INDONESIA MERDEKA TANPA ISLAM!?




Cukup panjang perjalanan keberadaan manusia atau kehidupan di Tanah Air ini.  Begitu pula aneka balada rasa yang tercipta dan dicicipi disini. Ketentraman, kebersamaan, penjajahan bahkan penindasan, semua ada disini.
Keberlimpahan alam menjadi magnet terkuat bagi para kolonial-kolonial yang tidak berprimanusiaan itu. Dataran luas yang terbentang bebas membuat lalu lalang para gujarat dari belahan negara lain kian bertambah. Dari yang berniaga semata ataupun membawa misi penyebaran ajaran agama. Hingga tumbuhlah kemajemukan suku, bahasa dan agama. Namun ada yang tidak beres disini.
Pendidikan. Tidak semua mendapatkan kesempatan itu karena ras dan pangkat. Begitu kental kesenjangan vertikal disini. Tapi yang dibawah pun nerimo, bahasa jawanya. Maka ketika ditindas, sangat sedikit yang bisa melawan.
Sungguh memilukan bukan? Dimana masa yang memiliki yang ditindas. Diperbudak dirumah sendiri. Rumah yang jauh dari filosofi rumah sesungguhnya. Dimana rumah semestinya memberi ketenangan, keamanan dan ketentraman. Sebuah yang dikatakan rumah, berarti didalamnya terdapat kepedulian atau saling menyemangati dalam kepedulian.
Segala puji bagi Rabb semesta alam, Allah SWT yang telah membimbing hambanya melalui risalah Nabi Muhammad yang di sampaikan langsung oleh malaikat agung Jibril, untuk mewujudkan kehidupan yang diliputi kedamaian, cinta kasih dan terang menuju jalan kebaikan. Dan inilah yang diterima dan direfleksikan oleh pejuang-pejuang muslim tanah air. Dengan kegagahan, keyakinan, dan kemurnian tauhid dan tersyi'arkan dengan akulturasi seni budaya, maka tersebarlah benih-benih kepedulian pada jiwa-jiwa patriot anak bangsa ini.
Sebagaimana makna Islam yang berarti keselamatan, kedamaian. Maka Islam membentuk karakter yang patuh, taat dan berserah diri kepada Allah dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dan hadirlah figur-figur ulama pejuang dan pengubah sejarah dengan jiwa kesatrianya, mereka menghimpun kesatuan masyarakat demi bangkit dan menumbuhkan semangat kepedulian dalam rumah ini.
Pada tahun 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan Organisasi Muhammadiyah. Disusul pada tahun 1926 KH. Hasyim Asyari mendirikan Organisasi Nahdhatul Ulama, dimana beliau merupakan rujukan Bung Karno dalam revolusi jihadnya di Surabaya. Setelah fatwa jihad diberikan olehnya, barulah Bung Karno bersama pasukan lainnya berbegas.
Bahkan jauh dari hari kemerdekaan Indonesia 1945. Pejuang-pejuang muslim yang berkedudukan di Kerajaannya telah turut memberikan kontribusi akbar yang tak akan terlupakan sejarah.
Pada tahun 1825-1830,  adalah Raden Mas Antawirya yang lebih dikenal Pangeran Diponegoro yang menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir (Belanda) yang terus menindas, memecah belah dan mengeksploitasi sumber daya alam di negri ini.
Pada tahun 1803-1838 Kesatria Muhammad Shahab yang lahir di Bonjol. Dan diberi julukan Tuanku Imam Bonjol, seseorang yang tidak pernah sudi untuk menyerah kepada Belanda meski harus bertahan selama 13 tahun terus dalam kepungan Belanda. Hingga  beliau wafat  dalam jeruji pengasingan taktik busuk Belanda. beliau wafat karena menjaga harga diri Tanah Air.  
Ulama-ulama kesatria sudah memulai peran agung nya, dengan mempertahankan harga diri Tanah Air. Hingga mampu mengkader generasi-generasi yang mampu melanjutkan estafet perjuangan dan mampu mewujudkan Kemerdekaan Indoneisa. Indonesia Merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
“Setinggi-tingginya ilmu, semurni-murninya tauhid, sepintar-pintar siasat"  salah satu trilogi HOS Tjokroaminoto yang menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.

Lalu akankah kau masih bertanya, apakah Indonesia merdeka tanpa Islam?

Penulis: Atiqoh Mahdiah (Staff Depertemen Ekonomi)

Dear Myself...


Teruntuk diriku... Dapatkan kau bersikap layaknya seorang muslim dimanapun kau berada? Di dunia nyata kau tampak begitu mulia. Gerakmu, langkahmu menunjukkan azzam yang begitu kuat. Aku selalu kagum melihatmu. Izzah-mu sungguh tak bisa diragukan lagi. Aku akan semakin kagum denganmu jika begitu pula yang kau tunjukan di dunia maya. Kenapa sering sekali kutemukan engkau yang begitu mengumbar sikap? Bersikap seperti orang lain yang tak terlalu mengenal islam pada umumnya. Tidakkah kau ingat tarbiyahmu selama ini? mungkin sudah bertahun-tahun lamanya? Tapi, ah.. kenapa masih saja sikapmu tidak mencerminkan semua itu!? Aku tahu dunia maya terkadang memang membuat lalai. Untukmu diriku... kurangi interaksimu di dunia maya yang tidak jelas manfaatnya, bukankah seorang muslim yang baik adalah yang senantiasa meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya?

