Melawan Raja Berharap Mati Muda





"I'll never old die
cause my soul always young..."
(Saya Tidak akan mati tua, Karena jiwa saya selalu muda. Spartacus)

Salah satu kutipan terkenal  budak yang gladiator atau gladiator yang budak dari wilayah pelosok Romawi Barat itu. Sosok yang konon dikatakan symbol perlawanan kaum papa terhadap penguasa Roma,  panglima kaum marginal yang berani melawan Pemerintah Republik Feodal.

Tak perlu kiranya membahas siapa Spartacus atau benarkah dia ada, karena sama sekali bukan itu inti bahasannya. Toh perdebatan masalah Panglima pemberontak budak ke 3 dari Capua itu tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap alur sejarah umat yang Allah muliakan ini -Insyaallah-.

Tetapi yang menarik tentu saja kata-kata terakhirnya tersebut -Jiwa Muda, Rasa yang tidak pernah tua-. seperti puisi Chairil Anwar yang ingin hidup 1000 tahun lagi.

Lalu apa hubungannya melawan Raja (Penguasa yang lalim) dengan meminta mati pada usia muda?. Tak ada hubungannya secara biologis, tapi secara ideologis ;ada.

Seperti legenda nenek moyang kita, orang Nusantara yang konon telah memberi banyak pelajaran kepada bangsa-bangsa asing dikala negara super power hangus tak berdaya. Ingat kala Baghdad, Ibukota Daulah Abbasiyah di bumi hanguskan pada tahun 656 H oleh mongol?.  Negri Tartar tersebut juga berencana meng-invasi nusantara, Indonesia. Tentu bukan level Raden Wijaya yang juga keturunan Ken Arok itu untuk melawan bangsa sipit nan haus darah tersebut. Tapi bukan orang indonesia namanya jika diam-diam tak menghanyutkan. Raden Wijaya mungkin terkesan mengkhianati bangsanya sendiri dengan melawan Jayakatwang ditambah seolah-olah membiarkan Tentara Tartar menjarah, memperkosa, dan membumi hanguskan pesisir pantai Jungbiru. Tapi toh dengan karakter dasar orang indonesia yang khas,  founding Father Majapahit itu mampu mengalahkan bangsa yang menaklukan Imperium Abbasiyah itu.

Naluriah seorang "indon" memang begitu adanya. Naluri yang kata Deliar Noer sering disalah artikan sebagai "Bangsa yang siap dijajah" tapi ternyata demit yang Haus darah -menyakitkan sang penjajah. Ibaratnya: tangkap saja ekorku, potong lah saja,  asal tak kau pegang kepalaku.
Tengoklah sejenak ketika Belanda datang,  seakan tak ada api sunggguhan yang harus dipadamkan. tetapi Meneer-Meneer yang mengira tak ada perlawanan berarti tersebut tertipu, mereka yang mengajarkan senjata mereka pulalah yang harus jadi sasaran tembak. Belanda hengkang, lari tunggang langgang. Datanglah penjajah dari negri matahari terbit. Tak kalah jauh berbeda, mereka tertipu dengan keramah tamahan Negri khatulistiwa ini,  -terpesona- kemudian memberikan senjata dan membuat PETA (Pembela Tanah Air), tak kalah sialnya PETA bukan saja membakar banyak bendera,  tetapi berhasil mengusir tentara negri sakura.

Indonesia dengan karakter perlawanan ala bangsa-bangsa tertindas memiliki ciri khas aneh bin nyentrik yang jauh berbeda. Terkait "kelainan" tersebut, ahli sosiologi luar ataupun dalam negri sudah memetakan karakter dasar penduduk negri ini,  tapi tidak ada teori yang mampu mewakili secara pas karakter khas orang Indonesia.

Bisa jadi yang dikatakan Mukhtar Lubis bahwa orang indonesia yang hipokrit itu ada benarnya. Menyerah untuk melawan, -Nabok nyileh tangan-nya mampu menumbangkan penjajah atau penguasa yang dinilai zalim, hebatnya oleh orang-orang dekatnya sendiri. Selaksa kisah Soekarno yang jadi pesakitan,  atau Soeharto yang turun secara "tak wajar". Juga penguasa lainya yang terkena jurus "Nabok nyileh tangan,  Nggemplang nyileh sendal (Nampar minjam tanganya orang, Mukuli pakai kekuatan orang lain)"- mampu membuat flaktuasi negri jadi cepat berubah.

Tak banyak yang menduga apa yang terjadi dengan penguasa zalim di negri ini esok hari. banyaknya aksi manusia-manusia muda yang enggan tua (baca:mahasiswa) turun ke jalan pun gagal membuat penguasa itu bisulan terganggu di kursi. toh ulah Penguasa yang mirip bangsa mongol yang main gusur dan doyan reklamasi semakin hari makin menjadi-jadi, dan masih juga dianggap waras (Syafaahullah).

Tak banyak berharap memang karakter bangsa yang "diam-diam bikin tenggelam" ini segera datang menerjang. Sembari selalu berharap akan usia yang bertambah panjang,  sehat dan awet muda selalu.

Tunggu saja tanggal  mainnya,  sang pengemban usia muda disertai karakter khas indonesia bisa saja tiba-tiba menggila.

Ahmad Amrin (Ka.Dept Kastrat KAMMI LIPIA)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »