Alat Pembuat Miskin


Jika anda penikmat serial kartun Doraemon, pasti sudah tidak asing lagi dengan ‘kesaktian’ Doraemon yang suka mengeluarkan alat-alat mutakhir dari masa depan, seperti alat pembuat hujan, alat pembuat awan dan lain-lain yang ia ambil dari kantong ajaibnya. Tapi sehebatnya doraemon, tidak pernah sekalipun mengeluarkan alat pembuat miskin. Entah karena tidak mampu melakukannya atau memang sengaja tidak diciptakan oleh si pembuat serial kartun tersebut.

Kembali ke judul tulisan saya, alat pembuat miskin. Apakah alat ini benar adanya atau jangan-jangan hanya hayalan belaka gara-gara kebanyakan nonton Doraemon ?! Untuk menjawabnya mari kita simak contoh kasus sederhana di bawah ini:

Bank mempunnyai uang sebanyak 900.000 kemudian meminjamkannya kepada tiga nasabah; si Nana, Nini dan Nunu, masing-masing mendapat 300.000 dengan bunga 10%, berarti semua nasabah harus mengembalikan uang pada waktu yang telah ditentukan sebesar 330.000 (pinjamnan pokok sebesar 300.000 ditambah bunga 10% dari 300.000 yaitu 30.000). Jika dijumlahkan, 330.000 dikali 3 orang sama dengan 990.000. Kita asumsikan si Nana dan Nini mampu melunasi hutangnya; 330.000 dikali dengan 2 sama dengan 660.000. Sekarang uang yang beredar hanya tinggal 240.000 (900.000-660.000), dan itu milik si Nunu, kurang 90.000 lagi untuk melunasi hutangnya. Pertanyaannya, dari mana munculnya angka 90.000? Inilah riba, kelebihan uang yang harus dibayarkan dari pokok hutang. Seharusnya angka ini tidak pernah ada, karena pada kenyataannya uang beredar hanya 900.000. Dikarenakan uang yang harus dibayarkan melebihi jumlah yang beredar, maka sudah pasti si Nunu tidak dapat melunasi hutangnya. Apa yang terjadi kemudian? Bank menyita rumah (aset) si Nunu, hilanglah rumah satu-satunya yang dimiliki dan ia pun menjadi miskin. Inilah yang saya sebut sebagai alat pembuat miskin; sistem riba. Dengan berlaga bak pahlawan; membantu dengan memberikan pinjaman uang, namun pada akhirnya mencekik tanpa ampun.

Begitulah gambaran sederhana bagaimana sistem riba (bunga) dengan dukungan lembaga-lembaga keuangan ribawi berjalan. Dalam perkembangannya sistem ini akan melahirkan tatanan hidup baru yang sering kita dengar dengan ungkapan “yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.” Bagaimana ini bisa terjadi? 

Hal ini dapat kita pahami dengan mudah, terutama pada saat kebijakan uang ketat (Tight Money Policy) diterapkan. Dalam keadaan ini, si kaya akan memperoleh suku bunga yang sangat tinggi. Sementara itu, karena modal menjadi sangat mahal, si miskin tidak dapat meminjam uang dari bank dan menjalankan usaha atau seperti kasus di atas tadi; si miskin tidak dapat melunasi hutangnya sehingga menyebabkan asetnya tersita. Akibatnya, ia akan jauh tertinggal di belakang si kaya. Dan jadilah yang kaya semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. 




Oleh: Kasyaf (Mahasiswa Fakultas Ekonomi Islam LIPIA)









Share this

Related Posts

Previous
Next Post »