Dalam beberapa bulan ini semenjak paruh akhir di tahun 2020, kita telah merasakan suhu yang panas di dalam atmosfer perpolitikan di Tanah Air. Bila ditanyakan kepada diri kita mengapa atmosfer perpolitikan terasa panas, maka sangat banyaklah alasan yang keluar dari lidah kita. Jenak-jenak begini di masa pandemi, di sebuah masa krisis multidimensional, juga masa kegetiran yang memaksakan kita untuk mengedepankan dua hal, yakni persatuan dan keharmonisan bangsa. Tetapi dua hal ini malah hilang saat sedang sangat dibutuhkannya.
Padahal Demokrasi yang kita ambil sebagai madzhab negara, tidaklah menghendaki ada nya ketidak harmonisan. Ruh demokrasi adalah dialog dan percakapan yang membuat hangat hubungan manusia di dalam bangsa. Tetapi Prof. Mahfud MD yang kini menyandang jabatan Kemenko Polhukam menganggap suasana demokrasi yang masif akan melahirkan ancaman Integrasi. Padahal baru saja kita melihat guncangan politik di Amerika, saat Trump dan massa nya mengotori Capitol Hill dengan kekerasan, padahal Capitol Hill adalah tempat yang harus suci dari darah dan kekerasan karena ia lambang kedaulatan rakyat yang tegak oleh perwakilannya, ialah tempat beradunya kata-kata dan argumen bukan beradunya senjata dan kekerasan. Namun seketika sistem Demokrasi bekerja, meringkus ulah Trump dalam membelah rakyat.
Peristiwa dan pikiran ini lah yang menyadarkan kita, bahwa demokrasi dapat melejitkan bangsa Indonesia pada kemajuan. Dan Integrasi hanya akan terganggu saat negara lebih memilih mengangkat senjata dibandingkan mendengarkan suara dan kata-kata. Juga Integrasi akan terlukai saat pemerintah menukar kebebasan masyarakat dengan penyalahgunaan hukum untuk memilih kebebasan siapa yang harus diberangus. Karena demokrasi berdiri teguh di atas dua pijakan, yakni kebebasan masyarakat dan penegakkan hukum.
--
EmoticonEmoticon