Sejarah Islam selalu menarik untuk selalu dikaji, Didalamnya terhadap hikmah yang sangat besar dan berharga, tidak mengherankan bahwa lebih setengah dari isi Al Quran banyak berbicara mengenai peristiwa sejarah.
Dalam catatan emas sejarah Islam misalnya, kita semua mengenal Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu. Dikenal pada masa jahiliyyahnya sebagai salah seorang jagoan Qurays, keberaniannya tidak perlu lagi diragukan. Bahkan setelah masuk Islam pun, Umar adalah sosok jagoan yang tidak kenal adanya rasa takut dan gentar. Misalnya kita tau suatu waktu, kala Umar memproklamirkan keislamannya dan dikeroyok oleh 20 orang atau lebih, pertarungan sengit terjadi hingga seharian penuh, dan 20 orang pengeroyok kelelahan melawan satu Umar.
Tetapi Umar bin Khattab yang demikian hebat dan pemberani dalam pertarungan, tidak pernah kita ketahui bahwa beliau pernah menjadi pemimpin atau panglima pasukan perang. Bahkan sebaliknya, Kholid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu. yang baru masuk Islam, langsung mendapatkan posisi Panglima perang dengan cepat. Meskipun memang itu adalah scenario Allah, menyiapkan Umar untuk hal yang lebih besar, seperti menjadi Khalifah.
Akan tetapi jika kita mencoba menelisik lebih jauh hikmahnya, bahwa ini tak sekedar pengaruh dan keunggulan individu dalam satu sisi saja. Dan Rasulullah sebagai Qiyadah terbaik yang pernah ada, amat faham hal tersebut. Contoh lainnya adalah pengiriman Mush’ab bin Umair Radhiyallahu ‘anhu. ke Madinah sebelum hijrah, Mush’ab adalah anak muda Makkah yang mengajarkan Al Quran kepada penduduk madinah. Mengapa harus Mush’ab?, mengapa tidak Abdullah bin Mas’ud sebagai generasi yang lebih awal dan mendapat sanjungan Nabi, sebagai bacaan yang amat mirip seperti Al Quran waktu diturunkannya ?
Dan, peristiwa-peristiwa seperti inilah yang menarik untuk dikaji. Bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat paham makna sinergitas dalam tataran dakwah. Bahwa orang-orang hebat tidak harus selalu melakukan kerja-kerja besar yang terlihat hebat. Artinya, ada porsi yang musti diberikan kepada “orang” atau “Departemen” lain. Kerja tak cukup memiliki satu sisi, akan tetapi memiliki wajah yang bermacam-macam sisi, pengalihan kerja seperti itulah yang banyak kita saksikan banyak melahirkan potensi-potensi besar. Umar bin Khattab tak sendiri akan tetapi ada Utsman, Ali dan sahabat-sahabat senior yang menyertai. Kholid bin Walid juga tak pernah sendiri dalam memikirkan strategi, karena ada ‘Amr bin al-Ash. Mush’ab bin Umair pun demikian. Sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam amat paham hal tersebut, kerja bersama mereka melahirkan catatan gemilang yang tidak dapat dihapus hingga kini.
Sebagai manusia dengan segala potensi yang Allah berikan kepada kita, tentu sebagai seorang da’i kita dituntut untuk selalu memberikan hal yang terbaik. Allah banyak isyaratkan bahwa kerja terbaik adalah sinergi.
Bahwasannya standar kerja kesuksesan seorang muslim dalam mencapai tujuannya, yang amat sering Allah gambarkan di al-Quran bukanlah ketika dirinya sendiri mencapai “puncak”. Akan tetapi bagaimana orang lain bisa dijadikan partner untuk mencapai puncak. Allah Ta’ala mengisyaratkan dalam firman-Nya: “Faidza ‘azamta fatawakkal ‘alaAllah, Innallah yuhibbul mutawakkiliin”. Artinya: jika engkau sudah mempunyai tekad, engkau tinggal bertawakkal kepada Alllah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal. (Quran surah al-Imran : 159)
Allah menyebut kata ganti “kamu” yang maknanya satu, akan tetapi di akhir ayat Allah menyebutkan kalimat “plural”. Didalam al-Khazin misalnya bahwa isyarat ‘azimah (kemauan) dalam diri seseorang mampu disalurkan kepada orang banyak.
Ayat-ayat seperti ini akan banyak kita temui, dan inilah indikasi bahwa seorang diri belum cukup untuk memaksimal kerja dari semua kerja-kerja yang Allah perintahkan. Amal bukan sekedar individualis tetapi jama’ah, bukan pula sekedar jama’ah, akan tetapi yang mampu memainkan perannya secara efektif dan benar dalam bingkai sinergitas. Jika kolektif hanya sekedar tatanan teori, maka tak ada gunanya berjamaah. Jika mengandalkan individu yang hebat antar departemen tidak akan berlangsung lama kepunahannya. Kekuatan yang besar adalah terus mengalir dan merekatkan bukan sebaliknya, renggang dan membekukan.
Kita ketahui bersama bahwa kerja-kerja yahudi sangat kreatif dan mereka bisa saling bersinergi dalam mencapai tujuannya. Sebagai penerus umat terbaik pun, seharusnya kia mampu membuat iklim inovatif dan kolektif, tentunya tetap tidak menggunakan cara-cara kotor seperti mereka. Jika orang barat mengatakan dengan bangganya: “Banyak jalan menuju Roma”, maka kita katakan dengan bangga dan lantang: “Banyak jalan menuju surga”, “Banyak jalan menuju Allah”. Allah Ta’ala berfirman: “ Walladziina fiina lanahdiyahum subulanaa.” (orang yang sungguh-sungguh berjihad / bermujahadah, akan kami tunjuki jalan-jalan kami.)”
“ Bantu kami meniti jalan-jalanNya..
Kau, dia,aku, mereka, kita…
Menapaki jalan-jalan terjal menuju surga-Nya.
Jannatul Firdausi nuzula..
Seperti yang dicita-citakan banyak umat-Nya.
Lelah dan air mata tak mengapa..
Asalkan kelak kita bisa dibanggakan oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Oleh:
Departemen Kajian Strategis (Kastrat) KAMMI Komisariat LIPIA.