataupun ahli tafsir mengungkapkan bahwasannya keadaan
latar belakang keluarganya sama seperti kebanyakan masyarakat Mesir yang diharuskan taat mengikuti apa
yang disembah Fir'aun atau menyembah Fir'aun itu sendiri. Hal tersebut juga ditambah dengan kehidupan
dirinya dalam istana Fir'aun yang penuh romansa kemaksiatan dan keingkaran pada Allah. Pada intinya, latar belakang Maryam dan Asiah sangat kontradiksi, akan tetapi sama-sama memiliki
keteladanan yang sangat penting serta sama-sama wanita surga.
Keistimewaan Asiah paling tidak bisa terlihat dari dirinya yang
berani melawan keadaan dan kondisi. Tak ada yang meragukan rasa sayang dan
cintanya pada Fir'aun, sama seperti yang dialami pasangan normal lainnya. Tapi Asiah
berbeda, dia enggan untuk takluk oleh
gemerlapnya sajian istana, tidak akan pernah sudi menukar imannya dengan segala fasilitas
istana. Tidak akan pernah mau mengkompromikan rasa sayangnya pada Fir'aun dengan menukar imannya.
Allah Ta'ala menceriterakan;
"Robbibni lii 'indaka baitan fil jannah, wanajjiniy min fir'aun wa 'amalihii wanajjini
minal qoumidzhoolimiin..”
”Tuhanku,
persiapkan bagiku istanamu untukku di surga, dan selamatkan aku dari Fir'aun dan segala tindakannya,
dan selamatkan aku dari orang-orang yang dzalim.” (Surah At-Tahrim ayat 11)
Hingga ketika ajal sudah menjemputnya
-karena siksaan Fir'aun dan pengikutnya-,
Asiah masih teguh dengan keimanannya. Baginya,
iman terlampau berharga dan sangat mahal dibanding semua apa-apa yang di
dunia ini. Baginya, mati dalam iman
adalah harga yang harus dibayar,
dibanding harus menghapusnya karena cinta dan sayangnya kepada Fir'aun. Baginya, istana Fir'aun sebagai "mahar" untuk
menukar iman tidak akan membuatnya silau dan tertipu.
Perjuangannya terlampau berat, Bukan hanya tentang siksaan yang menjemput
kematiannya. Akan tetapi bagaimana melawan perasaannya sendiri; tentang rasa pada
Fir'aun,
tentang rasa harga diri sebagai seorang ratu, tentang rasa gengsi karena
persaingan antar sesama istri-istri raja.
Paling tidak, keteladanan besar telah beliau torehkan
dalam tinta emas perjuangan. Sebagai suri tauladan, tentang bagaimana seharusnya seorang pejuang
yang mampu berdiri tegar di atas iman. Iman yang tak goyah oleh gemerlap dunia, apalagi hanya karena ke-absurd-an sepotong coklat di hari valentine.
Oleh : Ahmad Amrin Nafis
EmoticonEmoticon