Hantu Revolusi


Sekitar tahun 1913 atau setengah abad sebelum G-30 S PKI –Lenin yang pada waktu itu hidup dalam pembuangan menulis mengenai suatu gerakan rakyat yang bergelora di Jawa (seperti direkam oleh Mcvey dalam bukunya): “Gerakan revolusioner didukung oleh massa rakyat Jawa, diantara mereka lahir gerakan Islam Nasionalis, yang darinya (merupakan) tembok Negara”.

Lenin sudah jauh memprediksi bahwa kekuatan dari rakyat (Islamis nasionalis dan sosialis komunis) akan muncul menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan. Ini artinya jika komunis ingin berdiri di puncak tertinggi dari “tahta” nusantara, dia perlu merobohkan tembok Negara yakni kekuatan Islam, meskipun yang dimaksud Lenin adalah Syarikat Islam pada waktu itu. Tapi terbukti dalam rentangan sejarah setelah Syarikat Islam berhasil diobrak-abrik dan bubar, kaum Islamis Nasionalis merupakan musuh utama komunis. 

Ada beberapa cara  komunisme dalam meruntuhkan  kekuatan Islamis beberapa yang terekam sejarah adalah menyatukan ide bahwasanya Islam dan sosialisme komunisme tiada bedanya dan memiliki banyak kesamaan. Sehingga pemahaman bahwa Islam menjunjung tinggi jiwa sosial dan memuliakan kaum lemah memiliki inti kesamaan dari sosialisme terus menerus mereka dengungkan. Paham ini mencoba di infiltrasikan pertama kali oleh Datuk Batuah di Sumatera Barat sekitar tahun 1923 dimana guru-guru muda Padang Panjang diracuni ide Islam sosialis dan ide melawan kolonialis Belanda yang digaungkan satu nafas dengan revolusi Islam atau kekuatan rakyat ala sosialisme.

Cara tersebut sedikit mengecoh umat dan juga beberapa ulama, sebelum akhirnya “mental” dengan sendirinya.  Peristiwa Madiun 1948 dan G 30 S 1965 PKI adalah jejak sejarah merah bagaimana tabiat asli Komunis yang pernah bercokol di Indonesia. Ketika cara-cara “soft” seperti infiltrasi dan penggabungan Islam dan sosialis dianggap gagal maka pertumpahan darah dianggap jalan yang harus ditempuh oleh komunis, tak terkecuali di bumi nusantara ini. 

Bagi mereka Islamis adalah hantu revolusi yang menghalangi tujuan mereka untuk bercokol di Indonesia, karena itu menyingkirkan “Kaum Fundamentalis”,  “teroris”, “Islam radikal” dan lain-lain adalah keniscayaan.

Dan Bukankah sejarah yang lampau sedikit terulang sekarang? Bukankah saat ini selain “mengkompromikan” sosialis ada dalam ajaran Islam seperti kutipan surah al-Ma’un atau ayat maupun surah senada? Mereka juga makin gencar bahwasanya tokoh-tokoh seperti H.O.S Cokroaminoto atau Agoes Salim pro sosialis?  Dan bukankah Islam  yang saat ini menjadi sasaran serangan dari berbagai julukan-julukan dari pemecah NKRI dan anti ke Bhinekaan?

Toh akhirnya sejarah memang berulang, dengan cara yang kurang lebih sama dan hanya berbeda sedikit polesan. Akan tetapi nampaknya “hantu revolusi” yang mereka takuti saat ini benar-benar sangat acak, karena tanpa sadar komunis kian hari makin hobi menambah musuh yang bukan hanya dari kalangan Islam. Otomatis julukan hantu revolusi nantinya bukan hanya melekat pada umat Islam saja, tetapi kedepannya mungkin akan ada “demit” revolusi. 

Ahmad Amrin Nafis (Ketua Umum Kammi Lipia)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »