MUSKOM XVI KAMMI LIPIA, Amrin Nafis Didaulat Menjadi Ketua











Pada penghujung acara MUSKOM XVI Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat LIPIA yang dihelat dari tanggal 29 April – 1 Mei 2016 di Aula WAMY, Amrin Nafis resmi terpilih menjadi ketua umum untuk periode 2016-2017 mendatang.


Terpilihnya mantan kadep kastrat tahun lalu ini melalui proses musyawarah AHWA (Ahlul Halli wal Aqdi) yang terdiri dari para kandidat ketua dan ketua umum demisioner.


"Dalam sebuah pergerakan banyak sekali hal yang harus dikorbankan, waktu, harta, perasaan atau bahkan nyawa. Dalam pergerakan ini antum tidak diminta untuk mengorbankan nyawa, antum in sya Allah memahami gerakan ini dengan baik-baik," terang Nafis dalam orasi politiknya.


Ia juga menegaskan bahwa untuk mencapai kesuksesan sebuah organisasi tidak bisa hanya dengan mengandalkan ketua atau kepala departemennya. Melainkan dengan kerja sama semua elemen dalam organisasi.


"Organisasi tidak akan berhasil jika hanya bertumpu pada ketua atau kepala departemennya. Sekarang sudah bukan zaman mengedepankan individu," ujarnya. 


Selain itu, muskom kali ini juga menetapkan Idzni Fitri sebagai koordinator perempuan untuk satu masa jabatan ke depan. (Rep/kasyaf)








Kandidat Ketum KAMMI LIPIA 




Safari Ceria Bersama Santri Binaan







Kammilipia~ Sabtu, 23 April 2016, KAMMI Komisariat LIPIA dengan di prakarsai Departement Sosial Masyarakat (SOSMAS), pagi tadi kembali mengadakan Acara Safari Ceria bersama santri-santri binaannya di Taman Marga Satwa Ragunan Jakarta Selatan. Sekitar 20 santri TPA Al Fath dengan di dampingin sejumlah kakak-kakak pengajar, yang umumnya merupakan  pengurus dari KAMMI Komisariat LIPIA, nampak turut meramaikan dan memadati salah satu objek wisata kebanggaan DKI Jakarta itu.

Acara yang diselengarakan sekali pada tiap pereode kepengurusan ini, selain  untuk rekreasi menghilangkan kepenatan ibu kota, acara ini juga bertujuan untuk memberikan pelajaran bagi santri-santri binaan agar lebih mengenal macam-macam satwa Tanah Air dan menyadarkan mereka akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Game-game asyik dan menghibur serta pembagian sejumlah hadiah-hadiah menarik turut memeriahkan acara safari ceria kali ini "mudah-mudahan safari ini sedikit banyak  dapat memberikan tambahan wawasan buat adik-adik, serta mencadi hiburan bagi mereka, karena baru kemarin daerah singgah mereka di genangi banjir", tutur salah seorang pembina yang tidak mau disebutkan namanya.









SANG TUMBAL JALAN





Kemarin, 19 November 2015 sekitar pukul 15.00 WIB, goresan "sejarah kecil" berbisik perih. Memang,  hanya sepotong tragedi kemanusiaan yang tak begitu penting diperhatikan. Tidak ada efek bombastis pengusik jiwa,  tidak ada ketukan rasa di tengah nuansa ibukota.


Darahmu menetes deras,  tumpah ke jalanan, tubuh mungilmu juga terseret dan terhempas keras. Noda hemoglobinmu mungkin saat ini sudah tak berbekas dan dirimu yang hanya seonggok daging juga telah jauh terhapus dari memori nahas. 


