Antara akhwat karir dan wanita karir.


Oleh : Afifah Nusaibah

Berikut cuplikan percakapan antara akhwat karir dan wanita karir :
Maria : “Kamu sudah bekerja atau masih kuliah?”
Syahidah : “Saat ini saya sedang bekerja karna kuliah yang sedang tertunda.”
Maria : “Berapa gaji yang kamu dapatkan dari pekerjaan mu?”
Syahidah : “Sekitar 2,3 juta.”
Maria : “Baiklah, saya akan menawarkan pekerjaan bagus untuk mu. Saya akan membantu mu. Kamu bisa menghasilkan uang 50 sampai 100 juta perbulan nya tanpa harus mengeluarkan tenaga.”
Syahidah : “Wow, bagaimana bisa?”
Maria : “Tentu bisa, cukup dengan kamu invest 1 juta sekarang, dan kamu akan mendapatkan vitamin yang jika kamu beli vitamin tersebut di toko-toko harganya bisa mencapai 1,5 juta. Tapi disini kamu mendapatkan harga khusus.”
Syahidah : “Lalu?”
Maria : “Lalu setelah kamu menginvestasikan uang mu dan mendapatkan produk berupa vitamin, kamu hanya cukup membantu temanmu yang lain untuk berkesempatan menjadi orang sukses di masa depan.”
Syahidah : “Oh ya? Benarkah?”
Maria : “Ya. Tentu saja. Mudah bukan?”
Syahidah : (berpose berpangku dagu sambil mengangguk-anggukan kepala beberapa kali)
Maria : “Bagaimana? Kamu tertarik?”
Syahidah : “Saya rasa saya belum tertarik.”
Maria : “Kenapa? Baiklah, coba kamu bayangkan. Sejak kecil sampai sedewasa ini sudah berapa miliyaran rupiah yang orangtua mu keluarkan untuk membiayai mu? Mulai dari susu saat balita, pakaian, mainan, biaya sakit, jalan-jalan, sekolah sampai bahkan kuliah, dan kamu saat ini hanya mendapatkan income atau gaji senilai 2,3 juta. Kamu fikir itu adil? Padahal orangtua mu sudah mengeluarkan biaya sampai ratusan juta jika mau dihitung.”
Syahidah : “Adil.”
Maria : (Tampang shock) “Adil??? Kamu yakin ini adil?”
Maryam : “Ya. Saya sangat yakin ini adil. Karna memang mungkin pekerjaan saya ternilai dengan jumlah sekian.” “(toh rejeki sudah allah atur, kita hanya berusaha semaksimal kita bisa”) ucap Maryam dalam hati.
Maria : “Baiklah, mungkin memang saudari Syahidah berjiwa besar. Oke, kita langsung saja urus investasi pembayaran nya di ruangan saya ya. Kamu pengguna Bank apa?”
Syahidah : “Bank Daerah.”
Maria : “Hmm, kami tidak melayani transaksi Bank Daerah sebenarnya, tapi tak mengapa. Bisa di atur nanti. Mari..” (Maria mulai berdiri)
Syahidah : “Tunggu. Saya tidak bisa memutuskan untuk berinvestasi atau tidak saat ini.”
Maria : “Kenapa? Kamu ingin menunda kesuksesan mu?”
Syahidah : “Tidak. Tapi saya harus berkonsultasi ke orangtua dan beberapa teman dekat.”
Maria : “Waah waah... Apakah kesuksesan mu akan selamanya tergantung pada teman-teman mu? Lalu jika teman-temanmu masuk ke dalam sumur, apakah kamu akan mengikuti mereka?”
Syahidah : “Bukan seperti itu maksud saya. Setidaknya saya harus meyakinkan diri saya dan orangtua saya.”
Maria : “Bukankah jika kamu sukses orangtua mu juga akan merasakannya? Baiklah, begini. Misalkan kamu akan menikah, tapi kedua orang tua mu tak mengizinkan. Bagaimana? Apakah kamu tetap tidak akan menikah?”
Syahidah : “Ya. Tentu saja saya tidak akan menikah.”
Maria : “ckckck... Oke, saya akan anggap anda berjiwa besar. Baiklah, kalau kamu belum bisa memutuskannya sekarang. Oh iya, ini ada tiket acara kami yang akan di selenggarakan pekan depan. Menghadirkan si pemilik perusahaan loh, langsung dari luar negri.”
Syahidah : “Wah, maaf tapi saya pekan depan sudah ada acara.”
Maria : “Acara apa? Jam berapa? Luangkan waktu mu satu sampai dua jam untuk datang ke acara kami. Harga tiket hanya 40 ribu saja kok.”
Syahidah : “Tidak bisa, akhir pekan saya pekan depan menentukan masa depan saya dan bangsa ini.”
Maria : “Wow... Bbaiklah, kalau begitu kamu boleh hanya membeli DVD ini, berisi tentang seluk beluk perusahaan kami dan cara-cara bagaimana kita bisa mendapatkan income yang besar dengan kerja yang ringan, atau juga di sebut passive income. Harga nya hanya 20 ribu. Kamu bisa menonton nya lagi di rumah, siapa tahu setelah ini kamu tertarik untuk bergabung bersama kami.”
