Cukup panjang perjalanan
keberadaan manusia atau kehidupan di Tanah Air ini. Begitu pula aneka balada rasa yang tercipta
dan dicicipi disini. Ketentraman, kebersamaan, penjajahan bahkan penindasan,
semua ada disini.
Keberlimpahan alam menjadi magnet
terkuat bagi para kolonial-kolonial yang tidak berprimanusiaan itu. Dataran luas yang terbentang
bebas membuat lalu lalang para gujarat dari belahan negara lain kian bertambah.
Dari yang berniaga semata ataupun membawa misi penyebaran ajaran agama. Hingga
tumbuhlah kemajemukan suku, bahasa dan agama. Namun ada yang tidak beres
disini.
Pendidikan. Tidak semua
mendapatkan kesempatan itu karena ras dan pangkat. Begitu kental kesenjangan
vertikal disini. Tapi yang dibawah pun nerimo, bahasa jawanya. Maka
ketika ditindas, sangat sedikit yang bisa melawan.
Sungguh memilukan bukan? Dimana
masa yang memiliki yang ditindas. Diperbudak dirumah sendiri. Rumah yang jauh dari
filosofi rumah sesungguhnya. Dimana rumah semestinya memberi ketenangan,
keamanan dan ketentraman. Sebuah yang dikatakan rumah, berarti didalamnya
terdapat kepedulian atau saling menyemangati dalam kepedulian.
Segala puji bagi Rabb semesta
alam, Allah SWT yang telah membimbing hambanya melalui risalah Nabi Muhammad
yang di sampaikan langsung oleh malaikat agung Jibril, untuk mewujudkan
kehidupan yang diliputi kedamaian, cinta kasih dan terang menuju jalan
kebaikan. Dan inilah yang diterima dan direfleksikan oleh pejuang-pejuang muslim
tanah air. Dengan kegagahan, keyakinan, dan kemurnian tauhid dan tersyi'arkan dengan
akulturasi seni budaya, maka tersebarlah benih-benih kepedulian pada jiwa-jiwa
patriot anak bangsa ini.
Sebagaimana makna Islam yang
berarti keselamatan, kedamaian. Maka Islam membentuk karakter yang patuh, taat
dan berserah diri kepada Allah dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Dan hadirlah figur-figur
ulama pejuang dan pengubah sejarah dengan jiwa kesatrianya, mereka menghimpun
kesatuan masyarakat demi bangkit dan menumbuhkan semangat kepedulian dalam
rumah ini.
Pada tahun 1912 KH. Ahmad
Dahlan mendirikan Organisasi Muhammadiyah. Disusul pada tahun 1926 KH. Hasyim
Asyari mendirikan Organisasi Nahdhatul Ulama, dimana beliau merupakan rujukan
Bung Karno dalam revolusi jihadnya di Surabaya. Setelah fatwa jihad diberikan
olehnya, barulah Bung Karno bersama pasukan lainnya berbegas.
Bahkan jauh dari hari
kemerdekaan Indonesia 1945. Pejuang-pejuang muslim yang berkedudukan di Kerajaannya
telah turut memberikan kontribusi akbar yang tak akan terlupakan
sejarah.
Pada tahun 1825-1830, adalah Raden Mas Antawirya yang lebih dikenal
Pangeran Diponegoro yang menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil,
perlawanan menghadapi kaum kafir (Belanda) yang terus menindas, memecah belah dan
mengeksploitasi sumber daya alam di negri ini.
Pada tahun 1803-1838 Kesatria
Muhammad Shahab yang lahir di Bonjol. Dan diberi julukan Tuanku Imam Bonjol,
seseorang yang tidak pernah sudi untuk menyerah kepada Belanda meski harus
bertahan selama 13 tahun terus dalam kepungan Belanda. Hingga beliau wafat dalam jeruji pengasingan taktik busuk Belanda. beliau wafat karena menjaga harga diri Tanah Air.
Ulama-ulama kesatria sudah
memulai peran agung nya, dengan mempertahankan harga diri Tanah Air. Hingga
mampu mengkader generasi-generasi yang mampu melanjutkan estafet perjuangan dan
mampu mewujudkan Kemerdekaan Indoneisa. Indonesia Merdeka, berdaulat, adil dan
makmur.
“Setinggi-tingginya ilmu, semurni-murninya
tauhid, sepintar-pintar siasat" salah satu trilogi HOS Tjokroaminoto yang
menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga
kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.
Lalu akankah kau masih
bertanya, apakah Indonesia merdeka tanpa Islam?
Penulis: Atiqoh Mahdiah (Staff Depertemen Ekonomi)