Jika di izinkan mengumpat, kami ingin mengutukmu:"Kamu perempuan bercadar yang ENGGAN MEMPERHATIKAN jalan yang kau sebrang,  tak kira sibiru yang beroda menerjang, mengambil taqdirmu dengan kencang. dia hanya susunan benda mati,  dan kau bukan. kau bisa salah, sedang dia tidak. keratan benda mati bernama busway itu tak BERDOSA sedikitpun padamu.  Jikalau berdosa,  pengampunan sudah "laik" diberikan, karena telah berkenan membuang waktu dan uangnya untuk mengangkutmu ke ICU."



Selesai, dosanya telah DIAMPUNKAN, pemaafan segera diberikan. Tak seperti kampus tempat engkau bernaung dahulu, yang merasakan dosanya hingga pilu membiru.



Seperti Induk yang Kehilangan anaknya,-Andai kau tau- Orang kampusmu memberi bundelan recehan ke keluargamu,  mencuci uangnya dengan membangunkan mushola kecil atas namamu. Juga dikatakan kepada adik-adikmu kelak,  akan diberi kemudahan jika menimba ilmu, persis didepan tempat yang dulu jasadmu pernah tergeletak kaku.



Bagi kami,  dosa Kampus tak terampunkan.! Seakan tidak sungguh-sungguh menunaikan "cita-cita" sederhana karena menolak "sesajen segepok uang" untuk sang "penguasa jalan" sebagai syarat pengerjaan jembatan.!!!.



Hingga kini timangan muqoror ditangan kami,  tak pernah membuat tenang kala melintasi jalan tempatmu merangkai tragedi itu. Ah, ini dosa kampus yang jauh membuat kami menggigil,  khawatir kami akan latah ikut-ikutan menyusulmu dan jadi bahan berita seperti zamanmu.



 Setidaknya kami memahami ideologi syirik yang dianut fragmen beberapa masyarakat, tumbal cukup sekali setahun. Dan dirimu belum lama menjadi tumbal jalanan.



Paling tidak dosa pemilik jalan toh sudah kami abaikan,  karena janji manisnya memancangkan JPO ditahun ini kelak dikerjakan. Manis memang,  karena teman-temanmu yang tak banyak faham aturan jalan,  tak perlu buru-buru juga menyusulmu ke syurga atau haribaan Tuhan.



Paling tidak sumpah manis penguasa jalan kami nantikan, sembari mengelap habis memoar pengorbananmu yang telah gagah kau tunaikan.



#Mengenang Perginya Bidadari Tak bersayap,  Annisa Solehah.



Hurriyah Huwaida (KASTRAT KAMMI LIPIA)

Melawan Raja Berharap Mati Muda





"I'll never old die
cause my soul always young..."
(Saya Tidak akan mati tua, Karena jiwa saya selalu muda. Spartacus)

Salah satu kutipan terkenal  budak yang gladiator atau gladiator yang budak dari wilayah pelosok Romawi Barat itu. Sosok yang konon dikatakan symbol perlawanan kaum papa terhadap penguasa Roma,  panglima kaum marginal yang berani melawan Pemerintah Republik Feodal.

Tak perlu kiranya membahas siapa Spartacus atau benarkah dia ada, karena sama sekali bukan itu inti bahasannya. Toh perdebatan masalah Panglima pemberontak budak ke 3 dari Capua itu tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap alur sejarah umat yang Allah muliakan ini -Insyaallah-.

Tetapi yang menarik tentu saja kata-kata terakhirnya tersebut -Jiwa Muda, Rasa yang tidak pernah tua-. seperti puisi Chairil Anwar yang ingin hidup 1000 tahun lagi.

Lalu apa hubungannya melawan Raja (Penguasa yang lalim) dengan meminta mati pada usia muda?. Tak ada hubungannya secara biologis, tapi secara ideologis ;ada.