Syahidah : “Saya rasa saya tidak bisa membelinya.”
Maria : “Kenapa? Apakah terlalu mahal? Baiklah, tak apa. Oh ya, di dalam sedang ada pelatihan untuk member baru. Kamu boleh ikut serta, ayo masuk, akan saya antarkan kamu kedalam. Gratis kok tanpa di pungut biaya.”
Syahidah : “Tidak, terimakasih. Saya harus pulang saat ini. Permisi.”
                Ya. Demikianlah sedikit kutipan percakapan dari apa yang terjadi hari itu. Syahidah merasa dirinya diculik. Karna saat bertanya pada temannya hendak kemana mereka akan pergi, temannya tak memberi tahu. Syahidah beranggapan bahwa akan diajak jalan-jalan akhir pekan oleh temannya. Namun sangat di sayangkan, temannya justru membawanya ke sebuah kantor dan menawarkan bisnis yang sama sekali tak ia minati.
                Selain kecewa atas perlakuan sahabatnya, Ia pun kecewa ternyata si empu perusahaan tersebut berbeda keyakinan dengannya. Termasuk Maria, atasan teman Syahidah dan beberapa manajer atau leader dalam perusahaan tersebut. Wajar saja jika ia beranggapan tak adil saat apa yang orangtua keluarkan untuk membiayai anaknya sejak kecil dan ternyata dewasanya anaknya hanya mendapatkan gaji 2,3 perbulan. Sudut pandang Maria dan Syahida bertolak belakang. Syahida yang saat itu juga mengingat ayat illah nya yang berbunyi : “Maka ni’mat tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan?” tentu tak memiliki keberanian untuk menjawab dengan jawaban : “Tidak adil”. Sedangkan tuhan nya telah memberi berlimpah nikmat dan karunia terhadapnya. Berbeda dengan sudut pandang Maria. Entah dari sisi mana Maria menyimpulkan itu tidak adil.
                Kemudian tentang perizinan orangtua. Mana bisa Syahidah tetap menikah tanpa restu orangtua? Sedang redho Allah ada pada redho orangtua. Begitupun saat ia harus memutuskan sebuah perkara, selalu orangtua yang menjadi urutan kedua tempat ia berkonsultasi setelah Allah tentunya. Dan juga, kalaupun Syahidah tertarik, ia akan lebih memilih berinvestasi dengan pengusaha-pengusaha muslim lainnya. Bukan berarti Syahidah tak mau bermuamalah terhadap yang berbeda keyakinan, hanya saja sistim dan prosedurnya yang sepertinya kurang bisa ia terima.Berbagai cara Maria gunakan untuk menarik simpati Syahidah. Sampai meminta Syahidah untuk ikut di acaranya akhir pekan nanti. Tentu Syahidah menolak. Bagaimana tidak, pemilu sudah di ambang pintu, akhir pekan nya sudah di kontrak mutlak untuk pemenangan. Sempat muncul ide "nakal" Syahidah saat itu. Ia ingin memprospek balik si Maria dengan tawaran bahwa Syahida akan dengan senang hati berinvestasi asalkan Maria dan atasan nya serta para member yang sudah tergabung serentak memilih CAD-CAD dari partai yang Syahidah dukung. Bukankah ini ide yang sangat "nakal"? Tapi Syahidah menahannya. Ia hanya tersenyum geli jika mengingat "ide nakal" yang melintas saat itu. 
                Sangat disayangkan, beberapa teman nya sudah ada yang terjalin hubungan bisnis dengan perusahaan tersebut. Dan yang paling ia sayangkan adalah saat temannya merahasiakan kemana ia akan diajaknya. Merasa seperti diculik dan di bohongi. Mungkin akan lebih baik lagi jika Syahidah berhati-hati saat diajak berpergian oleh orang lain, walaupun itu adalah teman yang sudah beberapa tahun ia kenal.
                                                *di ambil dari kisah nyata penulis. Semoga dapat mencerahkan para pembaca. Nama Syahidah dan Maria adalah nama samaran. Bukan nama yang sebenarnya.Jumlah keuangan juga sengaja saya samarkan, dan bukan seperti sebenarnya. 
 
http://fifasyahida.blogspot.com/2014/02/antara-akhwat-karir-dan-wanita-karir.html

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 komentar

Write komentar
24 Februari 2014 pukul 00.19 delete

wa'alaikum saalam,,, boleh tinggalkan kritik dn saran nya min :)

Reply
avatar