Kampungku, The City of Thousand Rivers

 
Oleh : Olyvia Tahta Alvina*
 
Kota seribu sungai, memang itulah sebutan yang tepat untuk Banjarmasin, Kalimatan Selatan. Sebutan itu dilekatkan karena banyak sungai yang mengalir di sana. Misalnya, Sungai Martapura yang membelah kota Banjarmasin, Sungai Kuin, Sungai Andai, Sungai Alalak, dan masih banyak lagi lainnya. Tidak heran kalau sebagian besar masyarakat di sini begitu tergantung dengan sungai, mulai dari kehidupan sehari-hari seperti mandi hingga mencuci, transportasi air, transaksi dagang dan tempat wisata.
 Dalam naskah-naskah Majapahit, Banjarmasin dikenal sebagai Nusa Kencana atau tanah seberang. Tapi, nama Banjarmasin berasal dari kata Banjarmasih (atau Bandar Asih) yang berarti Perkampungan Oloh Masih (Orang Melayu), atau mungkin juga bermakna taman asin, yang menunjuk pada kondisi air di tempat ini yang dahulu memiliki rasa asin. 


Wisata Sungai

Inilah jenis wisata yang paling berbeda dibandingkan bila berwisata ke tempat lain. Sangat Unik, apalagi buat orang yang tinggal di Jakarta atau kota-kota lain yang tidak memiliki banyak  sungai di daerahnya. Dengan menggunakan “klotok” (perahu mesin), kita dapat berkeliling merasakan semilir angin yang berhembus, menikmati pemandangan sungai, dan mengamati aktivitas sehari-hari penduduk lokal yang tinggal di pinggir sungai. Sambil menyusuri sungai, kita pun bisa menikmati segala keunikan dan kehidupan masyarakat banjar yang unik itu.
Siapa yang tak tahu Pasar Terapung? Berbagai kesibukan dan aktifitas terekam di atas Sungai Barito. Unik, menarik, dan berbeda itulah kata yang pantas untuk pasar yang satu ini.  Terlihat masyarakat yang akan menyeberangi Sungai Barito untuk menuju lokasi tempat kerjanya. Sealin itu, kita juga dapat melihat adanya kapal Tongkang pembawa hasil batubara yang melintas. Ada juga kapal patroli serta yang paling menakjubkan adalah adanya Perpustakaan Umum Terapung. Suasana layaknya pasar tradisional, seperti terdapat pedagang dan juga pembeli yang memulai aktifitas jual-belinya. Banyak pedagang yang menjajakan barang dagangannya dalam Pasar Terapung, antara lain buah-buahan, sayuran, makanan ringan, sampai restoran terapung.

Wisata Kuliner

Rasanya tak lengkap jika kita berkunjung ke suatu daerah tanpa mencicipi makanan khas daerah tersebut. Sebut saja, Soto Banjar. Keunikan cita rasa Soto Banjar terletak pada bumbunya yang kaya rempah, seperti kapulaga, kayumanis, cengkeh, serta bunga sisir yang diramu ke dalam kuah. Yang beda, soto di sini ditambahkan susu sehingga cita rasanya semakin gurih. Soto Banjar juga  identik dengan makanan khas yang disajikan saat hari raya. 

 
Soto Banjar berbeda dengan Soto yang biasanya ada di pulau Jawa, soto banjar disajikan dengan ketupat. Sedangkan soto di pulau Jawa disajikan dengan Nasi. Jika dengan nasi, maka namanya bukan Soto Banjar lagi, tapi menjadi Nasi Sop. Kuah soto yang mengepul panas menebarkan aroma kapulaga dan kayu manis yang semerbak. Kuahnya bening kecokelatan dengan suun dan cincangan daun bawang plus suwiran daging ayam sebagai isiannya. Yang menarik justru potongan telur rebusnya yang oranye menyala dan putih telur yang agak transparan.
Hirupan pertama akan terasa tonjokan bumbu rempah yang kompak dan gurih wangi. Telur rebuspun terasa kenyal-kenyal gurih karena memakai telur bebek rebus. Setelah dikucuri sedikit air jeruk nipis dan diaduk dengan sambal rawit, rasa Soto Banjar akan menjadi semakin gurih pedas dan segar.
Sedangkan Lontong di Kalimantan Selatan disajikan bersama kuah santan dengan lauk ikan Haruan (Gabus) yang dimasak merah (habang). Sedang Ketupat ( di Kalsel, yang paling terkenal adalah ketupat Kandangan), masakan dengan kuah santan kental disajikan dengan ikan gabus yang diasap atau dipanggang ini memiliki tekstur kenyal kokoh dan gurih rasanya. Tentu saja dengan aroma wangi asap yang sedap. Kuahnya berupa kuah santan dengan aroma bawang, merica, ketumbar dan serai yang wangi.

Wisata Aksesoris

 
Martapura adalah ‘surganya’ pencinta aksesori seperti cincin, gelang, kalung, bros, tas, dan sebagainya. Modelnya unik-unik dan yang terbuat dari aneka macam material. Letaknya, hanya sekitar 15 km dari Bandara Syamsudin Noor, Banjarbaru. Atau kalau ditempuh melalui jalan darat menggunakan taksi, mobil maupun sepeda motor kurang lebih hanya 20 menit perjalanan.
Pasar Intan Martapura berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Pada hari biasa, pasar ini bisa dikunjungi oleh sekitar 10.000 orang. Tapi pada akhir pekan atau hari libur nasional, Pasar Intan Martapura bisa dipadati hingga sekitar 20.000 pengunjung.

Kompleks pertokoan di Pasar Intan Martapura menyediakan 87 toko intan yang dibagi dalam empat blok pasar. Sementara tempat parkirnya bisa menampung lebih dari 380 mobil. Tetapi tidak perlu khawatir kehabisan tempat parkir, kendaraan pengunjung yang sudah tidak muat lagi bisa dititipkan di parkiran Masjid Al Karomah yang berdekatan dengan pasar.

Batu intan yang diperjual belikan di pasar ini sudah diolah dalam bentuk perhiasan. Harganya berkisar antara puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah, tergantung keunikan ataupun kelangkaan jenis batu intan. Peluang bisnis batu intan Martapura tidak hanya ada di kota ini. Intan yang dibeli seharga Rp 20.000 di Pasar Intan Martapura bisa dijual kembali dengan harga Rp 50.000 bahkan Rp 100.000 di pulau Jawa. Sungguh bisnis yang cukup menguntungkan. Murahnya harga batu intan di pasar ini tentu saja karena proses penggosokan batu intan masih dilakukan secara tradisional sehingga pesonanya kurang terpancar. 


To Be Continued, 
Please, Wait For Me in the Next Stories ^^
*Penulis adalah Kepala Departemen Humas KAMMI Komisariat LIPIA