Seperti legenda nenek moyang kita, orang Nusantara yang konon telah memberi banyak pelajaran kepada bangsa-bangsa asing dikala negara super power hangus tak berdaya. Ingat kala Baghdad, Ibukota Daulah Abbasiyah di bumi hanguskan pada tahun 656 H oleh mongol?.  Negri Tartar tersebut juga berencana meng-invasi nusantara, Indonesia. Tentu bukan level Raden Wijaya yang juga keturunan Ken Arok itu untuk melawan bangsa sipit nan haus darah tersebut. Tapi bukan orang indonesia namanya jika diam-diam tak menghanyutkan. Raden Wijaya mungkin terkesan mengkhianati bangsanya sendiri dengan melawan Jayakatwang ditambah seolah-olah membiarkan Tentara Tartar menjarah, memperkosa, dan membumi hanguskan pesisir pantai Jungbiru. Tapi toh dengan karakter dasar orang indonesia yang khas,  founding Father Majapahit itu mampu mengalahkan bangsa yang menaklukan Imperium Abbasiyah itu.

Naluriah seorang "indon" memang begitu adanya. Naluri yang kata Deliar Noer sering disalah artikan sebagai "Bangsa yang siap dijajah" tapi ternyata demit yang Haus darah -menyakitkan sang penjajah. Ibaratnya: tangkap saja ekorku, potong lah saja,  asal tak kau pegang kepalaku.
Tengoklah sejenak ketika Belanda datang,  seakan tak ada api sunggguhan yang harus dipadamkan. tetapi Meneer-Meneer yang mengira tak ada perlawanan berarti tersebut tertipu, mereka yang mengajarkan senjata mereka pulalah yang harus jadi sasaran tembak. Belanda hengkang, lari tunggang langgang. Datanglah penjajah dari negri matahari terbit. Tak kalah jauh berbeda, mereka tertipu dengan keramah tamahan Negri khatulistiwa ini,  -terpesona- kemudian memberikan senjata dan membuat PETA (Pembela Tanah Air), tak kalah sialnya PETA bukan saja membakar banyak bendera,  tetapi berhasil mengusir tentara negri sakura.

Indonesia dengan karakter perlawanan ala bangsa-bangsa tertindas memiliki ciri khas aneh bin nyentrik yang jauh berbeda. Terkait "kelainan" tersebut, ahli sosiologi luar ataupun dalam negri sudah memetakan karakter dasar penduduk negri ini,  tapi tidak ada teori yang mampu mewakili secara pas karakter khas orang Indonesia.

Bisa jadi yang dikatakan Mukhtar Lubis bahwa orang indonesia yang hipokrit itu ada benarnya. Menyerah untuk melawan, -Nabok nyileh tangan-nya mampu menumbangkan penjajah atau penguasa yang dinilai zalim, hebatnya oleh orang-orang dekatnya sendiri. Selaksa kisah Soekarno yang jadi pesakitan,  atau Soeharto yang turun secara "tak wajar". Juga penguasa lainya yang terkena jurus "Nabok nyileh tangan,  Nggemplang nyileh sendal (Nampar minjam tanganya orang, Mukuli pakai kekuatan orang lain)"- mampu membuat flaktuasi negri jadi cepat berubah.

Tak banyak yang menduga apa yang terjadi dengan penguasa zalim di negri ini esok hari. banyaknya aksi manusia-manusia muda yang enggan tua (baca:mahasiswa) turun ke jalan pun gagal membuat penguasa itu bisulan terganggu di kursi. toh ulah Penguasa yang mirip bangsa mongol yang main gusur dan doyan reklamasi semakin hari makin menjadi-jadi, dan masih juga dianggap waras (Syafaahullah).

Tak banyak berharap memang karakter bangsa yang "diam-diam bikin tenggelam" ini segera datang menerjang. Sembari selalu berharap akan usia yang bertambah panjang,  sehat dan awet muda selalu.

Tunggu saja tanggal  mainnya,  sang pengemban usia muda disertai karakter khas indonesia bisa saja tiba-tiba menggila.

Ahmad Amrin (Ka.Dept Kastrat KAMMI LIPIA)