Dalam salah satu kesempatan di hadapan pemirsa tv sekitar dua tahun lalu, Ridwan Kamil, Wali Kota-sejuta umat-Bandung pernah menyampaikan, ada empat paradigma perubahan yang mampu merubah dunia ini; satu, pemerintah dengan political powernya, dua, pebisnis dengan kapital powernya, tiga, civil society dengan sosial powernya, empat, media dengan information power.
Entah dari mana ia dapatkan gagasan tersebut, tapi benar adanya apa yang ia sampaikan, bahwa selama ini keempat elemen tersebutlah yang berputar di tiap negeri untuk merubahnya dari suatu kondisi kepada kondisi yang lain. Kondisi jamak masyarakat, sistem pemerintahannya, kecenderungan opini mereka, dan trend budaya yang berkembang, semuanya mampu berubah hanya karena satu dari empat hal di atas.
Karena political power, kita merasakannya secara dekat, pada masa orde lama di bawah kemimpinan Soekrano, dimana ia memusatkan seluruh sistem keputusan dan pemikiran pada kemimpinannya atau yang lumrah orang tua kita sebut dengan Demokrasi Terpimpin pada 1956. Begitu pula terulang pada masa Soeharto di orde baru ketika ia menerapkan azas tunggal pancasila. Kedua perubahan tersebut terjadi dan memberikan implifikasi yang luar biasa pada rakyat Indonesia pada masing-masing masanya, anda bisa membaca sendiri sejarahnya.
Pada yang jauh terjadinya, Turki bisa menjadi contoh. Di saat keruntuhan ke-khilafahan Turki Ottoman, Kemal Attaturk merubah secara total sistem pemerintahan Turki yang tadinya berbentuk kekhilafahan menjadi Republik pada tahun 1923, dan karena ‘jasanya’ itu, ia dijuluki Bapak Nasionalis Turki (red. Sekuler). Perubahan ini juga memberikan pengaruh luar biasa besar ke jantung hati umat islam, lagi-lagi, anda bisa membaca sendiri sejarahnya.
Capital power juga memberikan perubahan besar pada banyak contoh negara, seperti Hindia Belanda yang dikendalikan oleh VOC pada pertengahan abad 17, yang ternyata juga menjadi modus gerakan politik imperialisme dan penjajahan atas rakyat. Dan artinya tidak memberikan pengaruh kecuali pembatasan kebebasan jiwa!.
Seperti pula halnya Amerika Serikat yang menjadi adigdaya setelah kemenangannya di perang dunia II menggeliat dengan kekuatan ekonomi kapital liberalnya mengalahkan pesaing terdekatnya yang menganut sistem kekuatan ekonomi komunis, Soviet di perang dingin yang berlangsung lama. Trend budaya pada kedua negara nampak sekali terpengaruhi karena hal ini, dimana mereka beradu kuat tidak pada industri teknologi nuklir, tetapi juga industri perfilman.
Sejarah juga memberi bukti untuk perubahan yang tersebab oleh civil society atau sosial power, pada Revolusi Perancis di akhir abad 18 masehi, dimana dalam kurun waktu satu dekade (1789-1799) terjadi suatu periode sosial radikal dan pergolakan politik di Perancis yang memiliki dampak abadi terhadap sejarah Perancis, dan lebih luas lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan. Monarki absolut yang telah memerintah Perancis selama berabad-abad runtuh dalam waktu tiga tahun. Rakyat Perancis mengalami transformasi sosial politik yang epik; feodalisme, aristokrasi, dan monarki mutlak diruntuhkan oleh kelompok politik radikal sayap kiri, oleh massa di jalan-jalan, dan oleh masyarakat petani di perdesaan.
Reformasi 1998 di Indonesia juga menjadi bukti konkrit akan pengaruh perubahan yang disebabkan kekuatan massa. Buruh, mahasiswa, rakyat semuanya turun ke jalan, puluhan bahkan ratusan ribu rakyat menduduki gedung MPR RI. Merontokkan 32 tahun kediktatoran Soeharto di orde baru di ujung tanduk kebobrokan ekonomi dan politiknya. Dan kemudian menjadi awal mula masyarakat Indonesia menghirup nafas dengan bebas di alam reformasi, tidak ada yang dilarang.
Adapun media dengan information powernya, agaknya belum ada perubahan super yang berdampak langsung karena kekuatan yang satu ini. Walaupun pengiringan opini massa banyak membutuhkan waktu yang singkat, tapi berjalan dengan sangat soft dan berhasil untuk pertama kalinya, mungkin lagi-lagi di Indonesia ini. Tidak percaya? Coba tengok presiden anda.
Isu-isu penyudutan islam sebagai agama kriminal dan teroris juga merupakan produk murni dari kekuatan informasi global. Dan karenanya, sulit untuk tidak mengatakan bahwa kejujuran informasi hampir nihil untuk didapat, karena era keterbukaan lama-kelamaan malah menuntut banyak hal untuk ditutup-tutupi. Seperti kata kaidah fikih, “permasalahan ketika melebar menjadi sempit, dan ketika menyempit menjadi lebar”.
Karenanya, adalah penting bagi pemuda untuk memahami empat paradigma perubahan di atas. Terlebih lagi pemuda yang beriman, agar mereka tidak mudah terpedaya. Dan mampu melakukan langkah strategis sebagai wujud gerakan perubahan. Kalaulah bukan karena iman, apalagi yang bisa menahan umat untuk tidak melakukan kudeta berdarah di penghujung tahun 2016 kemarin, di saat tujuh juta lebih manusia berkumpul di satu waktu dan satu tempat, menuntut keadilan ditegakkan.
Tidak, tidak seperti itu agama ini mengajarkan para pemeluknya dalam beribadah di dunia. Coba simak tulisan Ibnul Qoyyim dalam Madarijus Salikin-nya; “Ibadah yang paling utama adalah yang sesuai dengan urgensi dan prioritasnya. Jika dalam negerinya sedang diserang kekuatan kafir, jihad adalah ibadah yang paling utama. Jika kemiskinan melanda, mengentaskannya adalah ibadah yang paling utama. Jika kebodohan merajalela, menuntut ilmu adalah ibadah yang paling utama. Jika kekacauan karena tidak ditegakkannya hukum islam, menegakkannya secara benar adalah ibadah paling utama.”
Sehingga menjadi seorang hamba Allah swt. yang benar pada zaman ini barangkali, adalah dengan menjadi seorang politikus, yakni para pelaku politik yang menerapkan langkah-langkahnya untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, seperti kata Al Banna: “Wahai kaum kami ! sungguh ketika kami menyeru kalian ada al Quran di tangan kanan kami dan As Sunnah di tangan kiri kami serta jejak kaum salaf yang sholih dari putera puteri terbaik umat ini sebagai panutan kami. Jika orang yang menyeru kepada itu semua kalian namakan politikus, Alhamdulillah kami adalah politikus yang paling ulung.”
Oleh: Saihul Basyir (Kadep Kaderisasi KAMMI Lipia)
EmoticonEmoticon