Klaten, Kampung Ayahku

Klaten, Kampung Ayahku

Oleh : Nesya Nurul Amalia*
Jika seseorang ditanya tentang asal dan keadaan kampung halamannya pasti mereka akan mudah untuk menjawab dan menceritakan keunikan dan kekhas-an kampung halaman tempat tinggal mereka. Tetapi hal itu justru tidak terjadi pada saya karena saya anak hasil urbanisasi kedua orangtua saya dan tidak tinggal di desa atau kampung.
Saya lahir di Jakarta dan besar di kota lain karena bersekolah di pondok pesantren. Tetapi setiap tahun, ketika libur hari raya Idul Fitri saya dan keluarga mudik ke rumah eyang. Mudik ke kampung dimana ayah dan ibu saya dilahirkan,tempat dimana mereka  menikmati masa kecil sampai mereka besar sebelum pergi mengadu nasib di kota Jakarta. Ibu saya lahir dan dibesarkan di Banyumas, sebuah kota di provinsi Jawa Tengah yang sejuk yang terletak di kaki gunung Slamet. Sedangkan ayah berasal dari Klaten, kota yang berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kali ini saya tidak akan berbicara tentang Banyumas, tetapi saya akan bercerita tentang kampung halaman ayah saya, Klaten.
Sebenarnya saya tidak terlalu mengetahui kampung halaman ayah secara detail karena jika mudik, kami hanya menetap paling lama satu minggu.
Rumah eyang saya terletak hanya kurang lebih 2 kilometer dari Candi Prambanan. Kecamatan pertama di kabupaten Klaten yang berbatasan dengan provinsi D.I Yogyakarta dan provinsi Jawa Tengah. Dan kurang lebih berjarak satu kilometer dari pabrik susu dan makanan olahan bayi dan balita, SGM. Berbalik dengan keadaan geografis di kampung ibu saya, Banyumas, Klaten adalah kota yang panas dan lembab serta bertanah pasir. Sumur-sumur air pun kering ketika musim kemarau.
Hal yang unik dari kampung ini adalah hampir semua penduduknya memiliki sapi sebagai hewan peliharaan mereka. Dan masyarakat disini masih menggunakan sumur manual yang ditimba setiap kali mengambil air, tetapi beberapa sudah menggunakan jet pump untuk menarik air walaupun sumber air masih berasal dari sumur timba. Kamar mandinya pun masih terpisah dengan rumah, biasanya di  pekarangan belakang atau samping, bahkan ada juga yang di depan, seperti di rumah eyang saya.
Masyarakat di sini pun masih memegang teguh budaya leluhurnya. Masih banyak yang menggunakan sesajen-sesajen pada acara-acara besar, misalnya pada upacara kelahiran atau pernikahan. Menurut cerita ayah, dulu masyarakat di kampung ini tidak menjalankan agama Islam dengan benar, syirik-syirik seperti sesaji dan kemenyan mewarnai hari-hari mereka. Akan tetapi beberapa waktu kemudian, sebagian penduduknya menikah dengan warga lain dan menetap di kampung ini, mereka inilah yang akhirnya membantu menyiarkan ajaran Islam kembali di kampung ini.
Salah satu budaya yang unik di kampung ini adalah pada hari raya Idul Fitri. Masyarakat disana tidak langsung bersalam-salaman dan bersilaturahim dari rumah ke rumah selepas menunaikan sholat ‘Id seperti masyarakat pada umumnya. Tetapi, silaturahim, yang lebih dikenal dengan istilah ‘Ujung’, dilaksanakan pada hari kedua dari Idul Fitri.
Pada hari kedua lebaran ini para penduduk saling mengunjungi satu sama lain, terutama rumah para sesepuh kampung. Eyang adalah salah satu sesepuh di kampung ini. Oleh karena itu, rumah beliau selalu ramai tamu yang bersilaturahim dan meminta maaf.  Karena banyaknya tamu yang berdatangan maka kami harus menyiapkan hidangan yang banyak. Dari kue-kue kering khas lebaran sampai kue-kue tradisional seperti tape ketan dan manisan kolang-kaling.
Ada juga budaya yang bernama Lebaran Apem. Lebaran Apem dilaksanakan pada tanggal 7 Syawal. Para penduduk membuat kue apem dan pada malam harinya bapak-bapak membawa apem-apem tersebut ke rumah salah satu sesepuh mereka. Di sana mereka bertahlil dan berdoa sebagai mana yang dilakukan ketika acara tahlilan orang meninggal. Setelah selesai acara tersebut mereka membawa pulang kembali kue apem yang mereka bawa. Ketika aku bertanya kepada ayah alasan mereka melaksanakan hal itu adalah  beliau menjawab mereka melakukannya untuk ‘ngalap berkah’ atau mengharapkan berkah dari kue apem yang telah dibacakan doa.  Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala dan beristigfar ketika mendengarnya. Karena hanya kepada Allah lah seharusnya kita meminta keberkahan dan limpahan rejeki.
Beralih ke tempat wisata yang ada di kota ini. Ada sebuah danau besar, letaknya jauh dari rumah eyang, lebih dekat ke pusat pemerintahan Kabupaten Klaten. Danau ini bernama Jimbung. Yang menjadi daya tarik danau ini adalah dipenuhinya danau ini dengan restoran-restoran apung. Letak restoran-restoran ini berada agak di tengah danau, sehingga para pengunjung harus mencapainya dengan menggunakan perahu getek. Selain dapat menyantap berbagai hidangan lezat ikan , kita juga dapat memancing dan menikmati ikan hasil pancingan sendiri. Selain itu juga tersedia perahu boat dan jet ski untuk menikmati pemandangan danau. Jimbung selalu padat dipenuhi wisatawan lokal maupun luar kota setiap masa liburan datang, terutama masa libur hari raya Lebaran.
Kemudian ada candi Sewu atau Seribu yang lebih di kenal dengan candi Prambanan. Candi ini adalah salah satu candi Hindu terbesar di Indonesia. Konon candi ini awalnya berjumlah seribu. Candi ini dibangun atas permintaan Roro Jonggrang kepada Bandung Bondowoso yang merupakan musuh ayahnya, sebagai syarat untuk menikahinya. Bandung yang memiliki pasukan jin dengan mudah memerintahkan pasukannya untuk membantunya membuatkan seribu candi. Roro Jonggrang pun mengetahui bahwa Bandung bondowoso dapat memenuhi permintaannya, maka dari itu dia pun menggagalkan usaha Bandung. Maka ia dengan para pembantu dan penduduknya membuat tipu daya dengan memerintahkan mereka untuk menumbuk padi sehingga membangunkan ayam-ayam yang kemudian berkokok seperti kegiatan pagi hari. Pasukan jin pun mendengar kokokan ayam pun berlarian ketika pembangunan candi mencapai jumlah 999 candi. Roro Jonggrang pun menganggap Bandung gagal, Bandung pun marah dan mengutuk Roro menjadi candi ke 1000 dan jasadnya berubah menjadi patung yang menghiasi candi ke 1000.
Candi Prambanan selalu ramai pada saat masa-masa liburan. Terlebih lagi hampir setiap malam terdapat pagelaran wayang orang Rama dan Sinta yang berlatarkan candi Prambanan dengan dihiasi lampu-lampu yang indah.
Itulah gambaran keunikan kampung halaman ayah saya. Dengan budaya yang tidak ditemukan di tempat lain. Keunikan – keunikan inilah yang membuat saya selalu rindu untuk kembali mudik setiap tahunnya.
*penulis adalah kepala departemen kaderisasi KAMMI Komisariat LIPIA