Teruntuk diriku... Terkadang dirimu sulit untuk mempertahankan apa yang sudah menjadi azzam-mu dalam bergaul, kau boleh menyesuaikan gaya pergaulanmu, namun janganlah gaya pergaulanmu itu menyimpang dari nilai-nilai keislaman yang telah digasriskan. Setidaknya tunjukkkanlah sikap seorang muslim. Sikap yang diajarkan Rasullullah, walaupun awalnya mereka akan berfikir engkau sombong, eksklusif dan lain sebagainya yang pasti menjatuhkan diri-mu. Lambat laun mereka akan mengerti beginilah sikap seorang muslim seharusnya. Degan begitu engkau akan tetap mulia dimata Allah. Bukankah yang selama ini engkau harapkan adalah Mulia dimata Allah?? Jika engkau masih berharap mulia dimata manusia, maka perbaikilah niat itu. Sama halnya di dunia maya, kenapa demi ukhuwah katamu, demi solidaritas, demi persahabatan atau apalah yang kau agung-agungkan, kau mau mengumbar-umbar sikap pada orang lain yang jelas kau hanya mengenalnya dari dunia maya. Bukan bermaksud su'uzon, tapi tidakkah terlalu berlebihan jika akhirnya orang itu menjadi tempat curhatmu, menyimpan aibmu.Ya, jika kau curhat dengan sesama jenismu mungkin tidak ada masalah, tapi jika sudah dengan lawan jenis? 

Teruntuk diriku... Kau itu aktifis dakwah atau hanya seseorang yang mengaku-ngaku sebagai aktivis dakwah? mungkin selama ini yang kau tulis di catatan-mu, di blog-mu, di sosmed-mu yang berhubungan dengan harokah dakwah. Apakah syiar islam hanya tameng yang menutupi dirimu yang sebenarnya? Ataukah semua tulisan-tulisan itu hanya agar engkau punya nama dihadapan para manusia sebagai aktifis dakwah? Dimana dirimu yang sebenarnya? Wahai diriku... Engkau tidak perlu menjadi orang lain, jadilah diri sendiri dengan segala kekuranganmu. Walaupun kau dibilang kaku, tidak supel dan lain sebagainya, tapi yakinlah engkau yang terbaik selama engkau mengikuti tuntunan yang telah digariskan oleh Allah.

Teruntuk diriku... Katanya kau manusia pilihan. Kemana materi tarbiyahmu selama ini? kau berusaha mencair dengan beberapa teman sepergaulanmu, tapi engkau justru kehilangan jati dirimu yang sesungguhnya. Jika mereka ingin berteman, maka terimalah apa adanya, ingat bukan dirimu yang terwarnai tapi jadikan dirimu yang mewarnai. Bukan engkau yang ikut arus, tapi engkau yang membawa mereka ke arus yang sama. Terkadang memang dunia maya terlalu banyak godaan. Jika dunia maya saja tidak  mampu ditaklukkan bagaimana mungkin engkau mampu bertahan di dunia nyata? perangmu, senjatamu, dan kekuatanmu yang sebenarnya ada di dunia nyata. . 

Online berjam-jam untuk hal yang tidak ada manfaatnya, apakah itu cerminan seorang muslim? Mengakhirkan sholat lima waktu berjamaah atau bahkan melalaikan apakah itu cerminan seorang aktifis dakwah? Tidur lewat dari jam normal, sehingga ketiduran dan terlewatkan untuk Qiyamul Lail  Karena sudah terlalu lelah, sehingga saat sepertiga malam yang seharusnya terbangaun justru kita masih asyik terbuai mimpi apakah itu cerminan dari seorang yang biasa dipanggil ustadz?. 

Kau begitu terbaui, asik dengan hari-hari mu yang tak jelas. Padahal diluar sana, saudara-mu tengah menangis. Dianiaya orang-orang yang tak berhati. Engkau masih sibuk menyenangkan diri sendiri. Membuai diri sendiri dalam balutan yang kau sebut kesenangan dunia yang pada dasarnya hanya sementara. 

Wahai diriku, aku selalu ingat kata-kata ini "Dakwah akan terus berjalan, walaupun kau tinggalkan jalan dakwah ini, bukan dakwah yang butuh kita, tapi kitalah yang butuh dakwah ini", Setiap jiwa adalah seorang Da'i. Mulai dari diri sendiri, keluarga, sahabat dan orang lain. Semoga engkau termasuk orang-orang yang beruntung, yang senantiasa memperbaiki diri , berusaha mengejar ridho Allah. Bukan hanya kesenangan dunia. 

Kali ini, kutanyakan "Engkaukah seorang muslim? Engkaukah seorang aktifis dakwah? Atau Engkaukah seorang Da'i?" Tolong, jagalah dirimu, jangan sampai orang lain, beranggapan buruk karena tingkahmu yang tidak sesuai, beranggapan bahwa seperti itulah seorang muslim, seperti itulah seorang aktifis dakwah, seperti itulah seorang Da'i.

Jika kita melempar bola ke dinding, pasti lemparannya akan memantul ke si pelempar dengan lebih kuat. Ya, akan kembali ke si pelempar,  kepada diriku sendiri. Bismillah, mari belajar untuk menjadi lebih baik, biarlah Allah  dan orang-orang beriman yang menilai setiap langkah engkau dan aku.

Wallahu'alam.


Penulis : Salman Al-Farisi Basyir (Ketua Dept Mekominfo KAMMI LIPIA)