1000 Cinta KAMMI untuk 1.000.000 Senyum

1000 Cinta KAMMI untuk 1.000.000 Senyum

 
Assalamu'alaikum Warohmatullahi wabarokaatuh...


Biasakan untuk mengeluarkan sedekah meski hanya sedikit, karena sedekah akan memadamkan api kesalahan, menggembirakan hati, menghilangkan keresahan, dan akan menambah rizky.
Dr.’Aidh Al-Qarni.

Sedekah itu seperti cinta, yang kita berikan adalah yang kita terima.






Departemen Sosial dan Masyarakat KAMMI Komisariat LIPIA akan menyelenggarakan kegiatan Bakti sosial. Untuk itu, kami selaku penyelenggara kegiatan memohon bantuan antum dan antunna untuk mensukseskan kegiatan " 1000 Cinta KAMMI untuk 1.000.000 Senyum " ini.

Bantuan dapat berupa uang, pakaian yang layak pakai, buku-buku, dll. Bantuan bisa dikirimkan via pos
d/a Jl jati Sari No. 37 Rt.05 Rw.07 Jati padang pasar Minggu Jakarta Selatan 12540.
CP : 085691762792

Uluran tanganmu mengukir senyum di bibir mereka..

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh..

Di Bawah Naungan Ukhuwah (part II-selesai)

Di Bawah Naungan Ukhuwah (part II-selesai)


(lanjutan dari edisi sebelumnya.....)

1 jam setelah muzhoharoh… 
HI bergolak. Gemuruh takbir dan yel-yel dikumandangkan. Orasi yang disampaikan oleh Ust. Hasan Zuhri selaku ketua KAMMJA dengan berapi-api berhasil menyulut semangat seluruh mahasiswa yang terhimpun pada hari itu. Matahari yang naik seakan turut menyumbangkan teriknya untuk mengobarkan semangat para mahasiswa. Ratusan kibaran bendera identitas dari berbagai kesatuan organisasi menciptakan kesan akan gelegak emosi mahasiswa yang sudah sampai pada puncak kesabarannya atas kinerja pemerintah.

Aku yang baru saja sampai, dibuat terkejut oleh lautan manusia dari berbagai kesatuan organisasi dan almamater yang berhimpun dalam satu barisan. Belum pernah sebelumnya aku melihat kumpulan manusia sebanyak ini. Mereka semua menuntut keadilan dan menyuarakan kekecewaan yang tak mungkin dipendam lagi. Tanpa pikir panjang, aku segera bergabung dalam barisan KAMMI komisariat LIPIA, dibandingkan yang lain kami memang terlihat lebih rapi dan teratur. Kucari-cari sosok Ardi, namun tak kudapati dimanapun.

Lalu entah bagaimana awalnya, tiba-tiba seseorang dengan jaket hitam melempar sebongkah batu sebesar kepalan tangan kearah aparat. Malang bagi seorang aparat karena ia tak mampu menghidar. Batu yang diayunkan dengan sepenuh kekuatan itu dengan telak memecah helm yang dia kenakan dan mengenai pelipisnya. Sedetik kemudian, ia telah jatuh bersimbah darah.